"aku takut mengecewakan."
"that's okay. Gakpapa."
"tapi itu akan menyakitkan."
"itu resikonya. Dan saya sanggup menanggungnya."
Percakapan singkat di penghujung sore itu masih terngiang dibenakku. Bagaimana ekspresi gadis itu menatapku dalam-dalam berusaha menyakinkan bahwa apa yang terucap merupakan refleksi dari kedalaman rasa. Bahwa apa yang Nampak dipermukaan hanya setetes dari samudra yang bergejolak didalam, yang kini tak mampu lagi ia tanggung sendirian. Bahwa air mata yang mulai tergenang adalah manifetasi dari kesungguhan harap, asa, dan do'a yang mulai 'ada'.
Gadis itu kecil, ceria, dan menyenangkan sebagai kawan bicara. Aku mengenalnya tanpa sengaja ketika sama-sama bermain basket di kompleks perumahan. Ia bilang, "basket selalu terlihat keren, padahal yah, I am small."Â
Ucapnya ceria yang langsung kususul dengan tawa. Hari hari berikutnya kuhabiskan bermain basket dengannya, dan beberapa anak kompleks lain yang kebetulan lewat atau tertarik. Namun ia yang paling energik, fun, dan ceria. aku mengganggapnya kawan, dan hanya sebatas itu.
"tak masalah. We never know. We never know the end of everything. Saya tak akan kemana mana."
Di satu sisi aku sepakat dengannya, kita tak akan pernah tau bagaimana semua akan berakhir. Kita tak akan pernah tahu sampai semuanya terjadi. Maka semua masih bisa berubah.Â
Termasuk aku yang sampai sekarang masih menganggapnya sebagai teman, atau pun dia yang mungkin saja perasaannya akan berubah kepadaku. Namun, hati selalu memiliki keyakinannya sendiri. Dan apabila keyakinan sudah menjadi tekad, ia ibarat beringin yang begitu kokoh. Dan sampai detik ini pun aku masih berkeyakinan bahwa kami hanya bisa sebatas teman.
Aku tak ingin menjadikan jalinan kisah ini menjadi sesuatu yang nyata. Dan aku pun tak ingin memaksakan sebuah hati untuk mencoba. Sebab hati memiliki pilihan tersendiri dan keyakinannya masing-masing. Bahwa nurani selalu mampu memberikan solusi dari sebuah pergulatan batin yang kerap kali datang sebagai ujian. Dan kali ini ia hadir melalui dia. Seseorang yang tekun mencari celah, kemudian menawarkan sebuah hati untuk kumiliki.