Mohon tunggu...
Nadia Ulyi
Nadia Ulyi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Jambi

Mahasiswa Administrasi Pendidikan 2018

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Solusikan Pendidikan Inklusi bagi Peserta Didik Difabel?

21 April 2021   14:29 Diperbarui: 21 April 2021   14:50 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dalam kehidupan sehari-hari, Pendidikan merupakan hal yang sangat sensitif ketika di perbincangkan. Karena untuk mewujudkan suatu bangsa yang berkarakter dan berwawasan luas, Indonesia membutuhkan pondasi yang kuat yang mana menurut saya pondasi itu adalah pendidikan. Hampir semua lapisan, golongan masyarakat di wajibkan untuk mengenyam pendidikan baik formal maupun non formal baik itu untuk peserta didik reguler maupun peserta didik yang berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusif mengacu pada pendidikan yang memungkinkan siswa penyandang disabilitas (seperti penyandang disabilitasmental dan fisik) untuk bersekolah di sekolah umum dan berpartisipasi dengan siswa lain. Sekolah harus mempersiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan, seperti lorong SLB, WC khusus, tangga khusus, dll. Pasal 129 Ayat (3) PP No 17 tahun 2010 menetapkan bahwa peserta didik berkebutuhan khusus terdiri atas peserta didik yang tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, lamban belajar, autis, gangguan motorik, dan memiliki kelainan lain.
Perhatian dan kepedulian organisasi dunia untuk mewujudkan pendidikan setara serta dapat diakses oleh semua peserta didik ditandai dengan adanya: Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948; Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948. Konvensi 1989 tentang Hak Anak; Konferensi Dunia 1990 tentang Pendidikan untuk Semua; Kesetaraan Kesempatan bagi Penyandang Disabilitas, 1993; Pernyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusif, 1994. Konvensi tersebut mempengaruhi kebijakan dan praktik pendidikan, khususnya pendidikan khusus di banyak negara termasuk Indonesia. Banyak negara di Amerika dan Eropa secara aktif menjalankan sistem inklusif ini. Seperti halnya Indonesia, setiap negara memiliki pendekatan dan strategi yang berbeda. Padahal, penyelenggaraan pendidikan inklusi tidak perlu harus sama di semua negara, karena keberhasilan metode di satu negara belum tentu kompatibel dengan negara lain, yang utama adalah persamaan pemmahaman.
Keberadaan pendidikan inklusif membutuhkan perhatian lebih. Diharapkan dengan adanya pendidikan inklusi dapat memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak atas pendidikannya. Namun, apakah pendidikan inklusi baik bagi bagi peserta didik 7 yang berkebutuhan khusus, pihak sekolah dan masyarakat? Menurut saya, iya. Karena siswa dengan kebutuhan khusus memiliki kecenderungan dengan pendidikan yang khusus pula yang mana hal tersebut bertujuan agar anak berkebutuhan khusus merasa nyaman dan tidak merasa asing sehingga pendidik ataupun pihak sekolah dapat melihat serta mengembangkan potensi yang di miliki oleh anak berkebutuhan khusus tersebut. Dan apabila pendidikan inklusi ini mendapat perhatian yang baik maka di masyarakat yang memiliki anak berkbutuhan khusus tidak merasa malu, minder karena takut anaknya dikucilkan ataupun di bully jika bergabung dan membaur di luar lingkungan keluargannya.
Namun pertanyaan lain yang sering diperdebatkan ialah apakah peserta didik difabel dan non difabel lebih baik digabung atau di pisah? Menurut saya perlu, karena yang pertama, jika di gabung anak difabel itu tidak akan merasa nyaman karena tidak bisa di pungkiri anak difabel tersebut akan di ejekin bahkan di bully oeh anak yang non difabel, yang kedua, daya tanggap ataupun kecerdasan anak difabel itu pasti berbeda dan tidak bisa disamakan dengan anak non difabel (sesama anak non difabel pun tidak semua memiliki daya tanggap yang sama apalagi jika dibandingkan dengan anak difabel pasti sangat jauh berbeda). Yang ketiga, tidak semua guru dapat mengatasi anak difabel karena untuk mendidik ataupun mengatasi anak difabel ini dibutuhkan tenaga pendidik yang ahli dan handal dalam mendidik anak difabel. Yang keempat, anak difabel tidak bisa disamakan kurikulum dan metode pengajarannya dengan anak non difabel. Dan masih banyak lagi hal yang harus di pertimbangkan jika ingin menggabungkan anak difabel dengan anak non difabel.
Dilihat dari berbagai kendala yang ada, jelas bahwa pendidikan inklusif harus dipersiapkan secara optimal. Dari hal terkecil hingga keseluruhan, kita harus mempertimbangkan dan membuat persiapan penuh. Mulai dari tenaga pendidik, sarpras, kurikulum dan metode pengajaran.
Jadi dapat saya simpulkan bahwasannya peserta didik difabel harus mendapatkan perlakuan khusus dari anak non difabel yang mana anak difabel lebih baik dipisahkan dengan anak non difabel agar anak berkebutuhan khusus merasa nyaman, bebas berekspresi tanpa merasa takut di ejek dan tidak merasa asing sehingga pendidik ataupun pihak sekolah dapat melihat serta mengembangkan potensi yang di miliki oleh anak berkebutuhan khusus tersebut. Dan menurut saya Pendidikan inklusif adalah salah satu solusinya, sehingga anak berkebutuhan khusus berhak dan bisa mendapatkan hak atas pendidikannya.

Sumber:
Sunaryo. 2009. Manajemen Pendidikan Inklusif. Makalah Jurusan PLB. Bandung: UPI. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196105151987031-JUANG_SUNANTO/manajemen_pend.inkusif.pdf

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun