Mohon tunggu...
Nadhifatul Nur Anita
Nadhifatul Nur Anita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa yang unggul

Budayakan membaca agar banyak mengetahui informasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengajari Anak untuk Mengelola Rasa Marah

5 Desember 2022   20:20 Diperbarui: 5 Desember 2022   20:19 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Anger atau marah dapat diartikan sebagai ekspresi wajah yang berhubungan dengan pola perilaku yang ditandai dengan ketegangan tubuh, punggung melengkung, alis berkerut, dan bentuk mulut persegi. Ketika perasaan marah tersebut terjadi pada anak maka ekspresi marah dapat diartikan secara luas sebagai akibat dari gangguan psikis atau fisik dalam aktivitas yang bersangkutan. Anak menjadi marah ketika apa yang mereka inginkan tidak terpenuhi atau dicegah. Sebagian besar teori di balik perasaan marah dapat dikaitkan dengan pendekatan atau motivasi artinya anak dapat mengungkapkan emosi apa yang dirasakan dan apa yang sedang terjadi. Perspektif fungsionalis emosional ini memiliki tujuan agar ia dapat mengatasi masalahnya untuk mencapai apa yang diinginkannya. Dengan adanya perasaan marah anak dapat memotivasi dirinya sendiri sehingga dapat lebih dekat dengan sumber kemarahannya terbukti bahwa memberikan hal tersebut berhubungan dengan peningkatan perilaku dan motivasi penghargaan. Kemarahan dikaitkan dengan peningkatan aktivitas lobus frontal kiri, dan penurunan aktivitas lobus frontal kanan juga dapat dikaitkan dengan perilaku pendekatan secara umum.

            Rasa marah tidak pada orang dewasa saja tetapi pada anak-anak juga bisa marah. Namun pada orang dewasa bisa mengkondisikan marahnya sedangkan pada anak-anak tidak bisa mengkondisikan amarahnya sendiri. Maka dari itu peran orang tua dalam mengajari anak untuk mengelola rasa marah dan emosi. Selain itu, temperamen masa anak-anak dikaitkan dengan kesulitan pada akademik, penolakan teman sebaya, dan kesehatan mental yang buruk di masa dewasa. Kurangnya peran orang tua dalam memberikan pendidikan intelektual dan emosional pada anak usia dini dapat mempengaruhi kesehatan mental anak pada masa kedepannya. Peran orang tua dalam membangun rasa percaya diri anak adalah menjadi pendengar yang baik, menunjukkan rasa hormat, memberikan kesempatan, membantu, melatih kemandirian anak, dan membantu anak menjadi lebih optimis. Jika anak melakukan kesalahan, bukan berarti orang tua berhak memarahi atau membentak anak. Saat dimarahi, ditakuti, diancam dan dimarahi anak akan tetap diam. Hal ini menyebabkan rasa takut salah dan anak kehilangan kepercayaan diri.

Jika anak sudah kehilangan rasa percaya diri maka anak didekati dengan baik-baik dan dikasih masukan agar anak dapat mengolah apa yang sedang dibicarakan oleh orang tua atau gurunya. Bisa juga mengajari anak tentang salah satu cara terbaik untuk menghadapi anak yang marah adalah dengan mengajari mereka teknik manajemen kemarahan. Contoh paling sederhana adalah latihan pernapasan yang ditujukan untuk menenangkan anak ketika sedang marah. Selain itu bisa juga dengan bermain lego cara yang bagus untuk menghilangkan stres dan terlibat dalam percakapan yang bermakna dan menyenangkan. Anak-anak mengembangkan keterampilan komunikasi yang penting dengan bermain lego. Kemampuan ini termasuk untuk menggambarkan sebuah ide, menggambarkan bagian yang sudah selesai, berbicara tentang prosesnya, dan mengungkapkan apa yang mereka mainkan.

            Selain dengan cara bermain lego orang tua juga mendengarkan apa yang dia mau sebelum orang tua memarahinya alangka baiknya mendengarkan ceritanya yang sedang mereka rasakan, jangan kasar terhadap anak apalagi main fisik (memukul) terkadang orang tua terbawa emosi pada kondisi itu, menghibur anak dengan apa yang menurut ia menjadi kesukaannya agar anak dapat kembali bahagia tidak marah lagi, orang tua harus bersama anak pada saat mereka sedang marah karena anak itu mencari perhatian dan juga orang tua memberi perhatian pada anak agar anak tidak terus menerus marahnya, mengenalkan kesalahan yang diperbuat oleh anak agar anak tau bagian mana yang salah.

Fungsi anger disini berperan sebagai bentuk komunikasi dengan lingkungan, sebagai bentuk kepribadian dan penilaian terhadap dirinya sendiri, sebagai bentuk tingkah laku yang dapat diterima oleh lingkungannya dan sebagai upaya pengembangan diri. Ketika anak marah akan menunjukkan ekspresi yang tidak pantas saat marah. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam mengembangkan keterampilan sosial yang rendah dan berdampak buruk pada prestasi akademik anak. Ekspresi kemarahan sering dikaitkan dengan berbagai hasil perilaku anak, mempengaruhi interaksi teman sebaya, mengganggu keterampilan pemecahan masalah sosial, dan mempengaruhi kesejahteraan fisik anak, mengganggu kesehatan masyarakat.

Manfaat marah ada yang negatif dan positif contoh dari marah positif yaitu kemarahan yang memunculkan motivasi atau perhatian seperti orang tua memarahi anak bukan semena-mena kesalahannya tapi orang tua menyuruh anak agar tidur tepat waktu sehingga pola tidur yang teratur dan marah yang negatif yaitu orang tua melampiaskan marahnya kepada anaknya pada saat mereka sulit diatur dan anak yang dimarahi secara keras oleh orang tua mereka mengalami penderitaan yang luar biasa. Rasa sakit ini bahkan bisa membuat seorang anak merasa kesepian karena diasingkan dari dunia di sekitarnya. Hal ini membuat anak-anak lebih rentan terhadap depresi dan kecemasan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun