Mohon tunggu...
Nadhirariani
Nadhirariani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Interculturalist

Mahasiswa MBA President University

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Rahasia Marketing ala Korea

15 Maret 2021   08:44 Diperbarui: 15 Maret 2021   08:47 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Belakangan siapa yang tidak kenal dengan drama Hospital Playlist, Start Up, atau film Parasite yang memenangkan 4 penghargaan pada Academy Awards, atau mungkin, grup band ternama asal Korea, BTS?

Satu dekade terakhir, produk Korean Wave atau dikenal dengan budaya pop Korea, banyak bermunculan dan menjadi trend baru di industri kreatif dunia. Produk dari Hallyu saat ini sangat beragam, mulai dari drama, film, musik, webtoon, hingga kini mulai merambah pada industry online game. Dari mulai remaja hingga para ibu rumah tangga menikmati berbagai sajian hiburan dari Negeri Gingseng tersebut. Bahkan, bukan hanya para wanita, tak jarang pria yang jatuh hati mengidolakan "Girl Band" dari Korea.

Tapi, taukah Anda bahwa Hallyu berawal dari upaya pemerintah Korea membangun image nasional? Bagaimana relasi Hallyu dengan produk-produk asal Korea Selatan? Yuk, simak lebih lanjut dalam artikel ini.

Citra kelam Korea

Korea Selatan merdeka dari Jepang pada tahun 1945, dan resmi menjadi negara Korea pada 15 Agustus 1948. Namun, dampak dari perang dunia, Korea yang sebelumnya merupakan sebuah kerajaan yang terhampar di sepanjang semenanjung antara Cina, Rusia, dan Jepang tersebut akhirnya terbagi menjadi Korea Utara dan Korea Selatan. Gejolak politik dan ideologi antar kedua Korea terus berlangsung hingga terjadi Perang Korea pada tahun 1950 sampai agresi militer pada tahun 1953.

Perang Korea merupakan sebuah malapetaka bagi kedua Korea karena memakan banyak korban, baik tentara maupun warga sipil, serta menghancurkan infrastruktur serta industri Korea. Kedua Korea mengalami keterpurukan ekonomi serta kesulitan untuk pulih. Dikutip dari The Guardian, pasca perang, Korea Selatan merupakan salah satu negara termiskin di dunia dengan pendapatan per kapita berkisar pada 64 Dollar Amerika. Keterpurukan yang terjadi pada masa ini membuat Korea banyak diasosiasikan pada ketidakstabilan dan kemiskinan.

Selepas agresi militer, Korea Selatan masih terus mengalami kesulitan untuk membangkitkan perekonomiannya, karena masalah politik internal serta korupsi yang merajalela. Perekonomian Korea mulai berangsur membaik dengan munculnya industrialisasi. Sayangnya, keadaan tersebut tidak bertahan lama. Korea kembali menghadapi tantangan pasca krisis ekonomi 1997-1998.

Walaupun telah mendapatkan pinjaman dari IMF, kondisi pasca krisis Ekonomi menempatkan Korea pada posisi yang sangat tidak menguntungkan. Dikutip dari ulasan konsultan marketing asal Denmark Martinroll, pada masa ini, Korea masih memiliki "image" buruk di mata dunia. Dunia masih melihat Korea sebagai negara yang miskin dan tidak stabil. Akibatnya, investasi asing ke Korea sangat rendah, kondisi pariwisata sangat lemah, serta muncul banyak sikap skeptis dari Dunia.

Perubahan Citra Korea melalui Korean Wave

Saat krisis ekonomi melanda Korea, Presiden Kim Dae Jung melihat peluang dari industri hiburan sebagai kendaraan untuk memperkenalkan Korea pada dunia dan 'mengganti baju' Korea yang selama ini banyak diasosiakan dengan hal-hal negatif. Ia menyuntikan dana untuk Badan Konten Kreatif Korea dan memberikan support diplomatis untuk ekspor produk budaya tersebut. Tujuan utama presiden Kim Dae Jung saat itu jelas, yaitu membangun citra baru dari Korea dengan produk budaya (saat itu dimulai dengan drama).

Berangkat dari berbagai karakter dan scenario dalam produk Korean Wave, Korea mulai  menyentuh emosi konsumen dan mendapatkan empati dari mereka. Karya awal Korean Wave yang mendapatkan banyak perhatian publik dunia diantaranya adalah My Sassy Girl (2001), Winter Sonata (2002), Jewel in the Palace (2003) serta berbagai drama lainnya. Melalui karya tersebut, Korea menyampaikan "produk" lain, yaitu sebuah pesan yang secara tidak sadar diterima oleh konsumen, yaitu sebagai gambaran atas dinamika kehidupan di Korea dan memperkenalkan sisi lan Korea pada dunia. Drama-drama tersebut mengangkat citra korea dan menghilangkan secara perlahan kesan 'negara miskin' yang awalnya merupakan citra Korea.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun