Mohon tunggu...
Nadir Renjana
Nadir Renjana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akun nulis puisi

Dan keresahan yang beranak pinak pun menjadi rentetan syair murahan yang berusaha aku komersialkan kepada khalayak ramai. Salam cintaku, kepada setiap yang membaca dengan rasa dan keresahan yang sama. -Nadir Renjana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Manusia Si Penunggu Waktu

5 Oktober 2022   16:57 Diperbarui: 5 Oktober 2022   17:01 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Waktu adalah primadona dalam segala hal dan aspek kehidupan. Kelahiran, kematian, pertemuan dan bahkan sebuah perpisahan.

Kelahiran membutuhkan waktu paling tidak sembilan bulan sepuluh hari. Sedangkan kematian membutuhkan waktu seumur hidup untuk ditunggu. Lalu antara pertemuan dan perpisahan hanya membutuhkan waktu jeda yang sempit. Semua tergantung pada sang pewaktu.  

Dan, waktu juga merupakan 'seorang' pecerita handal. Tentang masa lalu dan masa depan yang masih abu-abu, hanya waktu yang mampu untuk mengingat setiap detail pergerakan, alur napas, bahkan momen. Kita hanya mempelajari waktu lalu melalui sejarah, yang belum tentu sepenuhnya sama dan rinci. Untuk masa depan, sejauh ini belum ada yang berhasil membawa diri kesana untuk kembali ke masa kini. Waktu bercerita melalui ingatan-ingatan manusia yang terbatas. 

Waktu seolah bias, jeda antara sebuah pagi dan malam, ada sebuah siang yang dikenal dengan panas dan terik. Waktu masih bias, ketika itu adalah sebuah tentang kata tunggu, nanti dan bahkan besok.

"Nanti, kita menungu waktu yang tepat."

Kalimat paling klise untuk menjelaskan ketidak jelasan dari waktu itu sendiri. Pewaktu sendiri pun mungkin akan bingung kapan waktu yang benar-benar tepat untuk sebuah komitmen yang riskan. Tak ada yang berani menjamin sebuah tepat untuk menentukan waktu. 

Rasanya, manusia dan waktu adalah dua orang yang saling bermusuhan. Manusia yang dinamis dan waktu yang bias. Dan lagi, keduanya terikat dan tidak bisa lepas satu sama lain. Belum lagi manusia yang sangat bergantung pada waktu.

Manusia si penunggu waktu. Kita semua tahu dan paham, menunggu sama saja dengan bergulat dengan waktu. 

"Waktu adalah uang."

Untuk kalimat yang satu ini bisa benar dan salah. Karena, menurutku waktu terlalu luas untuk materi. Tapi, aku tidak menampik bahwa waktu sangat berharga yang bahkan tak bisa dibeli dengan uang sekalipun. Nilai tukar sebuah waktu adalah waktu itu sendiri.

Aku menghargai setiap pertemuan yang sudah pasti akan selalu dibayar dengan waktu. Terlebih orang yang juga menghargai pertemuan itu sendiri. Tidak semua orang mau meluangkan waktu lama untuk sebuah pertemuan sia-sia. 

Tapi, coba pikirkan, siapa yang sebenarnya yang lebih dulu, manusia menemukan waktu atau waktu yang menemukan manusia.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun