Mohon tunggu...
Muhammad Nabhan Fajruddin
Muhammad Nabhan Fajruddin Mohon Tunggu... Lainnya - Petualang Ilmu

Mahasiswa di UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dialektika Menuju Kestabilan Jiwa dan Raga

8 Oktober 2021   09:16 Diperbarui: 5 Juli 2023   15:08 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan asupan interaksi sosial dalam rutinitas keseharian agar bisa eksis dalam suatu society, baik interaksi secara langsung maupun melalui media sosial. sekrang ini, media sosial menjadi suatu rutinitas dan asupan keseharian bagi manusia modern untuk menjalin  interkasi sosial. Hampir sebagian besar orang memiliki media sosial sehingga menuntut manusia pada umumnya untuk menjalin interaksi sosial melalui dunia maya. Namun, dengan masifnya media sosial tidak berati menghilangkan interaksi secara langsung, karena pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan untuk bertemu dan berinteraksi secara langsung. 

Realita yang terjadi sekarang adalah kebanyakan manusia menjadikan media sosial sebagai media utama dalam berekspresi dan berinteraksi secara berlebihan. Hal tersebut menyebabkan minimnya interaksi sosial secara langsung. Sebagian orang berkata bahwa, "telekomunikasi pada zaman sekarang mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat", mungkin hal ini bisa dirasakan semua orang modern. Namun, hal tersebut jangan disikapi menjadi anti terhadap media sosial dan memandang media sosial itu hanya suatu yang penuh dengan dampak yang buruk bagi kehidupan manusia. Karena bagaimanapun juga media sosial merupakan suatu yang dibutuhkan pada era revolusi industry 4.0 ini.

Dalam memandang dua jenis interaksi sosial ini harus bijak dan disesuaikan dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Jika dianalogikan, keduanya adalah sepiring nasi ayam, sepiring tahu, sepiring tempe, sepiring mie goreng, dan sepiring lainya, untuk dimaknai sepiring  tempe pasti harus ada kata "sepiring" sedang tempe hanya pelengkap untuk bisa menjadi kata "sepiring tempe". Interaksi sosial langsung digambarkan dengan kata "sepiring" sedang tempe atau lauk pauk yang lain berarti interaksi sosial melalui media sosial, keduanya saling melengkapi untuk menjadi kata "sepiring tempe". Namun, hal yang paling penting dan pokok dan harus adalah kata "sepiring" sehingga interaksi sosial langsung lebih utama dan harus ada dalam kehidupan manusia.

Berbicara mengenai interaksi sosial langsung, secara geografis kota merupakan wilayah yang padat penduduk yang semestinya memiliki peluang interaksi sosial secara langsung yang tinggi. Sedang, di desa yang memiliki penduduk yang sedikit dan jarak antar desa atau dusunpun berjauhan, malah dikenal memiliki tingkat interaksi sosial secara langsung yang tinggi dan intens. Mungkin, fakor sinyal yang minim dan pengetahuan mengenai smarthphone yang minim menjadi faktor terjalinnya interaksi sosial secara langsung yang tinggi. 

Sesungguhnya, jika dilihat secara realitas memang demikian adanya, rasa kebersamaan dan kekeluargaan tercermin di masyarakat desa, sedang di kota dikenal dengan masyarakatnya yang banyak namun memiliki tingkat egoisitas yang tinggi. Rasa kebersamaan dan kekeluargaan yang dicerminkan dari masyarakat desa merupakan hal positif yang dapat diterapkan oleh masyarakat kota. Mengingat kota memiliki penduduk yang padat dan mengurangi stigma bahwa orang kota dikenal sifat individualistik. Terkadang, nilai-nilai yang ada di desa lebih mencerminkan interaksi sosial yang sehat, baik secara teori psikologi maupun sosiologi. Ada yang mengatakan bahwa menurut teori psikologi, salah satu obat stress adalah berinteraksi langsung secara tatap muka atau ngbrol santai. Oleh karena itu, intensitas untuk berhubungan langsung dengan manusia dengan dialektika atau ngobrol sangat perlu dan mengurangi interaksi melalui media sosial yang berlebihan hingga menyebabkan lupa dengan kehidupan yang nyata.

Suasana semarang setiap pagi senin pagi sepanjang jalan Semarang Barat hingga pusat kota begitu padat dengan mobil-mobil pribadi, motor, dan bus trans Semarang yang memenuhi jalanan. Padatnya jalanan mencerminkan begitu sibuknya dan padatnya aktivitas di wilayah perkotaan, dengan masing-masing kepentingan dari berbagai individu. Para pegawai yang sudah rapih sedari rumah bergegas melewati tugu muda menuju kantor. Guru dengan rasa tidak sabar untuk bertemu siswanya setelah setahun pembelajaran online dengan pakaian Koprinya membawa tas berisi materi pembelajaran menaiki motor menuju tempat cakrawala ilmu. Para pedagang di pasar Karang Ayu sibuk menjajakan sayur, buah, dan kebutuhan dapur lainnya dengan penuh semangat. Kompleksitas terekam jelas pada senin pagi di kota Semarang, masing-masing sibuk dengan urusan dan kepentingannya untuk bisa mencari rupiah. Agar bisa membiayai keperluan masing-masing, karena memang hidup di kota memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Berbeda dengan suasana pagi di sekitar Grojogan Klenting Kuning, tepatnya di desa Kemawi, Kabupaten Kendal. Suasana penuh keheningan hanya terdengar kicauan burung dan sejuknya embun pagi yang menyejukan jiwa dan raga. Aktivitas masyarakat desa yang penuh ketenangan dan rasa syukur menikmati hidup. Di pagi hari sebelum suami pergi ke ladang mereka menikmati secangkir kopi, sepiring pisang goring, dan tak lupa rokok untuk menghangatkan di kesejukan pagi. Berangkat ke ladang dengan santai dan penuh kenikmatan dengan berjalan kaki atau menggunakan motor butut yang khusus sebagai kendaraan dinas mereka. Di sore hari setelah meladang para suami menikmati senja sembari menunggu adzan maghrib. Penuh dengan kenikmatan dan ketenangan suasana keseharian di desa, sangat berbanding terbalik dengan kota, masyaraktnya sangat dinamis dan sibuk dengan urusan masing-masing hingga waktu bermesraan dengan Tuhanpun kadang lupa.

Agaknya memang untuk menanamkan nilai mengenai kenikmatan dan mesnyukuri hidup. Mungkinkita bisa belajar dari masyarakat desa yang penuh rasa syukur dan kehangatan dalam menghadapi kehidupan. Begitupun, mengenai interaksi langsung yang intens dan penuh dengan dialektika secara langsung tanpa pengaruh smarthphone yang membuat manusia modern terjajah. Namun, disisi lain kita harus menanamkan sikap gigih bekerja keras yang tercermin di masyarakat kota, tapi jangan larut dalam hiruk-pikuk kehidupan kota yang sanga padat. Jiwa dan raga kita butuh untuk sejenak menikmati hidup agar kondisi baterai jiwa dan raga kita tetap siap menghadapi realitas dan kompleksitas kehidupan ini.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun