Mohon tunggu...
Aslıhan Gül
Aslıhan Gül Mohon Tunggu... Freelancer - Content creator

Traveler, explorer, and content writer

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pacaran: Sejarah, Perkembangan, dan Penyikapan

7 November 2022   20:15 Diperbarui: 7 November 2022   20:35 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Pinterest Karen Cordell)

Hari ini pacaran merupakan budaya yang sangat lumrah di berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari usia pra-remaja sampai dewasa, pacaran tidak lagi terikat batasan usia. Di samping faktor perubahan zaman, media berperan penting dalam memasarkan budaya ini. Bagaimana tidak, hiburan, iklan, bahkan berita sering memuat konten percintaan. 

Meskipun sudah menjadi budaya yang tidak asing lagi, namun masih banyak orang tua yang memiliki kekhawatiran terhadap putra putrinya yang menjajal dunia pacaran.

Sebelum membahas fakta dan penyikapan, yuk kita tilik dulu sejarah munculnya pacaran ini.

Dari keberadaannya, pacaran merupakan budaya pop yang muncul setelah Perang Dunia Pertama. Seluruh masyarakat dunia, bahkan orang-orang Barat pun memandang hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah sebuah kesakralan. 

Pada masa itu, ketika seorang laki-laki menyukai perempuan, ia harus mendatangi orang tua si perempuan. Hampir tidak ada seorang pun yang dengan percaya dirinya berjalan berdua sebelum ada ikatan yang sah. Fakta ini menjawab, bahwa kampanye anti pacaran, bukan hanya lekat dengan Islam tapi telah menjadi kultur dunia pada masanya.

Transisi munculnya hubungan laki-laki dan perempuan sebelum pernikahan dilatarbelakangi oleh gerakan pendobrakan norma perjodohan. Pernikahan sering dimulai tanpa ada persetujuan kedua belah pihak atau adanya kecocokan terlebih dahulu. Di samping itu, musik bergenre cinta mulai bermunculan sehingga mendramatisir prasaan untuk segera menyalurkan rasa cinta. Dari sinilah pacaran itu muncul sebagai langkah penjajakan sebelum memasuki tahap pernikahan.

Pacaran itu sendiri adalah istilah yang Nusantara banget. Secara makna, pacar berarti hena untuk menandai jari seorang perempuan yang sudah dipinang. Tujuannya memberikan simbol bahwa perempuan ini tidak bisa didekati atau dilamar oleh laki-laki lain. Nah, menarik ya sejarah pacaran itu sendiri.

Di balik sejarahnya yang filosofis, pacaran mengalami evolusi seiring kemajuan zaman. Dulu, pacaran memiliki tujuan untuk melangkah ke jenjang yang serius. Namun sekarang semakin bermacam-macam saja bentuknya. Anak ingusan saja sudah banyak yang berpacaran, mana mungkin mereka melangkah ke tahap pernikahan. 

Di usia remaja pun, pacaran dianggap sebagai citra diri, sehingga remaja yang jomblo dipandang kurang pergaulan. Yang paling ekstrim adalah munculnya FwB, bukan lagi penjajakan, tapi cenderung pada penjajahan yang suka rela.

Seperti yang ramai dibicarakan warga twitter, ada seorang anak kelas 5 SD yang mendapat surat dari teman laki-lakinya yang isinya sangat vulgar, sesuatu yang seharusnya tidak diketahui oleh anak seusianya. Inilah potret buram aktivitas (mendekati) pacaran yang membuat para orang tua was was.

Lalu, bagaimana seharusnya sikap orang tua yang memiliki buah hati yang memasuki usia pra remaja?

Parenting anak yang memasuki usia remaja memang bukan hal yang mudah, namun bukan berarti tidak bisa. Sebagai orang tua, memiliki kedekatan dengan anak adalah kunci penting, karena anak akan percaya dan berani menceritakan apa yang dia alami.

Melarang anak untuk tidak berpacaran bukanlah solusi fundamental. Semakin dilarang, anak akan mudah berbohong dan melakukan larangan tersebut secara diam-diam. Maka perlu untuk membekali mereka dengan pemahaman terlebih dahulu. Sebab pemahaman memiliki kekuatan yang menggerakkan atau menjadi self control bagi anak meskipun tidak dalam pantauan orang tua.

Pemahaman yang ditanamkan kepada anak tersebut, salah satunya bisa diambil dari pendidikan Islam. Setidaknya ada dua bekal yang penting untuk dipahami oleh seorang anak yang beranjak remaja.

1. Di dalam Islam sendiri ada konsep yang mengatur pergaulan manusia. Pada dasarnya larangan untuk menjaga jarak dengan lawan jenis secara utuh kurang tepat. Ada empat kondisi dimana interaksi antarlawan jenis diperbolehkan, dalam pendidikan, perekonomian, kesehatan, dan tolong menolong. Melarang interaksi anak dengan lawan jenisnya justru akan menghambat aktivitas sosialnya.

2. Pemahaman tentang fitrah naluri kasih sayang. Anak yang memasuki usia remaja dikatakan telah sempurna akalnya, sehingga dapat membedakan baik dan buruk perbuatan. Bekal pemahaman akan membuat anak meninggalkan hal buruk dengan kesadarannya sendiri. 

Naluri kasih sayang adalah pembawaan setiap manusia yang tidak bisa dihilangkan. Mengekang naluri ini sama saja dengan membendung pemberian Tuhan yang utuh. Penyikapan naluri kasih sayang yang wujudnya mulai timbul rasa suka ini harus tepat. Sebagaimana yang telah dibahas di awal, bahwa tidak ada pacaran dalam Islam, maka munculnya naluri ini harus diawasi.

Naluri sifatnya dapat mengebu-gebu atau lemah tergantung stimulus sekitar. Semakin sering anak mengonsumsi dan membicarakan masalah cinta, maka semakin tinggi pula kadar naluri dalam dirinya yang ingin disalurkan. Orang tua harus paham kondisi anak untuk memantau sejauh mana situasi hatinya.

Apabila kontrol untuk tidak pacaran begitu sulit, maka perlu dilakukan pengalihan. Dengan menyibukkan diri pada prestasi atau passion, anak akan fokus pada orientasi masa depannya. Ia tidak sempat untuk menyuburkan perasaan atau hasrat pacarannya dapat dikendalikan. Membantu mereka menggambarkan peluang masa depan dengan ilmu dan prestasi jauh lebih baik dari pada memenuhi keinginan berpacaran yang hanya sesaat.

Memang tidak sederhana membersamai remaja di dunianya yang baru mengenal virus merah jambu. Perlu juga kondisi lingkungan dan pertemanan yang kondusif. Meskipun tidak dipungkiri, remaja hari ini didesak dari berbagai arah. Sebagai orang yang peduli, kita tidak boleh menyerah. Langkah kecil yang kita lakukan suatu saat akan membentuk koloni yang aman melindungi generasi dari paparan degadari moral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun