Mohon tunggu...
Nael Sumampouw
Nael Sumampouw Mohon Tunggu... Psikolog - nael sumampouw

Kandidat Ph.D Psikologi Forensik, Maastricht University Pengurus Asosiasi Psikologi Forensik

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Penegakan Hukum Kasus A Pontianak: Tinjauan Psikologi Forensik

18 April 2019   10:24 Diperbarui: 18 April 2019   10:27 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kala itu, pagi -- pagi, saya  terhentak ketika membaca begitu banyak pesan di salah satu media sosial. Biasanya seputar postingan tentang paslon yang dilontarkan oleh para die-hardnya. Kali ini tentang seorang anak usia SMP di kota Pontianak, kota yang dilalui oleh garis khatulistiwa, persis di garis tengah yang melingkari bumi, membelah bumi menjadi dua: utara dan selatan. Reaksi awal ketika membaca melalui media sosial tentang kasus ini adalah: ah, yang benar? Jangan-jangan hoax. 

Saya pun kemudian mencari informasi dari berbagai sumber tentang kasus ini yang condong pada kesimpulan bahwa ini kasus riil bukan hoax meskipun ada beberapa detil tentang kasus yang memiliki kesamaan dengan karakteristik berita atau informasi yang bersifat hoax (terutama seputar paslon pilpres), yaitu: cenderung dilebih-lebihkan untuk menjunjung yang satu dan merendahkan yang lain. 

Dalam kasus ini, reaksi awal yang jelas tertangkap di sosial media adalah cenderung mengarah ke upaya menghukum seberat-beratnya pelaku yang masih dibawah umur tersebut karena digambarkan sebagai sekelompok anak yang tidak punya rasa bersalah, sangat keterlaluan sehingga layak dihukum bahkan adanya desakan untuk merevisi perundang-undangan yang dinilai kurang menjerakan pelaku dibawah umur. 

Pertama -- tama, kasus Pontianak yang ada persis di garis khatulistiwa, garis tengah dunia ini, harapannya membuat kita semua masyarakat yang saat ini dengan mudahnya terpolarisasi ke ke 01 atau 02, setidaknya mau bergerak ketengah untuk memahami apa yang terjadi.  Ternyata ada kesamaan di 'grup WA 01 dan 02, sama -- sama prihatin tentang kasus ini, sama -- sama peduli tentang anak, masa depan bangsa.

Dari tengah, saya mau berempati pada saksi korban A.

Pengalaman yang dialami A seperti yang digambarkan dan diceritakan di berbagai media merupakan pengalaman kekerasan. Pengalaman ini merupakan suatu pengalaman traumatik: diluar dugaan, tiba-tiba, tanpa persiapan sebelumnya dan menimbulkan luka tidak hanya fisik namun yang utama adalah luka psikologis. 

Pengalaman tersebut diluar batas kesanggupan A untuk menghadapinya dengan memanfaatkan sumber daya diri dan dukungan sosial yang dimiliki. 

Reaksi psikologis yang umumnya dialami paska pengalaman traumatik: (1) penghayatan emosi negatif yang mendalam, mis: sedih, takut, tidak berdaya bahkan marah, yang menyertai reaksi fisik karena ketergugahan (misalnya: keringat dingin, jantung berdebar-debar); (2) berbagai gejala penghindaran, mis. tidak mau membicarakannya, dan (3) gejala yang berhubungan dengan penghayatan seolah-olah mengalami kembali kejadian di masa lalu tersebut dalam konteks waktu sekarang -- re-experiencing, misalnya tampil dalam bentuk mimpi buruk, flashback. 

Keluarga, lingkungan terdekat dan masyarakat perlu memahami bahwa reaksi traumatik yang dialami tersebut merupakan reaksi yang wajar setelah menghadapi pengalaman yang tidak wajar.

Pernyataan atau tanggapan yang mungkin bermaksud untuk memotivasi, seperti: jangan bersedih, tidak perlu takut, sejatinya kontraproduktif dan tidak menunjukkan empati. Termasuk upaya berbagai pihak dalam rangka mengundang perhatian dan menunjukkan kepedulian untuk mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak dengan berbagai bentuk publikasi yang melanggar privasi (foto ybs di berbagai media sosial, ekspos nama dan data diri: asal sekolah, dll, klip artis pujaan untuk memotivasi) juga merupakan bentuk dukungan yang mungkin berniat baik namun tidak empatik dan tidak mendukung pemulihan korban.  

Sejatinya niat baik saja tidak cukup, apapun bentuk upaya yang berniat baik bagi korban perlu dipastikan tidak mengganggu atau menghambat pemulihan korban, do no harm. Membangun rasa aman pada korban menjadi sangat penting. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun