Mohon tunggu...
Nadia Maisya Putri
Nadia Maisya Putri Mohon Tunggu... Sejarawan - Mahasiswa Universitas Andalas

Menyukai sesuatu hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Wilayah Pertahanan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

9 Desember 2022   16:00 Diperbarui: 9 Desember 2022   16:05 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

“Menghentikan perjuangan berarti penghianatan terhadap cita-cita semula dan terhadap korban yang telah jatuh mati atau cacat di medan perjuangan” – Syafruddin Prawianegara.

 Perjuangan bangsa Indonesia tidak hanya terjadi pada masa sebelum kemerdekaan. Tetapi juga sesudah kemerdekaan, yang semakin berat. Kedatangan Belanda bersama sekutu berniat mengambil kembali tanah jajahannya. Bangsa kita yang baru merdeka tidak akan tinggal diam mengenai hal itu. Tonggaknya ketika terjadi agresi militer Belanda II yang melakukan serangan.

 Yogyakarta sebagai ibu kota darurat dikuasai Belanda. Sebagian besar tokoh nasional ditahan dan diasingkan dari Jawa. Indonesia mengalami kekosongan kekuasaan. Melihat hal itu, Belanda melancarkan propaganda pada dunia Internasional bahwa Indonesia telah mati.

 Sebelum ditahan Belanda, Soekarno-Hatta mengirim kawat kepada Menteri Kemakmuran, Syafroedin Prawiranegara yang berada di Bukittinggi. Pada saat itu, Belanda belum menguasai wilayah Sumatera. Selain Syafroedin, kawat juga dikirim ke Dr Sudarsono, LN Palar, dan AA Maramis yang berada di India. Hal ini juga mengantisipasi jika perjuangan dalam negeri gagal, maka dibentuk pemerintahan darurat di luar negeri.

 Atas mandat tersebut, Syafroedin segera membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) bersama para pejuang. PDRI merupakan penyelenggaran pemerintahan darurat yang terjadi pada 22 Desember 1948 – 13 Juli 1949 di Sumatera Tengah. PDRI ini sebagai bukti bahwa negara Indonesia masih hidup ditengah penahan tokoh-tokoh politik oleh Belanda.

Mulanya pusat PDRI berada di Bukittinggi. Akan tetapi Belanda menguasai wilayah ini. Syafroedin beserta para pejuang bergerak ke Halaban, sekitar 15 kilometer arah selatan Payakumbuh, Sumatera Barat.

  Di Halaban, diadakan rapat dadakan atau dikenal dengan Kabinet Pertama PDRI. Syafroedin ditunjuk sebagai ketua dengan wakil Mr. Teuku Mohammad Hasan. Rapat ini diadakan pada tanggal 22 Desember 1948 selama tiga hari. Hasil keputusan rapat mengenai susunan kabinet dan kendala yang dihadapi kekurangan sumber daya manusia.

Taktik yang dilakukan PDRI dalam bergerilya ialah menaruh mata-mata disetiap pos penjagaan. Mata-mata ini merupakan penduduk sekitar yang mendukung gerakan PDRI. Jika Belanda datang maka mereka akan menghubungi anggota PDRI untuk berpindah tempat melanjutkan perjuangan.

 Rombongan PDRI kemudian bergerak ke Kampar namun Belanda sudah menduduki wilayah tersebut. Akhirnya mereka memutar arah menuju Taluak Kuantan terus ke Sungai Dareh. Kemudian diputuskan untuk markas selanjutnya di Bidar Alam, Solok Selatan.

 Perjalanan menuju Bidar Alam melawati medan yang sulit dan dibawah ancaman. Belanda menyiapkan pesawat tempur berpatroli. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dibagilah dua rombongan. Rombongan pertama dipimpin Syafroedin melewati jalur sungai. Sedangkan rombongan kedua dipimpin Moh Hasan menempuh jalur darat.

 Sesampainya di Bidar Alam, para pejuang PDRI disambut hangat dan gembira masyarakat. Rakyat Bidar Alam ikut membantu baik moral maupun materil. Nasionalisme menggema dan tumbuh subur di negeri terpencil itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun