Mohon tunggu...
Fidel Dapati Giawa
Fidel Dapati Giawa Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Nulis dangkadang, tergantung mood

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

'Buku' Aslinya Ada di Tangan Nazar, Bukan di Tangan Anas

12 Januari 2014   23:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:53 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anas terlanjur sesumbar sejak setahun lalu bahwa penetapan dirinya selaku tersangka barulah halaman pertama dari sebuah buku. Entah buku apa yang dia maksud. Jumat lalu, 10 Janurari 2014, saat ia ditahan oleh KPK, lagi-lagi Anas sesumbar bahwa peristiwa penahanan dirinya hanyalah halaman berikut dari halaman sebelumnya.

Atas janji Anas mengenai 'halaman-halaman' itu, banyak orang menunggu akan adanya kejutan. Berharap akan ada fakta baru yang dibeberkan Anas terkait kasus mega korupsi Hambalang dan Wisma Atlet. Kenyataannya, perlu waktu setahun dari halaman pertama ke halaman kedua, dan kedua halaman awal terebut bukanlah 'catatan' Anas melainkan catatan KPK.

Setelah dua halaman awal tersebut, entah kapan halaman selanjutnya akan dibuka oleh Anas, hanya dia yang tahu. Bahkan apa yang dimaksud oleh Anas dengan istilah 'halaman' pun  sesungguhnya hanya dia yang tahu. Begitulah politisi, selalu menggunakan kata-kata bersayap. Menggunakan kata yang multi tafsir.

Jika dilihat dari moment-moment saat Anas menjanjikan bacaan dari sebuah halaman, moment tersebut selalu terkait dengan proses pro justisia atas dirinya sebagai tersangka korupsi. Anas menyebut lembaran awal pada moment  ia ditetapkan sebagai tersangka, selanjutnya ia menyebut lembaran berikut saat ia ditahan terkait penyidikan. Dengan demikian dalam dua halaman pertama yang dijanjiikan Anas bukanlah 'tulisan' Anas sendiri. Ternyata Anas hanya membacakan tulisan tangan KPK dalam dua halaman pertama dari buku yang dijanjikannya.

Sebagaimana lazimnya membaca sebuah buku, halaman pertama merupakan halaman penentuan terhadap menarik tidaknya isi keseluruhan buku. Bahkan dari halaman  awal sebuah buku seorang pembaca dapat menentukan apakah isi buku bermanfaat atau tidak, dan apakah apakah isi buku tersebut bermutu atau tidak. Demikian pun buku yang dijanjikan Anas. Oleh karena dua halaman awal yang ia sebutkan merupakan proses pro justisia maka kerangka buku selanjutnya tentu dapat ditebak, yakni tak akan melenceng dari tahapan proses sesuai KUHAP. Nah, bagi para pekerja hukum dan pakar hukum yang sudah paham tata proses hukum acara,  tentunya lebih mudah menebak halaman berikutnya dari buku yang dijanjikan Anas ini.

Saat pertama kali Anas menjanjikan adanya 'halaman' berikutnya atas tuduhan korupsi yang menimpanya, banyak orang yang berharap adanya kejutan yang menyeret nama Ibas atau keluarga Cikeas yang lain. Bahkan ada pula yang berspekulasi bahwa Anas akan membongkar kecurangan Pemilu 2004.

Bagi saya sendiri, setelah halaman kedua yang dibacakan Anas pada Jumat lalu, saya tak berharap ada halaman spektakuler itu. Jika Anas punya bukti yang bisa menyeret Ibas dan/atau kelurga Cikeas lainnya maka ia memiliki daya tawar kuat untuk mempertahankan diri baik dari sisi politik maupun yuridis. Dan untuk itu ia tak perlu menunggu hingga dirinya ditahan KPK baru kemudian membeberkan fakta itu.

Adapun mengenai spekulasi bahwa Anas akan membongkar kecurangan Pemilu 2004, menurut saya bukanlah 'peluru' yang tepat karena, jika pun hal tersebut benar adanya justru 'peluru' tersebut bisa berbalik menyasar dirinya, karena sebagai anggota KPU maka Anas lah pelakunya.

Lalu bagaimana kita membaca halaman berikut kasus Anas? Jawaban saya: Kembali ke Nazaruddin. Nazaruddin adalah orang yang menjadi batu loncatan terbongkarnya skandal mega korupsi dalam proyek Hambalang,Wisma Atlet, serta berbagai proyek lainnya. Nazaruddinlah yang memiliki buku asli dari kisah yang akan terpapar ke depan, termasuk dalam soal terkait tidaknya Ibas dan atau keluarga Cikeas lainnya. Hal ini sudah terbukti dari kasus sebelumnya yang menyeret dua politisi: Andi Mallarangeng dan Angelina Sondakh. Mungkin ketika Anas menjanjikan halaman-halaman buku tersebut pada publik, ia bermaksud meminjam buku itu dari Nazaruddin, tapi kemudian tidak berhasil. Mungkin..... lho....

Pertanyaan selanjutnya, apakah Nazaruddin akan membuka dan membeberkan kisah selanjut ke hadapan rakyat Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan ini harus terlebih dulu dipahami bahwa Nazaruddin bukanlah penulis catatan harian yang spontan. Nazaruddin perlu sumber inspirasi untuk menuliskan catatan setiap penggalan kisah yang akan dibeberkannya. Jika para pembaca senang dengan teori spekulasi, marilah mencoba menebak-nebak siapakan sumber inspirasi nazarudin dalam menulis setiap halaman buku yang sempat mau dipinjam Anas?

Sesungguhnya saya tidak tergoda pada pada pertanyaan mengenai halaman berikut yang dijanjikan Anas. Saya lebih tergoda pada pertanyaan apakah kisah Anas merupakan catatan akhir dari kisah yang dibeberkan Nazaruddin? Atau kisah Anas adalah bab terakhir dari jilid pertama, sedangkan jilid kedua sedang ditimbang untuk ditulis atau tidak.***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun