Mohon tunggu...
Nabilalr
Nabilalr Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Pembelajar Omnivora. Menulis sebagai tanda pernah 'ada', pernah 'merasa', dan pernah disebuah 'titik'.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Merayakan Kehilangan dan Secangkir Coklat Panas 8

28 Oktober 2018   15:39 Diperbarui: 28 Oktober 2018   15:46 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

#1

"Elsa bisa tolong ambilkan buku itu?" Lelaki itu menunjuk salah satu judul buku dalam rak yang berjejar rapi.

"Ya?"

"Bisa tolong ambilkan buku itu?" Laki laki itu mengulang perlahan sambil menunjuk kembali judul buku yang dimaksud, dan mencoba menangkap sesuatu di dalam mata perempuan yang menjadi lawan bicaranya.

"Sorry." Perempuan itu meminta maaf karena telah mengabaikannya meski tak sengaja. Kemudian menoleh pada rak buku disebelahnya. Fokusnya mendadak gugur bersamaan dengan daun yang jatuh. Terbingkai manis dalam jendela didepannya, yang seolah menjadi frame bagi peristiwa itu.

"Nope." Jawab laki laki itu singkat, dengan senyum yang sedikit dipaksakan.

Elsa pun segera beranjak dari kursinya, berdiri sedikit berjinjit untuk menggapai buku yang diminta oleh Raffa. Memindai judul lalu tak lama kemudian menemukan apa yang dicarinya.

"Raff, ini." Ucapnya lirih sambil menyerahkan buku itu kepada Raffa. Lelaki itu pun menoleh lalu menerima buku yang disodorkan. Buku itu tepat seperti apa yang dimaksud.

"Thanks, Sa." Ucapnya tulus Kali ini, tersenyum tipis lalu kembali lagi menghadapi komputer sebagai teman bertatap muka.

"Okay." Elsa pun tak kalah singkat. Ia pun sama. Kembali duduk, Dan melanjuntukan pekerjaan di komputer yang tadi sempat sedikit tertinggal.

Pada detik itu, hanya Tuhan yang tahu kapan layar akan terkembang, dan bunga akan bersemi. Pada titik apa kedua hati akan saling terpaut lalu berbagi nasib dan apa saja yang bisa dibagi. Sayangnya, hanya Tuhan yang berhak tau dan melihat jika ada sepasang mata yang diam diam berpaling dari layar datar 14 inchi yang terus berkedip. Dan ada sepotong hati yang mulai berdesir pelan mengirimkan sinyal bahwa takdirNya baru saja berjalan. Begitu halus, pelan, damai namun indah meski keindahan itu tak tertangkap oleh netra manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun