Mohon tunggu...
Nabila Afira Quraina
Nabila Afira Quraina Mohon Tunggu... Konsultan - Female

bebas menulis sesuai dengan ide, pengalaman, dan gaya bahasaku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sisi Lain Ibu yang Membuatku Terpana

21 April 2020   17:21 Diperbarui: 21 April 2020   17:50 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ibu.... Satu kata yang membuat makhluk kecil seperti aku dapat lahir di dunia ini. Tanpa ayah, aku juga tak akan ada arti. Namun, dalam sebuah kutipan ada pepatah untuk patuh terhadap "ibu..ibu..ibu.. lalu ayah". 

Ibuku adalah sosok yang unik. Sikap beliau yang moody dan sulit sekali ditebak. Sikap yang persis digambarkan oleh laki-laki diluar sana saat menilai teka-teki seorang wanita. Ibu memang memiliki sifat dan sikap wanita tulen.

Jangankan aku, ayah yang sudah bersamanya selama 25 tahun saja juga sering tak mengerti apa yang diinginkan ibu. Tidak semua hal, namun ada beberapa poin penting yang membuat kami tidak paham.

Berbeda dengan cerita kebanyakan orang. Biasanya mereka akan menceritakan dengan bangga bagaimana rasanya mendapatkan pelukan hangat dari ibu walau usia tak lagi muda. Maksudku, teman-temanku sering bercerita itu dan mereka sudah bekerja. Sudah bekerja berarti sudah dikatakan umur dewasa, bukan?

Ada juga salah seorang teman yang sering cerita tentang ibunya soal asmara, karier, dan cita-cita. Semua yang diceritakan serba mengasyikkan hingga aku lupa bahwa sebenarnya aku bisa melakukan hal itu. Ya, aku sebenarnya bisa melakukan semua hal itu.

Namun sayangnya, tidak mudah memulai percakapan dengan "ibuku yang super moody". Jangankan ngobrol untuk curhat, aku ingin bertanya apakah ibu sudah sarapan atau belum saja membuatku ragu.

Bagaimana tidak? Ibu kalo sudah fokus dengan handphone jadi lupa semuanya. Apalagi aksen wajah dengan dahi yang berkerut ditambah dengan bibirnya yang, maaf... monyong-mecucu kalo bahasa jawanya, membuatku enggan untuk bertanya.

Bila beliau sudah fokus terhadap sesuatu, orang rumah tak berani menyenggol. Ibarat, "lebih baik menahan kentut timbang membunyikannya. Takut membangunkan si macan yang lagi tidur cantik."

Walaupun seperti itu, sebenarnya ada beberapa hal positif yang aku bisa mencontoh dari beliau. Pertama, Ibuku suka sekali menyanyi. Se-masa SMA, ibu menjadi dirigen saat upacara sekolah. Menjadi maskot paduan suara dan sikap narsistiknya, beliau pernah berkata bahwa dulu menjadi salah satu primadona. Agak ragu sih, tapi iya-in aja biar seneng.

Kedua, ibu sangat fashionable. Bahkan trend-trend fashion tiap tahun ibuku mengerti. Jadi, alasan aku harus tampil cantik saat ini adalah karena ibuku. Aku hanya tidak ingin kalah cantik dengan ibu yang berusia 50 tahun.

Ketiga, tiap teman-teman datang ke rumah dan mereka kebetulan melihat ibuku mau hangout bersama emak-emak hits, ikut terpana dibuatnya. Ibu kalo menggunakan daster memang pucat. Tapi kalo sudah dandan, lidya kandou lewat! (maap bu lidya, mba nay, mbak nana, dan om jamal.. canda)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun