Mohon tunggu...
Myrna Vergiana
Myrna Vergiana Mohon Tunggu... Administrasi - Tangerang, Banten

Fun Fearless Female who loves travelling, listening music, dancing n reading magazine. Having Economic/Accounting background and currently working for European Union Humanitarian Aid Dept consider that writing is a passion even not doing it very often. It is the way you can express the feeling,what you have in mind and at the end to share....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tahun Pertama di Babak Kedua-Pemerintahan Joko Widodo

23 Oktober 2020   16:25 Diperbarui: 23 Oktober 2020   17:36 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Kompas TV

Berbagai pendapat muncul untuk menilai kinerja sang presiden, yang pada periode kedua ini saya melihat sebuah perjalanan yang penuh tantangan, terlebih saat bencana global yang meluluh-lantakan tidak hanya negeri ini namun hampir seluruh belahan dunia mulai menghampiri Indonesia, dengan ditemukan nya kasus pertama pada awal bulan Maret 2020 lalu, tepatnya sekitar 5 bulan sejak beliau dilantik pada 20 Oktober 2019. Hal ini sekaligus mematahkan klaim bahwa saat itu Indonesia sebagai negara dengan zero case alias bebas corona.

Banyak yang mengungkapkan ekspresi ketidakpuasan terhadap pemerintahan Jokowi terutama dibidang polhukam. Tidak dipungkiri, diawal periode kedua pemerintahan beliau, sebut saja UU KPK yang sedianya tidak memiliki urgensi untuk direvisi mengundang begitu banyak kontroversi setelah akhirnya disahkan. Hal ini lambat laun menurunkan citra institusi itu sendiri, hingga sebagian orang yang berdedikasi pada pemberantasan korupsi dan memiliki idealisme memilih meninggalkan lembaga penegakan hukum ini dan memilih berjuang di gelanggang yang berbeda.

Belum lama berselang dimasa pandemi, publik kembali dikejutkan dengan disahkannya produk hukum pertama yg melebur puluhan UU serta ribuan pasal, yang dikenal dengan Omnibus Law yang tidak pernah ada sebelumnya. Penolakan dalam bentuk demonstrasi yang berbuntut anarkis pun tak terelakkan. Namun terlalu berlebihan rasanya kalau kita mengatakan tahun pertama, dibabak kedua ini pemerintahan Jokowi  selalu diwarnai banyak kegaduhan. Jika kita melihat kebelakang, tidakkah aksi demonstrasi yang merupakan model demokrasi pasca reformasi selalu saja mewarnai perjalanan pemerintahan para pemimpin negeri ini ?  sebut saja pada pemerintahan BJ Habibie dan SBY. Terkait masalah perundang-undangan, sepertinya tidak ada proses penciptaan regulasi  yang begitu smooth langsung bisa diterima masyarakat. Namun bukankah perbedaan adalah hal yang biasa dalam hidup berdemokrasi ? yang terpenting bagaimana aspirasi masyarakat dapat terkanalisasi dengan baik. 

UU Omnibus Law mungkin di ibaratkan sebagai pil pahit yang memberikan ragam reaksi diberbagai kalangan masyarakat. Sepertinya komunikasi publik lah yang perlu dibenahi, komunikasi pemerintah kepada masyarakat maupun komunikasi antar kementrian/lembaga negara, dan hal ini di aminkan oleh salah satu pejabat negeri ini tak terkecuali pak presiden sendiri.Saya tersenyum tatkala dalam suatu tayangan televisi, pak Jokowi melontarkan statement nya menyoal vaksin yang akan didatangkan ke Indonesia. Beliau mengatakan ‘janganlah terburu-buru, tolong dikomunikasikan secara detail kepada masyarakat, jangan sampai terjadi seperti UU Ciptakerja' begitu ujarnya :) 

Masih terkait UU, yang harus digarisbawahi adalah ; apakah UU yang dibuat bertujuan untuk kepentingan dan kesejahteraan  masyarakat ?  UU ini diciptakan tidak hanya untuk mengakomodir kondisi saat ini, namun juga kondisi dimasa depan. Bukan masa depan nan jauh disana, tapi in the near future. Apakah seorang pemimpin negara harus serta-merta mengikuti keinginan masyarakat hanya karena tidak mau kehilangan kepopulerannya? ataukah seorang pemimpin seharusnya berani mengambil keputusan yang tidak populis demi melihat peluang yang baik bagi warganya dimasa mendatang yang tentunya akan mendatangkan kesejahteraan, sehingga rela menanggalkan kepopulerannya? ..anda pilih yang mana?

Menyoal sikap pemerintah yang dinilai beberapa kalangan arogan bahkan represif dalam merespons berbagai penolakan terhadap UU Omnibus Law, saya rasa tidak demikian. Justru pemerintah menyikapinya dengan bersinergi dengan pihak-pihak strategis untuk dapat menjelaskan substansi dari UU yg menuai kontroversi ini, untuk kemudian dapat diteruskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan berharap upaya ini dapat meredam kesenjangan.

Pandemi memang memaksa pemerintah mengubah strategi. Pembangunan SDM, infrastruktur, penyederhanaan regulasi serta birokrasi yang menjadi prioritas sebelumnya di babak kedua ini, harus terpaksa dibelokkan dengan berbagai strategi untuk penanganan pandemi. Pemerintah berusaha menyeimbangkan antara rem dan gas yang seringkali dianalogikan sebagai kepentingan kesehatan vs ekonomi.

Meski di awal masyarakat mengeluhkan penanganan kesehatan yang terlihat tidak proper oleh kementrian yang menjadi leading sector, pun diawal yang terkesan meremehkan virus yang sampai saat ini telah menelan puluhan ribu nyawa dinegeri ini, tanpa pandang bulu. Namun dengan berbagai usaha yg dilakukan pemerintah, bahu membahu dengan berbagai kementrian, akhirnya pemerintah dapat membuktikan keseriusannya dalam menangani masalah kesehatan, setidaknya dapat dilihat dari tingkat kesembuhan yang berada diatas rata-rata dunia, tingkat kematian yang menunjukkan trend menurun, meski tidak dapat dipungkiri positivity rate yang masih cukup tinggi. Masa PSBB yang diperpanjang berulang kali sedikit memberi pencerahan dengan dilonggarkan kembali berbagai kegiatan ekonomi, tentunya dengan prokes yang ketat. Meski pelaku bisnis harus kembali melakukan perhitungan dengan sangat hati-hati  untuk dapat membuka kembali kegiatan operasional mereka, namun setidaknya geliat ekonomi sudah dapat dirasakan.

Diplomasi Indonesia yang ciamik dibawah kepemimpinan ibu menlu serta ditunjang oleh kepopuleran RI 1 dimata internasional ini tentunya membuka peluang kerjasama dengan berbagai negara baik dibidang kesehatan maupun peluang kerjasama investasi. Pun tidak terkecuali komitmen pengadaan vaksin yang diberikan oleh beberapa negara terhadap Indonesia, terutama Tiongkok yang dalam waktu dekat vaksin tersebut akan diberikan secara  bertahap mulai awal November 2020 ini yang diharapkan dapat membuka peluang aktivitas ekonomi kembali serta berujung pada percepatan recovery. TCA ( Travel Corridor Arrangement ) yang digagas kemenlu akan diberlakukan mulai 26 Oktober mendatang dengan negara tetangga kita, Singapura.TCA yang hanya diperuntukkan bagi perjalanan bisnis essential, diplomatic & perjalanan dinas yang mendesak ini diharapkan dapat memberi angin segar industri penerbangan ataupun pariwisata yang terimbas hebat akibat pandemi. 'Ego sektoral diruntuhkan, yang dilakukan adalah membangun komunikasi yang cair untuk dapat meningkatkan sinergi antar lembaga dan kementrian, dan dengan dibalut semangat nasionalisme, niscaya akan memampukan kita dalam menghadapi krisis multidimensi ini bersama-sama', begitu pernyataan ibu menlu yang benar-benar menumbuhkan semangat optimisme yang memang dibutuhkan kita saat ini.

Lalu bagaimana dengan sektor ekonomi ? 

Ketidakdisiplinan masyarakat membuat pandemi sulit terkendali membuat pemerintah merogoh kocek dalam-dalam. Rp.695.2 T, jumlah yang fantastis digelontorkan pemerintah sebagai dana penanggulangan Covid, termasuk didalamnya beragam stimulus yang diberikan dihampir semua lini/sektor terdampak. Social Safety Net alias bantalan sosial yang diberikan terutama bagi warga yang bekerja di sektor informal. Tidakkah ini bukti kepedulian mendalam pemerintah terhadap warganya ? meski demikian masih saja ada pihak-pihak yang 'nyinyir' dengan mengatakan dimana kehadiran pemerintah di saat-saat seperti ini ? menyusul disahkannya UU yang dianggap menzolimi hak kaum buruh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun