Mohon tunggu...
nadya damayanti
nadya damayanti Mohon Tunggu... Freelancer - scribbler

Þæs ofereode, þisses swa mæg

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengupas Kenyataan di Balik Persaingan Bank vs Fintech

9 April 2019   18:40 Diperbarui: 9 April 2019   18:46 1379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://photos.icons8.com

Sudah menjadi spekulasi umum jika kedepannya dunia teknologi akan mengalahkan ranah konvensional. Mulai dari kemudahan berbelanja, hingga dompet pun sekarang berbentuk dalam jaringan atau online. Tidak heran jika banyak masyarakat, khususnya yang mengikuti perkembangan isu finansial, memprediksi sektor perbankan akan kalah bersaing dengan sektor Teknologi Finansial (atau disingkat Tekfin atau fintech). 

Tetapi apakah kenyataanya teknologi finansial, khususnya Peer to Peer (P2P) Lending sebagai topik utama yang berkaitan akan problematika di atas, akan benar-benar menggeser posisi perbankan? Atau kah kehadiran sektor baru ini dapat menjadi penyokong industri perbankan konservatif?

Sektor Fintech di Indonesia 

Sebelum mengupas lebih lanjut, ada baiknya untuk memahami secara terperinci seluk-beluk fintech, khususnya P2P Lending tersebut. P2P Lending sendiri merupakan wadah online atau platform yang mempertemukan peminjam (borrower) dan pemberi pinjaman (lender/ investor). Menurut Katadata, nilai pinjaman fintech P2P Lending tumbuh 655% menjadi Rp 22,67 triliun dibanding posisi Januari hingga akhir Desember 2018. Sebesar Rp 19,62 triliun (86,7%) mengalir di Pulau Jawa dan sisanya, Rp 3 triliun (13,4%) mengucur ke luar Jawa. 

Di Indonesia banyak sektor fintech menawarkan pinjaman untuk usaha sampai pendidikan, misalnya DANAdidik yang mempertemukan investor dengan mahasiswa sebagai peminjam. Mahasiswa yang membutuhkan dana untuk melanjutkan pendidikan tinggi meminjam kepada investor, lender/ investor ini kemudian mendapatkan imbal hasil sekaligus menjadi impact investor dan memberikan dampak pada pendidikan di Indonesia.

Mitos dan Miskonsepsi Sektor Fintech 

Rata-rata masyarakat yang memiliki asumsi fintech dan bank bertentangan pasti berpikir karena keduanya memberikan produk serupa, yaitu kredit atau pinjaman. Padahal jika menelisik lebih jauh, sasaran yang dituju fintech dan bank sebenarnya berbeda.

Teknologi finansial dapat mewadahi peminjam yang memiliki kapabilitas untuk didanai, tetapi belum mampu untuk menembus credit scoring bank. Serta, membiayai pihak yang belum memiliki rekam jejak untuk mendapatkan kredit dari bank. Pihak di sini berarti masyarakat, termasuk pemilik UMKM, mahasiswa, dan lain sebagainya.

Pendanaan ini jelas berfungsi untuk menaikan inklusi keuangan nasional agar pada akhirnya, mereka siap untuk meminjam pada sektor perbankan. Jadi, pada akhirnya hal ini membuktikan bahwa sebenarnya pihak bank dan fintech memiliki kemungkinan yang besar untuk berkolaborasi membangun perekonomian Indonesia.

Anggapan bahwa kedua sektor keuangan yang 'serupa tapi tak sama' ini saling bertempur salah besar. Sebaliknya, perbankan Indonesia seharusnya lebih memikirkan langkah apa yang selanjutnya dilakukan untuk berkolaborasi dengan fintech. Bahkan pada 2016 silam, sebuah studi dari konsultan manajemen asal Eropa, Accenture, baru-baru ini menemukan bahwa 80% bank di London melihat bekerja sama dengan startup fintech merupakan peluang bisnis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun