Mohon tunggu...
Nafi atin Hasanah
Nafi atin Hasanah Mohon Tunggu... Manusia Naif

Mencintai sunyi bersama buku, dan berharap tulisanku bisa bersuara untuk banyak jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hujan yang Menyimpan Maaf

5 April 2025   22:38 Diperbarui: 5 April 2025   22:43 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hujan turun tanpa aba-aba, seperti emosi kita yang meledak tanpa peringatan. Aku berjalan sendiri, menyusuri trotoar yang sepi, dengan langkah kosong yang tak tahu arah pulang. Di tengah jalan, entah kenapa, aku mulai berdansa. Gerakanku ringan, seperti ingin mengabaikan beban yang ku pikul. Aku tertawa... seolah dunia baik-baik saja.

Aku berdansa dengan riangnya, hingga tak sadar hujan membasahi tubuhku. Aku terus tertawa, tapi perlahan tubuhku terkikis dinginnya tetesan air.

Bukan karena aku bahagia. Tapi karena aku tak tahu harus bagaimana lagi. Tawa itu adalah satu-satunya cara agar tangis tak terlihat, agar orang-orang tak tahu aku sedang kehilanganmu.

Ada kata maaf untuk setiap salahku. Tapi barangkali, maafku sudah tak berarti ketika lukamu terlanjur dalam. Aku mengakui semuanya---kemarahanku, egoku, caraku mencintaimu yang kadang membebanimu.

Semua salahku.  

Salahmu hanyalah... kamu memilihku menjadi pasanganmu.

Kalimat itu berputar di kepalaku seperti mantra yang menyakitkan. Aku adalah badai yang datang tanpa ampun, dan kamu... kamu adalah langit yang terlalu sabar menahan petirnya.

Kau memilih diam, dan aku memilih menunggu. Masing-masing memeluk ego, bukan saling merengkuh luka. Padahal aku hanya ingin kau tahu... aku masih di sini. Dengan cinta yang sama, dengan maaf yang tulus, dengan tangan yang masih terbuka untuk memelukmu pulang.

Andai kau bisa melihatku sekarang---basah kuyup oleh hujan, tubuh menggigil, hati jauh lebih beku dari udara malam ini. Aku tidak marah, hanya lelah. Lelah mencintai dalam salah paham, lelah berharap tanpa tahu masih adakah namaku dalam doamu.

Tapi jika kau mendengar ini, jika masih ada ruang kecil dalam hatimu untukku... datanglah. Aku tidak butuh penjelasan. Aku hanya ingin kita saling menatap dan tahu: bahwa meski kita sempat jatuh, kita belum benar-benar usai.

Dan kalau kau tak datang, biarlah hujan jadi saksiku. Bahwa aku pernah mencintaimu seutuhnya. Dengan segala tawa, air mata, semua kata maaf... dan semua salahku yang tak bisa ku hapus, walau dengan seribu hujan sekalipun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun