/1/Â
Jalanan lenggang, sunyi; hilang tunggangÂ
Berawal dari sebuah benda hidup kecil tak kasat mata; runtuh sudah pertahanan manusiaÂ
Terhisap akan sebuah petaka; korban insan bernyawa.Â
Kumpulan asap mengepul; pertanda mudik akan munculÂ
Kini hanya wacana; lunglai berbalut nestapaÂ
Karat pun tak terelak; mati motor tak bernyawa.Â
/2/
Bulan suci nyatanya tinggal menghitung detik
Pamit pada manusia; usai melenggang pergi
Hanya tersisa hawa keharuan; walau hati tak karuan.
Tertinggal;
Merantau;
Hanya kenangan.
/3/
Seharusnya alunan takbir kembali semarak
Berkeliling; bersorak menyambut kemenangan
Kini, hanya terdengar sedu dari balik surau; menyeka air yang turun dari pelupuk mata.
Sayang,
Tak ada lagi makan bersama; sajian lontong berkuah, kolang kaling berwarna merah
Tak ada lagi berkunjung ke tetangga; terkurung di rumah, sungkeman via virtual maya.
/4//
Lebaran tahun ini semakin sepi saja,
Bukde, Paklek serta Sepupu urung bersua
Bukan perkara jarak dan waktu; ini berbicara cinta keluarga karena tak ingin hilang meninggalkan nama.
Biarlah ini menjadi cerita,
Bahwa pernah ada suatu masa; tidak lagi bisa bersenda canda
Berpeluk mesra; saling menguntai maaf dari relung atma.
Kembali gumpalan merah di tubuh bertanya,
Apakah Nenek baik-baik saja di Alam Barzah? Tanpa was-was;
Doakan kami supaya bumi lekas pulih dan segera berkunjung kembali ke pusaramu di hari raya.
2020