Mohon tunggu...
Nadya Rahmi
Nadya Rahmi Mohon Tunggu... -

mahasiswa Pascasarjana FIAI UII

Selanjutnya

Tutup

Money

Lembaga Zakat dan Pengembangan Ekonomi Umat

11 Januari 2018   15:19 Diperbarui: 11 Januari 2018   15:30 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pada peradaban umat manusia, di samping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial yang dapat membutuhkan orang lain. Manusia dalam memperjuangkan dan mempertahankan hidup membutuhkan bantual orang lain.

Hal ini tampak bahwa momen zakat merupakan tonggak dasar dalam menata kehidupan umat manusia dengan asas tolong menolong antara satu dan lainnya. Dengan kata lain, yang mempunyai kelebihan harta (benda) dapat memberikan sebagian kepada orang yang tidak memiliki. Pada pandangan agama Islam juga telah diungkapkan dalam Al-Qur'an surah Al-Maidah (5) : 2 yang artinya sebagai berikut:

...dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

Dalam Islam, zakat menduduki posisi yang sangat penting. Zakat tidak saja menjadi rukun Islam, tetapi juga menjadi indikator dan penentu apakah seseorang itu menjadi saudara seagama atau tidak. Maksudnya, bila seorang muslim telah kena wajib zakat, tetapi tidak mau berzakat, maka ia bukan lagi saudara seagama. Hal ini secara tegas dikemukakan dalam Al-Qur'an, "Jika mereka bertaubat, mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat, barulah mereka menjadi saudaramu seagama".(QS. 9:11)

Secara etimologi (Lughat), zakat memiliki beberapa pengertian. Pertama, berkah, Kedua: tumbuh, berkembang, subur atau bertambah. Menurut istilah syara', zakat itu ialah nama bagi pengambilan tertentu dari harta tertentu menurut sifat-sifat tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu. Jadi, dalam zakat terdapat aturan-aturan khusus yang ada ketentuan-ketentuannya. Selain zakat, dikenal pula istilah infaq dan sedekah. Tetapi infaq dan sedekah tidak ditentukan jumlahnya (bisa besar atau kecil) dan tidak ditentukan pula nishabnya serta sasaran penggunaannya. Dari sini terlihat bahwa zakat bersifat khusus, sedangkan infaq dan sedekah lebih umum.

Kewajiban zakat dan dorongan untuk terus menerus berinfaq dan bersedekah yang demikian tegas itu disebabkan karena di dalam ibadah ini terkandung berbagai hikmah dan manfaat (signifikansi) yang demikian besar dan mulia baik bagi muzakki(orang yang berzakat), mustahiqmaupun masyarakat keseluruhan, antara lain tersimpul sebagai berikut:

  • Sebagai realisasi iman kepada Allah SWT. Berzakat merupakan upaya mensyukuri nikmat-Nya. Zakat adalah ibadah, karena itu aturannya harus sesuai dengan petunjuk syariah.
  • Sebagai sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan umat Islam. Seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia muslim.
  • Menolong. Membantu dan membina kaum Dhuafa'(orang yang lemah secara ekonomi) maupun mustahiq lainnya ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus memberantas sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul ketika mereka (orang-orang fakir miskin) melihat orang kaya yang berkecukupan hidupnya tidak memperdulikan mereka.
  • Untuk mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan dan distribusi harta, sehingga diharapkan akan lahir masyarakat marhamah di atas prinsip ukhuwah Islamiyah dan takaful ijtima'i.
  • Zakat mengembangkan harta benda, pengembangan tersebut dapat ditinjau dari segi spiritual keagamaan berdasarkan firman Allah, "Allah memusnahkan riba (tidak berkah), dan mengembangkan sedekah (zakat)".QS. 2:276
  • Menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan batin dan kehidupan, sekaligus mengembangkan harta yang dimiliki.
  • Menyebarkan dan memasyarakatkan etika bisnis yang baik dan benar.
  •                                   
  • Ahli fiqh membagi zakat kepada dua macam, yaitu zakat fitrah dan zakat harta (maal). Dalam fiqh zakat, ditentukan harta-harta yang wajib dikeluarkan zakatnya (al-amwal az-zakawiyah). Para ahli fiqh secara eksplisit menyebutkan enam jenis kekayaan yang wajib dizakati, yaitu: 1. Emas dan perak, 2. Hasil tanaman dan buah-buahan, 3. Barang dagangan, 4. Binatang ternak, 5. Hasil tambang, 6. Barang temuan. (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah). Sesuai dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan mata pencaharian masyarakat yang terus berkembang, maka jenis-jenis harta yang dizakati juga mengalami perkembangan. Al-qur'an sebagai kitab suci yang universal dan eternal (abadi), tidak mengajarkan doktrin yang kaku, tetapi memiliki ajaran yang elastis utuk dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman. Perkembangan itu terlihat pada jenis-jenis harta yang dizakati.

Bagi umat Islam yang kena wajib zakat, haruslah mengeluarkan zakatnya tepat waktu dan sesuai ukurannya, yang saat ini dapat diserahkan melalui suatu lembaga yang disebut dengan BAZ atau LAZ. Bagi mereka yang enggan mengeluarkan zakat, Allah mengancamnya dengan azab yang pedih. 

Firman Allah SWT: "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa yang amat pedih (At-Taubah, 33). Nabi Muhammad SAW juga dalam sebuah hadits pernah bersabda bahwa orang yang telah mempunyai harta, tetapi tidak membayar zakat, maka pada hari kiamat nanti harta mereka itu menjadi ular yang berbisa dan beracun, maka ular itu melilit tengkuk orang tersebut, dan menyiksanya dengan siksa yang dahsyat. Maka ular itupun berkata, "sayalah hartamu yang engkau timbun selama di dunia tapi tidak engkau keluarkan zakatnya. (H.R Muslim).

  • Fakta sejarah membuktikan di zaman sahabat, Umayyah dan Abbasiyah dalam ekonomi umat, potensi zakat umat digali secara optimal. Di zaman Umar Bin Abdul Aziz, dalam tempo 30 bulan tidak ditemukan lagi masyarakat miskin, karena semua muzakkimengeluarkan zakat dan distribusi zakat tidak sebatas konsumtif, tetapi juga produktif. Kenyataan itu harus kita wujudkan saat ini agar kemiskinan yang menjadi musuh kita dapat diatasi. Dalam sebuah riwayat pernah disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib pernah berkata,"Seandainya kemiskinan berwujud seorang manusia, niscaya aku akan membunuhnya". Makna ucapan khalifah keempat tersebut ialah bahwa ia mendeklarasikan secara tegas "perang terhadap kemiskinan". Pada masa krisis ekonomi yang masih berlangsung, masalah kemiskinan tetap menjadi isu yang sangat penting, karena masyarakat miskin meningkat secara luar biasa dan terjadi ketimpangan yang juga sangat nyata di masyarakat. Oleh sebab itu. Islam menyediakan seperangkat ajaran yang komprehensif untuk memecahkan masalah kemiskinan, diantaranya melalui lembaga zakat, infak dan sedekah.
  • Zakat selain mendorong investasi dan menghambat penimbunan harta juga memberikan dorongan untuk membelanjakan hartanya untuk membeli barang konsumsi baik itu dari pihak pembayarnya maupun dari pihak penerimanya. Sehingga arus modal dari kedua saluran ini, yaitu investasi dan pembelanjaan, akan menciptakan kesempatan kerja bagi jutaan orang, dan bersamaan dengan itu, memelopori cepatnya pertumbuhan pendapatan nasional suatu negara. Dorongan investasi dan pembelanjaan yang ditimbulkan oleh zakat, merupakan manfaat yang sangat besar dalam bidang ekonomi. Tersedianya dana untuk investasi mendorong perkembangan industri dan mempercepat langkah pertmbuhan ekonomi, sekaligus peningkatan dalam hal konsumsi yang lebih besar, sehingga akan menciptakan permintaan secara efektif terhadap produk suatu industri di negara yang bersangkutan. (Afzalurrahman, 1996 : 315).

Untuk melepaskan umat dari belenggu kemiskinan, penyaluran zakat tidak saja digunakan untuk kebutuhan konsumtif, tetapi juga untuk kebutuhan produktif, sehingga zakat menjadi salah satu institusi ekonomi umat dengan pengembangan usaha-usaha produktif umat Islam. Menyalurkan zakat untuk kepentingan produkccctif, bukan berarti meniadakan penyaluran yang bersifat konsumtif, karena distribusi konsumtif itu tetap selalu dibutuhkan, seperti untuk beasiswa, biaya pengobatan fakir miskin, pembangunan sara pendidikan, dan yang lainnya. Penyaluran dan penggunaan dana untuk keperluan produktif bisa diberikan dalam bentuk bantuan modal kepada mereka yang masih punya kemampuan bekerja dan berusaha. Tentunya, disertai pula dengan dukungan teknik dan manajemen bagi kaum ekonomi lemah, sehingga mereka bisa mandiri dan terlepas dari kemiskinan. Dengan demikian, kita tidak lagi memberikan ikan, tapi memberikan pancing. Diharapkan pada tahun-tahun berikutnya si mustahiqtadi tidak lagi sebagai penerima zakat, tetapi telah berubah nasibnya menjadi pembayar zakat (muzakki).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun