Mohon tunggu...
Muhammad Nabhan Fajruddin
Muhammad Nabhan Fajruddin Mohon Tunggu... Lainnya - Petualang Ilmu

Mahasiswa di UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dinamika UKT di Masa Pandemi

1 Juli 2021   08:17 Diperbarui: 5 Juli 2023   14:48 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.canva.com/design/DAFnvwv_oh4/GXS-HksZDNcO4aT5SdZBuQ/edit

Masalah ekonomi merupakan salah satu masalah yang selalu ada di lapisan masyarakat. Tidak pandang miskin atau kaya pasti memiliki masalah perekonomian masing-masing. Orang miskin memiliki masalah ekonomi yang berorientasi bagaimana cara bertahan hidup dengan kebutuhan pokok yang serba kekurangan. Sedang yang kaya dipusingkan dengan kredit mobil, motor, barang brandid, dan oprasional keseharian yang berorientasi pada kebutuhan skunder hingga tersier. Termasuk masalah biaya pendidikan menjadi permasalahan bagi semua strata sosial di Indonesia. 

Berbicara masalah biaya pendidikan di Indonesia dari berbagai lapisan strata sosial memiliki gradasi yang beragam jika dikaitkan dengan masalah perekonomian. Di berbagai kota besar sekolah negeri menjadi favorit sekaligus menjadi idaman strata sosial bawah, karena di kota besar sekolah negeri semunanya digratiskan dari jenjang SD hingga SMA. Sedang sebagian strata sosial atas memiliki persepsi bahwa sekolah negeri yang favorit dan unggulan yang layak untuk mereka. Bahkan dengan uang yang tidak sedikit mereka rela demi masuk sekolah negeri favorit. Kemudian sebagian lain dari mereka memilih sekolah swasta dengan biaya tinggi daripada masuk sekolah negeri yang biasa saja.

Namun, berbeda kasusnya dengan jenjang perkuliahan, universitas negeri menjadi idaman bagi calon mahasiswa. Selain biayanya relatif miring daripada universitas swasta, universitas negeri memiliki tingkat indeks pendidikan yang tinggi. Tak heran siswa SMA/MA dari berbagai strata sosial bermimpi masuk ke universitas negeri. Tapi jika dilihat universitas negeri sekarang apalagi di masa pandemi covid-19 ini, biaya pendidikan selama satu semester menjadi mahal bagi semua strata sosial.  Covid-19 menjadi penyebab utama berubahnya dinamika kehidupan di berbagai bidang termasuk bidang pendidikan. 

Pandemi  ini membuat pembelajaran dari jenjang TK sampai universitas harus secara daring dari rumah, gedung-gudung universitas dan sekolah menjadi mangkrak. Namun, mahasiswa dipaksa mabayar Uang Kuliah Tunggal secara penuh, padahal fasilitas kampus tidak digunakan selama pembelajaran berlangsung. Hal ini membuat berbagai strata sosial mengalami kesulitan dalam membayar biaya perkuliahan. Banyak dari orang tua mahasiswa yang terdampak masalah ekonomi sehingga kesusahan bila diharuskan membayar UKT dengan jumlah yang sama ketika sebelum  masa pandemi.

Berbicara mengenai UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang dibayarkan setiap semester untuk memenuhi biaya oprasional  perkuliahan dengan segala perinciannya. Penentuan UKT dari setiap mahasiswa yang masuk adalah dengan mengisi data mengenai pekerjaan orang tua, slip gaji, asset yang dimiliki, dan menyertakan foto atau buktinya. Bagi sebagian banyak mahasiswa yang mengetahui bahwa UKT jika di isi secara jujur maka mereka akan mendapatkan UKT yang tinggi, karena mereka ketahuan orang yang mampu. Mereka mengisi data penentuan UKT penuh manipulatif, slip gaji yang bisa di edit, foto rumah yang bisa di manipulasi, dan lain sebagainya. 

Tetapi, bagi mereka yang memiliki orang tua ASN tidak bisa memanipuulasi data-data tersebut karena pasti ketahuan. Pada dasarnya konsep UKT ini, yang memiliki UKT tinggi berfungsi menutupi mereka yang tidak mampu dan mendapatkan UKT rendah. Melihat realitas yang demikian, maka dilematis bagi mahasiswa baru yang hendak mengisi data untuk penentuan UKT. Bagi mahasiswa baru ada yang idealis dengan mengisi data penentuan UKT secara jujur dan apa adanya, sebagian besar mahasiswa yang memiliki kecenderungan realistis mereka memanipulasi data penentuan UKT agar mendapat UKT yang rendah.

Berbicara tentang UKT, bagi mahasiswa yang memperoleh beasiswa karena ketidak mampuan perekonomian banyak dintara mereka yang mengalokasikan bantuan beasiswa tersebut dengan memenuhi kebutuhan perkuliahan dengan semestinya. Tetapi, ada sebagian mahasiswa yang memperoleh beasiswa tidak mampu malah memiliki gaya hidup yang tinggi dengan barang-barang brandidnya dan makanan mewahnya. Sedangkan, mereka yang benar-benar tidak mampu secara perekonomian dan tidak mendapatkan beasiswa harus susah payah untuk membayar UKT yang mungkin bagi mereka tinggi dengan gaya hidup yang serba minim. Miris melihat realitas yang ada di kehidupan mahasiswa, terkadang mereka yang benar-benar butuh malah tidak mendapatkan bantuan apapun dan harus bersusah payah. Tapi disisi lain yang sudah mendapatkan bantuan atau biasiswa malah memiliki gaya hidup yang tinggi di atas rata-rata mahasiswa ppada umumnya.

Birokrat kampus dalam menyikapi permasalahan UKT di masa pandemi ini dengan kebijakan yang hanya formalitas saja. Memang ada kebijakan keringanan UKT dan dana bantuan kepada mahasiswa yang mengajukan keberatan UKT di masa pandemi. Tetapi kebijakan tersebut  tidak menyeluruh kepada lapisan strata sosial perekonomian mahasiswa, bagi mereka yang memiliki orang tua ASN walaupun sudah mengajukan keringanan atau bantuan teteapi tetap pada UKT yang tinggi. Dan masih banyak beberapa yang mengajukan keringanan tetapi tidak mendapatkan keringanan, sehingga tak heran  di masa  pandemi ini banyak mahasiswa yang cuti karena masalah ekonomi. 

Bantuan dari kampus yang bisa dirasakan oleh  semua mahasiswanya hanya bantuan kuota yang minim dan kadang tidak tepat waktu.  Melihat realitas yang demikian agaknya jika terdapat transparansi dalam alokasi UKT di era pandemi menjadi hal yang dinantikan dan dituntut oleh mahasiswa, karena kegiatan kemahasiswaan yang mengalokasikan dana UKT banyak ditiadakan dan ini menjadi sesuatu yang menimbulkan prasangka yang buruk.

Kepada para birokrat yang terhormat tolong berempati dengan keadaan perekonomian mahasiswanya yang masih banyak kesulitan dalam membayar UKT. Berikan mahasiswa transparansi alokasi dana UKT selama pandemi, agar tidak menimbulkan amarah dan mosi ketidakpercayaan kepada birokrat kampus. Birokrat yang terhormat, mahasiswa butuh speak up dan solusi polemik UKT yang tinggi di masa pandemi ini. Tuhan pun sudah memberi solusi wa syawirhum fil amr, maka bermusyawarahlah disetiap permasalahan. Melalui jalan syu'ban wa qobaila li ta'arofu, berbeda untuk saling mengenal/mengetahui. Oleh karnanya, mahasiswa hanya ingin li ta'arofu (mengetahui) tentang transparansi alokasi dana UKT di pandemi ini agar mahasiswa bisa bertabayun dan menyelesaikan polemik UKT di pandemi ini dengan birokrat kampus dengan baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun