Mohon tunggu...
Nadia Basri
Nadia Basri Mohon Tunggu... -

Pembelajar, Economicholic, Love My Country Indonesia. (Study at The Business School, Bournemouth University, UK)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengecek Kebenaran Perbandingan Data Kemiskinan dan "The Bottom 40%" Versi SBY

2 Agustus 2018   19:52 Diperbarui: 2 Agustus 2018   19:57 1173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
financialexpress.com

Setelah Badan Pusat Statistik (BPS) secara resmi merilis jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2018 yang presentasenya terendah sepanjang sejarah, yaitu 9,82 persen atau 25.95 juta orang (pertama kali satu digit), banyak orang memperdebatkan metode perhitungannya. Setelah perdebatan itu selesai dengan penuh kepastian bahwa metode yang digunakan sudah sesuai dan telah digunakan selama puluhan tahun, jagat Indonesia kembali dibuat geger.

Kali ini karena pernyataan mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyebut 100 juta (40 persen) rakyat Indonesia merupakan penduduk miskin.  

Sontak pernyataan mantan presiden SBY dibantah oleh banyak pengamat ekonomi dan tak lepas dari hujan "bully-an" dari para netizen Indonesia yang memang terkenal sangat kejam. Karena itulah SBY kemarin, Rabu (2/8/2018) mengklarifikasi pernyataannya melalui akun twitternya.

Di cuitannya, SBY mengaku angka 100 juta penduduk miskin Indonesia adalah mekanisme penghitungan "the bottom 40%" yang disusun oleh World Bank. SBY pun kemudian melengkapi klarifikasinya yang coba membandingkan penurunan presentase kemiskinan saat ia memimpin selama 10 tahun, yaitu turun 6 persen (angka aslinya 5,7 persen) sementara Jokowi selama ini hanya menurunkan angka kemiskinan 1 persen (angka aslinya 1.14 persen)

Saat duduk di bangku sekolah dahulu, saya salah satu orang yang sangat mengidolakan SBY. Akan tetapi, tanpa mengurangi rasa hormat, dalam tulisan ini saya akan coba mengoreksi bagaimana beliau menghitung dan menginformasikan data tentang kemiskinan kepada khalayak.

Terkait data penurunan kemiskinan, saya perlu mengoreksinya, karena dalam ilmu ekonomi wajib hukumnya untuk melakukan perbandingan secara "apple to apple" atau membandingkan dengan tepat. Itu guna menghindari kekeliruan kesimpulan dan hasil, karena alat ukur yang digunakan tidaklah sama. Misalnya, tentu kita tidak akan membandingkan kecepatan atlet yang berlari 100 meter  dengan kecepatan atlet yang berlari 1.000 meter, karena ada banyak perbedaan di sana.

Perbandingan penurunan kemiskinan SBY selama 10 tahun pun tidak bisa dibandingkan dengan penurunan kemiskinan di era Jokowi yang baru menjabat sekitar 4 tahun. Jadi, mari kita coba bandingkan penurunan angka kemiskinan di 4 tahun pertama SBY menjabat (2004-2008). 

Pada saat itu, jumlah penduduk miskin pun hanya turun 1,19 juta orang dari yang sebelumnya 36.15 juta orang menjadi 34.96 juta di Maret 2008.

Sementara itu, pada 4 tahun pertama pemerintahan Jokowi, jumlah penduduk miskin turun 2.33 juta orang (dua kali lipat dari jumlah penurunan penduduk miskin di 4 tahun pertama SBY memimpin) dari 28.28 juta orang menjadi 25.95 juta orang pada Maret 2018. Jika ingin membandingkan secara "apple to apple" mau tidak mau begitulah faktanya.

Bahkan, di era SBY pernah terjadi lonjakan angka penduduk miskin terbesar dari 35.10 juta orang ke 39.30 juta orang. Jumlah penduduk miskin meningkat dari 15.97 persen ke 17.75 persen (Februari 2005 ke Maret 2006). Sesuatu yang tidak pernah terjadi di era reformasi bahkan setelah itu, tidak pernah terjadi lagi. Perlu dicatat, saat itu pun krisis perekonomian global belum terjadi (krisis terjadi tahun 2009).

Pun dengan perhitungan "the bottom 40%" SBY. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti, mengatakan perhitungan SBY keliru. "The bottom 40%" World Bank menggunakan rumus Purchasing Power Parity (paritas daya beli). Teori yang diperkenalkan oleh David Ricardo dan dipopulerkan oleh ekonom Swedia Gustave Cassel pada 1920.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun