Mohon tunggu...
Nadya Agus Salim
Nadya Agus Salim Mohon Tunggu... Guru - Seorang Penulis yang juga berprofesi sebagai pendidik

Nadya. terkenal dengan nama Pena Nadya Agus Salim ,. Ibu dua orang anak ini adalah seorang guru SMK yang memiliki hobby menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tangisan Pilu Anak Seorang Tunanetra

7 Agustus 2021   18:52 Diperbarui: 7 Agustus 2021   18:56 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pontianak, Kota Khatulistiwa termasuk salah satu kota berzona merah. Banyak yang terpapar. Banyak juga yang meninggal. Namun mencari rezeki harus tetap dikerjakan. 

Hari ini Junai dan teman-temannya, para tuna netra yang mencari rezeki dengan cara menjadi pengamen di pasar-pasar tradisional, seperti biasa turun mengais rezeki untuk sesuap nasi.

Sesampainya di pasar, alangkah sedihnya Junai, pasar yang biasanya ramai, kini sepi bak kuburan. Orang-orang takut berada di keramaian.

Jika biasanya penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Meskipun dapat sehari habis di hari itu juga, namun hari ini, untuk membeli satu kilogram beraspun tidak ia dapatkan.

Semua pihak dari siswa TK/PAUD, SD, SMP, SMA/SMK,  para ASN, dan juga beberapa instansi dihimbau untuk berdiam diri di rumah selama 14 hari. Karena PPKM Darurat.

"Ya Allah, makanan apa yang akan kuberikan untuk anak dan istriku hari ini?" lirihnya dengan langkah gontai menuju rumah.

"Ayah ... lapar ...."

Kepedihan semakin bertambah saat tiba di rumah Junai disambut tangis kelaparan anak-anaknya yang masih balita.

"Sabar ya, Ayah cari uang dulu," ucapnya setelah beberapa saat terdiam, memilih kalimat terbaik untuk menenangkan anak-anaknya. Istrinya yang tengah hamil tua, hanya bisa tersenyum getir. Ia tahu kesedihan suaminya tapi tak bisa membantu apa-apa.

Junai tetap harus berikhtiar. Bukankah Allah pasti memberi jalan bagi hamba-Nya yang berusaha?

Meskipun sebagian orang memandang hina 'profesi' yang ia geluti. Namun ia bukanlah orang yang memanfaatkan situasi untuk meminta belas kasihan orang lain. Tanpa mau berusaha bekerja. Himpitan ekonomi dan kecacatan fisiklah yang membuat ia memilih pekerjaan itu. Bukan memilih, tetapi memang tidak ada pilihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun