Mohon tunggu...
Nabilalr
Nabilalr Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Pembelajar Omnivora. Menulis sebagai tanda pernah 'ada', pernah 'merasa', dan pernah disebuah 'titik'.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengeja Rindu

22 April 2018   13:12 Diperbarui: 22 April 2018   13:19 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kenapa rindu?

Siapa yg mengundang?

Lancang kali ia datang.

Tau tau dalam, dalam diam diam. Terselubung dalam derasnya aliran darah. Menyaru dalam debar. Dan sejak kapan?

Entah. Aku tak tahu. Kesekian kalinya ak terjebak rindu pada orang yg sama. Padahal apa yg harus kurindui? Ia bukan sosok yg rajin menelepon. Bukan Pula orang yg tiap jam selalu brtanya lagi apa atau sedang dimana. Bahkan bertemu dengannya juga tak mesti tiap Hari. Bahkan bisa jadi seminggu sekali dua minggu sekali. Atau ketika nasib lagi baik, bisa lebih sering namun tetap tanpa kata dn hanya saling melempar senyum.

Oh Tuhan, ini gila. Entah sejak kapan hatiku mengenal rindu. Yang trnyata tak ramah sama sekali. Bullshit dengan segala macam puisi yg mengagungkan kerinduan sebagai tema utama. Katanya rindu itu Indah. Mana Ada? Rindu itu menyiksa. Titik. Dan ak ogah mengenalnya baik baik. Kelak jika rindu hendak datang, akan ku kunci rapat rapat dn kubangun benteng sedemikian kuat agar ia tak lagi masuk dn menyerang diam diam. Sungguh, terserang rindu adalah kekalahan mutlak. Dan aku tak mau itu terulang lagi (meski sebetulnya berkali kali).

Iya aku tau. Rindu tak muncul tiba tiba. Tentu ada yg membuatnya menghampiriku. Namun apa pastinya? Itu tugasku utk mencari tau lebih detail. Mungkin karena ak lengah? Mungkin. Atau mungkinkah karena aku yg membiarkannya masuk dalam kondisi tidak sadar? Maksudku bukan pingsan, namun kondisi alam bawah sadar yg dominant? Wait. Ini menarik.

Sungguh. Aku tak ingin rindu. Siapapun manusianya, ku Kira setuju jika rindu itu bukan hanya berat tapi juga menikam. Ibarat belati yg menyakiti tapi kita tak bisa apa apa selain melihat diri kita 'mati'. Yaps butuh effort luar biasa utk memusnahkan rindu atau kita yg dimusnahkan. Kalo Kita yg kalah dalam pertarungan itu, maka residu dari rindu adalah gemuruh. Bukan, bukan dilangit. Tapi dihatimu. Gemuruh tanpa kilat. Gemuruh yg berpotensi hujan lebat tapi sia sia. Hanya hujan saja. Sedang yg dirindui mungkin sedang tidur atau sedang bersama siapa. Menyiksa bukan?

Pertarungan dengan rindu nampaknya tak akan usai. Dan masih saja terselubung alias underground. Tau tau menduduki hatiku. Duh. Menguasai diri dengan mudahnya. Dan aku tak bisa apa apa. Paling mencoba mengalihkan pikiran. Berhasilkah? Nope. Sering gagal. But at least I try.

Jika Ada obat anti rindu di apotek, aku mau beli isi 30 tablet. Kuminum tiap Hari tanpa alpa. Lebih penting dari breakfast and lunch. Supaya ak tak merindu lagi. Dan bagi penemu obatnya, kuucapkan terima kasih banyak. Anda sangat berjasa bagi manusia macam saya. Namun sayang, obat itu belum dijual dimana mana. Mungkin akan jadi invention of the year pada tahun tahun yg akan datang.

Soal rindu. Sungguh rasanya ganjil. I just wanna meet her. Talk to her. Catch her update. See her smile or just say hi. But I couldn't. Who am I? She is so unreachable. She's outside there and I'm just outsiders. She is Nowhere. Waiting for her news be like more more hard that anything. Some how I feel that I can't handle it.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun