Mohon tunggu...
Nadya Nadine
Nadya Nadine Mohon Tunggu... Lainnya - Cepernis yang suka psikologi

Lahir di Banyuwangi, besar di ibu kota Jakarta, merambah dunia untuk mencari sesuap nasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hanida

22 November 2019   06:15 Diperbarui: 22 November 2019   07:27 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: everydayhealth.com, karya Roy Scott/ Getty images)

Sungguh tetapi ini adalah mimpi. Mimpi terburuk yang hanya memiliki pintu masuk tanpa ada jalan keluarnya lagi. Di rumah sakit itu aku menjadi tak hidup lagi. Aku mati Hanida, aku sungguh mati..

Ada dua psikiater yang mengklaimmu sebagai pasiennya, seorang menyebutmu Hana seorang skizofrenia, njirrr... Seorang lagi memanggilmu Nia, seorang ibu yang depresi oleh beragam macam percobaan bunuh-diri karena kesedihan yang besar itu bermuara pada amarah yang memiriskan hati. Lalu, seorang lagi adalah psikolog katrok yang mengaku bahwa namamu adalah Ira, klien bipolarnya yang juga insomnia.

Mereka mengaku datang oleh telponmu yang menyebutkanmu over dosis oleh beragam sedativ itu haloperidol-seroquel-xanax-renaquel-dan lain-lain zat-zat yang kau campur-baurkan itu, dan terapi yoga yang justru membuatmu trans. Kesurupan bak dihuni banyaknya roh-roh kegelapan.

Dan, ya Tuhan masih adakah Kau disini?! Tuhan harus bagaimana aku mempercayai semua ini?!

Adalah hal yang lebih membuat jiwa-ragaku beku :

Polisipun datang mengatakan bahwa engkaulah pembunuh paranormal perempuan paruh-baya yang mati ditusuk-tusuk itu, engkau adalah pengunjung terakhirnya bernama Dara yang diketahui oleh asisten paranormal itu, perempuan 30 tahun yang kerap disinggahi jiwa-jiwa lain dalam teropong keilmuwannya. Polisi itu menyodorkan borgol. Dan aku tak sanggup melihat tangan dengan jari-jari lentikmu itu tak lagi bebas, Hanida.

"Aku mencari paranormal untuk mengobati penderitaanku. Tapi ternyata aku bertemu ibuku" itu suaramu Hanida.

"Aku hanya membantu ibuku terbebas dari penderitaan. Dia meninggalkanku, menjualku pada mucikari saat aku masih sepuluh tahun hingga aku terdampar di tempat judi di antah-berantah. Ibu sangat membenciku karena wajahku mengingatkannya pada laki-laki yang telah memperkosanya. Sejak kecil ia sering mengutukiku bahwa lebih baik dia mati ditusuk-tusuk daripada melihat wajahku" oh Hanida engkaukah itu?!

Mungkin memang benar mereka yang datang ini salah. Mungkin memang mereka semua tidak ada yang benar. Bahwa kau bukanlah nama-nama yang mereka klaim itu.

Tetapi akulah yang paling menderita oleh kebenaran yang sesungguhnya. Karena, setelahnya, hanya kepadaku engkau dapat menjelaskannya, bahwa engkau hanya seorang saja. Seorang ; Hanida.

      Seorang Hana.
     Seorang Nia.
     Seorang Ira.
     Seorang Dara.


                                     ***

Somewhere , 17 April 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun