Mohon tunggu...
M. Zulficar Mochtar
M. Zulficar Mochtar Mohon Tunggu... Konsultan - Direktur Ocean Solutions Indonesia (OSI).

#Menuju NegaraMaritim yang Mandiri dan Berdaulat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nelayan "Menari" di Tengah Badai

4 Desember 2022   23:59 Diperbarui: 10 Desember 2022   03:46 1835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nelayan membantu menepikan kapal yang baru saja digunakan untuk mencari ikan di Pantai Depok, Bantul, DI Yogyakarta, Rabu (14/1/2021). Foto: Kompas/Ferganata Indra Riatmoko

Saat pandemi, Wiradana dkk (2021) menyebut permintaan ekspor perikanan berkurang hingga 40%. Kebutuhan hotel, rumah makan, dan konsumsi lokal terjun bebas. Upaya penangkapan ikan maupun pengolahan ikan menurun. Pabrik-pabrik pengolahan berhenti beroperasi. Distribusi produk perikanan berkurang. 

Volume kargo ekspor-impor menyusut 14-18%, dan kargo domestic 5-10%, bahkan lebih jauh. Proses clearance di pelabuhan tersendat. Jumah kru kapal, pabrik maupun pelaku perikanan juga otomatis berkurang. Lalu lintas kapal berkurang drastis. Daya beli untuk berbagai produk perikanan turun bahkan hingga 70%. Harga-harga melonjak tinggi. Biaya operasional makin meningkat dengan hasil yang berkurang.

Kini, periode puncak pandemic Covid-19 tampaknya sudah berlalu. Namun, situasi dan kebijakan antara satu negara dengan negara lainnya juga berbeda. Ada yang masih ketat karena jumlah terpapar masih tinggi. Ada pula yang sudah kembali kebijakan normal atau 'new normal'. 

Otoritas Kesehatan Sebagian masih berhati-hati dalam beraktifitas. Bulan Agustus 2022 misalnya, pemerintah China masih mengeluarkan pembatasan untuk produk-produk perikanan Indonesia dengan alasan virus Covid yang masih berpotensi menjangkit.

Aktifitas perikanan dan lalu lintas ikan pasca pandemi kini membaik. Meskipun masih jauh dari pulih seperti sebelum virus Covid berjangkit.

Ketiga, badai inflasi, harga dan BBM. Isu kenaikan harga berbagai bahan pokok dan BBM sudah bergulir cepat dalam beberapa bulan belakangan. Ini dipicu antara lain oleh dinamika politik internasional. Konflik Rusia-Ukraina yang melibatkan Amerika dan Eropa, eskalasi politik China dan Taiwan, menyebabkan tersendatnya sistem pasokan bahan pokok, minyak dan gas. Sehingga terjadi inflasi, meningkatnya harga bahan pokok dan BBM, serta terganggunya system logistik.

Kenaikan harga BBM ini otomatis akan memicu kenaikan sarana transportasi dan logistic, harga produksi, operasional dan harga barang konsumsi maupun jasa lainnya.

Langsung atau tidak, kondisi ini memukul telak dunia perikanan di Indonesia. Bisa dipahami, sekitar 40-70% dari biaya nelayan adalah pada BBM dan perbekalan untuk melaut. Akibatnya, ribuan kapal ikan baik nelayan kecil maupun skala lebih besar parkir tidak beroperasi. 

Diperparah harga ikan berbagai jenis juga mengalami stagnan atau bahkan anjlok di berbagai lokasi. Belum ada alternatif modal usaha alternatif yang mudah dijangkau merata oleh semua nelayan dengan cepat. Apalagi postur nelayan Indonesia mayoritas adalah nelayan kecil, dengan kondisi ekonomi terbatas, tidak punya asset dan tabungan memadai. Sehingga tekanan ekonomi menjadi sangat besar.

Sejatinya, nelayan dibawah 30 GT ada subsidi BBM yang telah diberikan oleh pemerintah sejak tahun 2014. Namun proses, ketersediaan dan stabilitas harga yang didapatkan para nelayan masih jauh dari ideal. Bahkan subsidi BBM ini sering dikeluhkan jadi permainan oknum dan tidak tepat sasaran. Jumlahnya juga terbatas. 

Nelayan-nelayan yang berhak, justru sering tidak mendapatkan akses. Terpaksa membeli di pengecer dengan hargan yang jauh lebih tinggi. Daerah-daerah pesisir pelosok dan pulau-pulau kecil, bahkan membeli BBM dengan harga beberapa kali lipat dari harga resmi. SPDN khusus nelayan yang beroperasi dekat sentra-sentra nelayan juga terbatas jumlahnya. Sementara mengakses SPBU, sering mengalami kendala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun