Mohon tunggu...
Nabila Rana
Nabila Rana Mohon Tunggu... Mahasiswa - --

Mahasiswa di salah satu universitas di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Trip

Gunung Lawu di Antara Dua Benua: Sebuah Ekspedisi

14 Juni 2021   16:25 Diperbarui: 14 Juni 2021   17:16 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : Nabila Rana Syifa

Perjalanan yang sebenarnya dimulai ketika pukul 12 siang sudah lama lewat. Di bawah teriknya langit Gunung Lawu, mobil kami melintasi jalan berkelok. Setelah kurang lebih satu jam berkendara, gapura pembatas antarprovinsi pun telah ditembus. Kemudian sampailah kami di tanah Jawa Timur.

Kunjungan ke Telaga Sarangan kali ini bukanlah yang pertama bagi saya dan keluarga. Karena begitu tersihir dengan sejuknya suasana dan panorama yang indah, kami pun kembali untuk yang kedua kalinya. Perjalanan berawal dari Semarang menuju Solo hingga terus menuju Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah. Berangkat dari sebuah hotel di Tawangmangu, kami sampai di lokasi wisata Telaga Sarangan di Kabupaten Magetan sekitar siang menuju petang. Cahaya matahari sedikit terik namun hanya terasa hangat sebab berpadu dengan udara dingin yang ada di sekitar lokasi.

Deretan kios penjaja buah tangan khas daerah setempat berdiri memanjang di pinggir jalan dari kawasan parkir hingga lokasi telaga. Banyaknya kios yang menjual hasil bumi berupa sayur-mayur turut membuat suasana tampak seperti pasar tradisional. Hiruk pikuk para penjual itu lantas langsung tergantikan oleh teriakan para penjual jasa sewa kuda, sewa perahu, dan juru foto. Kuda-kuda berseliweran di pinggir telaga, sementara beberapa perahu terparkir di mulut telaga atau berlarian di atas permukaan airnya. Inilah Telaga Sarangan.

Perbukitan hijau yang tampil sebagai latar telaga tampak begitu memukau. Di tengah-tengah perairannya, ada sepucuk pulau kecil yang mengambang. Pemadangan ini selayang pandang mengingatkan saya pada pesona Danau Bedugul di Bali. Konsep danau di dataran tinggi seperti Telaga Sarangan menawarkan pemandangan yang berkali-kali lipat eloknya dengan suasana sejuknya. Lanskap itu bahkan dapat dinikmati secara lebih "hidup" dengan berperahu di atas permukaan telaga.

Tak ingin melewatkan kesempatan, kami berempat menyewa sebuah perahu beserta nahkodanya untuk mengelilingi telaga via air. Dan betapa segarnya angin menerpa wajah kami ketika perahu mulai berjalan dengan cepat, terombang-ambing di atas ombak lokal. Pengemudi perahu dengan nakalnya sengaja memberi goyangan dan tukikan tajam di atas air untuk memberi cipratan pada penumpang. Basah sedikit tak mengapa asal terbayar dengan pengalaman yang tak dapat dinilai harganya.

Sayangnya langit sudah semakin petang, setelah berperahu kami menggunakan sisa waktu untuk beristirahat di pinggiran pembatas, menikmati pemandangan dan sepoi angin yang berhembus. Tidak lama setelah itu, perjalanan selanjutnya dimulai.

Pulang kembali menuju hotel membutuhkan waktu yang sedikit lama sehingga saat petang semakin merayap, kami masih terjebak di jalanan. Di sebuah titik bernama Cemoro Kandang, mobil kami berhenti, berdampingan dengan kendaran-kendaran lain yang terparkir di sisi kiri kanan jalan. Kami bertamu ke salah satu dari sekian banyak warung yang berbaris di bahu jalan. Duduk menikmati seduhan kopi yang panasnya tak dapat bertahan lama, memandangi gelombang bukit dan lembah Gunung Lawu yang terhampar di luar warung. Sendu suasana sebab langit dihiasi oleh semburat jingga yang menawan. Sore yang menawan di Cemoro Kandang.

sumber : Nabila Rana Syifa
sumber : Nabila Rana Syifa
Pagi berikutnya adalah hari terakhir dari perjalanan kami di kaki Gunung Lawu. Sebelum meninggalkan hotel, kami memutuskan untuk sedikit berpetualang di halaman belakang hotel. Bagi penduduk kota yang terus-menerus terpapar riuhnya suasana metropolis seperti kami, Tawangmangu menjadi obat penawar yang paling tepat. Kesunyian serta ketenangann tersebar di semua sudut Tawangmangu, tak terkecuali pada hotel yang kami tempati. Pagi itu, pemandangan petak-petak kebun sayur di halaman belakang dan langit yang teduh menjadi sarapan kedua kami.

Kunjungan terakhir sebelum melanjutkan perjalanan pulang jatuh pada Bukit Sekipan. Meski disebut bukit, yang sebenarnya kami sambangi adalah sebuah kompleks taman bermain yang cukup luas. Kompleks itu terdiri dari beragam area dengan tema berbeda serta ornamen penghias yang unik seperti patung-patung hantu atau rumah-rumah mini bergaya Jepang. Selain itu, sebagai tempat bermain tentu tak lengkap tanpa adanya wahana bermain baik untuk anak maupun dewasa.

Karena kompleks itu lebih luas dari perkiraan kami, pada akhirnya tidak semua area sempat kami datangi. Kami memutuskan untuk keluar karena merasa sedikit kelelahan. Kompleks wisata Bukit Sekipan sebenarnya terletak di antara pemukiman penduduk. Di belakang sekumpulan pemukiman itulah kami dapat melihat penampakan bukit yang asri kehijauan dengan pohon-pohon cemara menjulang tinggi. Setelah mendapat informasi dari penduduk lokal, rupanya bukit tersebut yang dimaksud dengan Bukit Sekipan (sungguhan).

sumber : Nabila Rana Syifa
sumber : Nabila Rana Syifa
Ekspedisi yang tak pendek kali ini bermuara pada jam makan siang. Dalam perjalanan pulang dari Bukit Sekipan, kami mampir untuk makan di sebuah rumah makan langganan yang masih berada di area Karanganyar. Santapan penutup untuk hari itu adalah pis tuban khas olahan setempat. Kukusan roti, kelapa, dan santan yang dibungkus dengan aroma daun pisang memanjakan lidah sekaligus menjadi bekal kepulangan final kami ke Semarang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun