Indonesia tercatat menjadi negara peringkat pertama dengan pengguna tiga bahasa di dunia. Peringkat ini berdasarkan penelitian tahun 2015 yang dilakukan oleh Swiftkey. Swifkey melakukan penelitian dengan mengelompokkannya menjadi negara dengan masyarakat yang fasih menggunakan dua atau tiga bahasa. Dalam penelitiannya, Indonesia dilaporkan memiliki 57,3% penduduk yang fasih menggunakan dua bahasa.
Â
Kemudian, 17,4% penduduk yang fasih menggunakan tiga bahasa. Ketiga bahasa ini adalah bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa Inggris. Menurut Kementerian Pendidikan dan Budaya, alasan terkuat penduduk Indonesia memiliki kemampuan berbahasa lebih dari satu bahasa karena Indonesia memiliki keberagaman bahasa. Terdapat 801 bahasa yang ada di Indonesia, terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Â
Frank Smith, seorang ahli psikolinguistik mengungkapkan bahwa menguasai lebih dari satu bahasa sangat penting karena memungkinkan seseorang untuk melihat dunia melalui berbagai sudut pandang. Dengan memiliki kemampuan bahasa asing, seseorang dapat memperluas jendela ilmu dan pemahamannya terhadap budaya lain. Hal ini juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan komunikasi seseorang.
Â
Namun, bagi sebagian masyarakat penerapan code switching dan code mixing dinilai negatif. Mereka memandang bahwa menggunakan bahasa selain bahasa Indonesia dan bahasa daerah lainnya adalah tanda seseorang tidak mencintai bahasa asalnya. Tetapi, dalam menguasai dan menerapkan berbagai bahasa itu sangat bagus untuk menambah pengetahuan dan wawasan seseorang.
Â
Ada beberapa faktor yang memengaruhi penggunaan code switching dan code mixing dalam Bahasa Indonesia, seperti kemampuan bilingual atau multilingual, latar belakang bahasa, identitas sosial, keterbatasan bahasa, keinginan untuk menjelaskan suatu konsep atau istilah dalam bahasa lain, hubungan keakraban, penyesuaian diri terhadap peran atau situasi lain, adanya pihak ketiga, dan lain-lain.
Â
Ada juga dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari penerapan code switching dan code mixing. Dampak positifnya meningkatkan kemampuan dan kreativitas bahasa seseorang, sedangkan dampak negatifnya dapat mengganggu pemahaman, menyebabkan stigmatisasi dan stereotip negatif, serta menghambat pembelajaran. Jadi, alangkah baiknya menggunakan kedua hal tersebut dengan bijaksana.