Oleh: Diva Regina, Egia Ninta, Imenlda Tiara, Nadia Setia, Ida Maria, Kristianti Adilla, Naek GideonÂ
Mahasiwa Universitas Sumatra Utara, Program Studi Administrasi Bisnis. Fakultas Ilmu sosial dan Politik, MedanÂ
Pungutan liar atau biasa disingkat pungli dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh dan untuk kepentingan pribadi oknum petugas secara tidak sah atau melanggar aturan dan hukum yang ada .Pungutan liar menjadi salah satu bentuk tindak pidana yang sudah sangat akrab terdengar di telinga masyarakat. Pada dasarnya pungutan liar dan korupsi merupakan perbuatan yang sama dimana kedua perbuatan itu menggunakan kekuasaan untuk tujuan memperkaya diri dengan cara melawan hukum. Sehingga secara tersirat dapat kita temukan di dalam rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 423 KUHP. pungutan liar ini dilakukan karena ada beberapa faktor seperti penyalahgunaan wewenang, faktor ekonomi di mana pelaku merasa kurang dengan pendapatannya sehingga mencari sarana lain untuk menambah penghasilan dengan cepat, lemahnya sistem kontrol dan pengawasan oleh atasan dan lain sebagainya. maka dari itu  praktik pemungutan liar di masyarakat ini sangat membahayakan.
Pemungutan yang tidak ada landasan aturan yang jelas ini sangat meresahkan masyarakat sebab korban dari kegiatan ini mau tidak mau harus membayar sejumlah uang yang di tentukan oleh pelaku pungli agar urusan korban dalam mengurus sesuatu dapat diurus sebagaimana mestinya. biasanya para pelaku pungli ini mengambil kesempatan untuk melakukan hal tersebut ketika seseorang ingin mengurus berkas yang bisa diselesaikan oleh pelaku atau berkaitan dengan pekerjaannya. Kebanyakan pungli ini juga dipungut oleh pejabat atau aparat, walaupun pungli termasuk ilegal dan digolongkan sebagai korupsi karena sistemnya yang memeras korban, tetapi pada kenyataan hal ini masih banyak terjadi di sekitar kita sendiriÂ
maka dari itu untuk membuktikan  bahwa pungli ini sering kali dilakukan, kami melakukan sebuah penelitian di mana datanya  dari penelitian ini adalah data kuantitatif yang hasil datanya di peroleh dari pembagian kuesioner yang dibagikan kepada mahasiswa aktif. pengambilan data ini di ambil dari 44 mahasiswa aktif yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini.
lalu apa yang dapat disimpulkan dari penelitian tersebut ?
Dari hasil yang diperoleh, data itu menunjukkan bahwa pungli ini sudah sering dilakukan di lingkungan sekitar mereka sendiri bahkan mereka pernah menjadi korban dalam kegiatan tersebut karena mereka menganggap mereka tidak mempunyai pilihan selain ikut permainan kotor tersebut dan dari jawaban mereka juga tidak di pungkiri bahwa jenis korupsi yang dilakukan oleh berbagai oknum ini baik dari Internal Kantor Pertanahan Kabupaten, maupun Kepala Desa dan beberapa perangkat Desa lainnya sudah menjadi hal yang biasa. Â Bahkan hal ini akan terus berlanjut jika tidak ada tindakan atau hukuman tegas.Â
Maka dari itu, mulai sekarang Masyarakat harus mulai berani melaporkan praktik- praktik pungli. Masyarakat tidak perlu merasa dirinya sebagai objek yang dapat diperlakukan sewenang wenang melalui praktik pungli karena secara yuridis justru masyarakat berhak mendapatkan pelayanan baik dari negara sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku. Namun upaya pemerintah untuk memberantas pungli yang sangat masif itu bukan hal yang mudah dilaksanakan di tingkat lapangan. Jadi pungli menjadi semakin masif karena ada sinergi kepentingan pemegang kewenangan publik dengan masyarakat (publik) selaku pihak yang membutuhkan. Praktik pungli dengan demikian, harus ditindak tegas oleh negara. Oleh karena itu langkah pemberantasan praktik pungli, melalui Perpres Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli harus dibuktikan di lapangan, dan masyarakat pun harus berani ikut mengungkap praktik pungli.