Mohon tunggu...
Muhammad Nabhan Fajruddin
Muhammad Nabhan Fajruddin Mohon Tunggu... Lainnya - Petualang Ilmu

Mahasiswa di UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokrasi vs Monarki

12 Januari 2022   11:40 Diperbarui: 5 Juli 2023   15:18 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.canva.com/design/DAFnvwv_oh4/GXS-HksZDNcO4aT5SdZBuQ/edit

Akhir-akhir ini, media sedang gencarnya mengangkat topik tentang siapa yang menjadi pemimpin negeri ini pada tahun 2024. Sudah berakhirnya Presiden Jokowi menjabat selama dua periode pada 2024 mendatang, menjadikan teka-teki pemimpin baru negeri demokrasi ini semakin mencuat ke permukaan. 

Skenario politik semakin bermunculan, mengingat adanya kejutan-kejuatan yang terjadi pada periode kedua Presiden Jokowi, lawan politik yang menjadi kawan politik dan masuk dalam kabinet. 

Selain itu, semangat dari berbagai kalangan artis atau publik figur yang terjun dalam kontestasi politik negeri ini menambah bumbu-bumbu skenario perpolitikan negeri ini pada 2024. 

Dari berbagai skenario yang digambarkan oleh pengamat politikus mengenai pesta demokrasi pada tahun 2024, terdapat akar dan budaya demokrasi negeri ini yang pasti terjadi yakni perdagangan suara.

Memang realitas yang terjadi pada pesta demokrasi di Indonesia adalah siapa yang memiliki modal materil yang banyak bisa dipastikan kandidat tersebut menjadi pemimpin terpilih. 

Sebaliknya, mereka yang memiliki modal pas-pasan maka siap untuk hanya menjadi yang meramaikan pesta demokrasi saja. Hal yang sudah mengakar dan berbudaya ini, terjadi karena kurangnya kedewasaan dan kesadaran demokrasi bagi para kandidat, mereka hanya memikirkan birahi kekuasaan dan menghalalkan segala cara seperti money politic agar mereka dipilih oleh masyarakat. 

Selain itu, faktor yang menjadikan politik uang yang mengakar dan membudaya adalah mental model dari rakyat Indonesia yang masih matrealistis sehingga suara yang mereka miliki bisa dibeli dengan uang. Itulah permasalahan dalam pesta demokrasi di negeri ini yang penuh dengan pelanggaran dan sudah menjadi suatu rahasia umum seluruh rakyat Indonesia.

Sejatinya, dalam mekanisme kepemimpinan atau pegelolaan Negara di konsep demokrasi negeri ini adalah hanya segelintir kelompok dan individu yang memimpin negeri ini melalui partai politik yang memiliki suara atau bisa dikatakan oligarki. 

Banyaknya jajaran yang beragam partai dalam trias politika yang menjadi ciri dari demokrasi ini, yakni lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif menjadikan perbedaan pandangan dalam membawa negeri ini maju. 

Belum lagi, jika dilembaga legislatif terjadi tabrakan dalam nurani legislator, karena mereka harus menyingkronkan anatara pendapat pribadi dengan partai politik yang mengusungnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun