Mohon tunggu...
nada Tputri
nada Tputri Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Universitas Atma Jaya Yogyakarta'15 Let's be friend! Ig : @nadatputri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nilai Berita sebagai Kelayakan Sebuah Berita

7 Februari 2018   05:22 Diperbarui: 7 Februari 2018   05:26 1134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nilai Berita sebagai Kelayakan Sebuah Berita

Menulis berita dengan konten yang menarik tidaklah mudah. Ada banyak berita yang hanya memikirkan konten, namun tidak memikirkan "cara penulisan" yang baik tanpa merugikan siapapun di dalamnya. Tidak sedikit orang menganggap sebuah tulisan hanyalah sebuah tulisan. Jika dimaknai lebih dalam, tulisan merupakan cara penyampaian imajinasi seorang penulis secara tidak langsung. Namun, berbeda dalam penulisan berita, seorang penulis tidak boleh memaparkan opini mereka pada berita tersebut.

Sebuah berita merupakan pusat informasi kepada masyarakat. Adanya makna seperti ini, maka dapat ditegaskan bahwa penulis harus menulis sebuah berita, khususnya straight news tidak berdasarkan pernyataan pribadi dan tidak pernah menyatakan "apa" yang membuat adanya suatu peristiwa (Horne, 1990, hal.22). Pernyataan akurat, sesuai fakta, tidak dilebihkan atau dikurangi yang dapat dibuat menjadi sebuah berita

Baca: Pentingnya Berita

Penulisan berita ini, nantinya juga akan mempengaruhi pandangan masyarakat untuk kehidupan mereka kedepannnya. Berita yang berdasarkan opini mampu menumbuhkan sikap ragu masyarakat terhadap para Jurnalis, bahkan terhadap berita mereka sendiri. Sedangkan, berita yang ditulis dengan fakta, mampu menumbuhkan sikap percaya terhadap informasi yang diberitakan terhadap Jurnalis tersebut.

Namun, kini hal tersebut dapat dikatakan cukup sulit. Mengapa? Karena tidak sedikit Jurnalis atau bahkan netizen jurnalis yang menjadikan sebuah berita tidak penting menjadi penting. Misalnya; Lelaki Berkumis Itu, Menggendong Istrinya dengan Penuh Cinta. Cerita seperti inilah yang bisa dijadikan sebuah berita. Jika dilihat dari nilai beritanya, kriteria dalam penulisan nilai berita tidaklah masuk. Selain itu, jika judul ditetapkan seperti itu, maka penulis menggambarkan situasi dengan perasaan yang naik ke otak.

Perasaan pribadi tidaklah dapat dijadikan alasan dalam penulisan berita, itu hanya dapat merusak isi atau jalan berita yang telah ditentukan. Selain itum masyarakat juga akan sama kecewanya dengan penulis yang melakukan. Maka dari itu, verivikasi hasil tulisan kepada editor sangatlah penting.

Salah satu contoh berita, yang belum/tidak memiliki nilai berita terhadap tulisannya adalah dar media Detik.com. Judul berita yang diangkat mengenai "Saat Sri Mulyani 'Bingung' Merangkai Kata di Rapat dengan DPR". Berita ini merupakan berita penting-tidak penting, sama halnya seperti; manusia makan anjing, berita seperti ini tentu sudah banyak ditemukan, akn tetapi berita terseut sudah tidak menarik lagi. Namun, anjing makan manusia, berita seperti ini tentu saja sangat menarik, akan tetapi hal tersebut tidak mungkin terjadi. Informasi seperti ada jika dilebih-lebihkan atau melebihi fakta. Misalnya; fakta mengatakan bahwa anjing tersebut hanya menggigit manusia, namun berita meluasinya menjadi anjing memakan manusia. Terlebih lagi, kasus ini bisa menjadi leih populer lagi jika 'anjing memakan manusia' tersebut sebagai judulnya.

Judul sangat mempengaruhi isi berita, jika beritanya tidak sesuai fakta-maka-berita tersebut dapat membuat reaksi tersendiri bagi masyarakat. Berita mengenai Menteri Pendidikan saat merangkai kata, bukanlah hal yang penting. Nilai berita yang di tuangkan tidak ada, Prominence (nilai berita untung public figure) sekalipun tidak masuk. Judul yang menggunakan "bingung" merupakan kata sifat, pada standar penulisan jurnalistik, kata sifat sangatlah dibuang. Menggunakan kata sifat tidak ada habisnya, penjelasan yang diberikan pun nantinya tidak relevan.

Isi beritanya juga tidak mendukung, saat kejadian Sri Mulyani dikatakan "bingung" itu, ia hanya memperbaiki kalimat yang kemungkinan ia lupakan. Akan tetapi dari segi judul membuat pembaca berfikiran bahwa Sri Mulyani benar-benar bingung dan tidak tahu ingin menyampaikan sesuatu yang dianggap penting, benar-benar speechless sampai bikin malu. Inti dari isi beritanya pun hanyalah menjelaskan empat poin hasil rapat para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Leadatau kepala berita pada berita tersebut juga cukup menarik untuk membuat berita tersebut di baca, karena kata-kata yang digunakan adalah "gelak ketawa" jadi seolah-olah para peserta rapat benar-benar menertawai menteri pendidikan ini secara terang-terangan tanpa malu-malu. 

Pada aturan paramida terbalik, berita straight news, konten yang disampaikan harus terstruktur, dari penting sampai tidak penting. Akan tetapi, pada berita ini, si penulis kemungkinan lupa untuk menulis penutupannya. Setelah menjelaskan empat poin dalam rapat, berita serta informasi yang disampaikan sudah selesai. Sebaiknya, ketika menulis berita fakta yang menjelaskan poin tidak penting pun dimasukkan, poin ini dapat dijadikan sebagai penutupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun