Mohon tunggu...
Hety A. Nurcahyarini
Hety A. Nurcahyarini Mohon Tunggu... Relawan - www.kompasiana.com/mynameishety

NGO officer who loves weekend and vegetables

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Silaturahmi 4.0: Beramah-Ramah dengan Manusia dan Teknologi

14 Mei 2021   23:01 Diperbarui: 15 Mei 2021   00:02 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.businessillustrator.com/what-is-digital-transformation-cartoon-infographic/

Covid-19 bisa jadi 'blessing in disguise' bagi beberapa orang. Iya, artikan saja sebagai 'berkah terselubung'. Dengan berbagai kekacauan, kesengsaraan, kesedihan, yang ditimbulkannya sejak setahun terakhir ini, ada saja hal-hal positif yang bisa kita nikmati sekarang, yang dulu mungkin kepikiran aja enggak. Iya, kan?

Salah satu yang bagi saya (dan mungkin, kamu juga) paling berasa adalah soal Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK). Ada satu anekdot yang baru-baru ini saya temukan di businessillustrator.com dan bisa menggambarkan secara 'sederhana' tentang apa yang sebenarnya terjadi. Dalam bahasa Inggris, ada sebuah pertanyaan tentang siapa yang mendorong transformasi digital di perusahaanmu? Ada tiga pilihan yang disediakan, yaitu a. CEO, b. CTO, dan c. Covid-19. Tahukah, siapa jawabannya? C. COVID-19! 

Hmm ...

Saya tim yang tertawa pahit, sebagai simbol saya mengiyakan jawaban itu. Enggak usah jauh-jauh, deh. Di kantor, dahulu, tidak ada yang menaruh perhatian sepenuhnya untuk 'berinvestasi' pada aplikasi telekonferensi. Dengan mindset konvensional dan anggapan bahwa bertemu tatap muka adalah opsi yang terbaik untuk berkomunikasi dengan orang. Kini, dalam hitungan hari, sejak Covid-19 melanda dan mobilitas manusia dibatasi, semua otomatis beralih ke aplikasi-aplikasi semacam itu. Pun, di keluarga. Mereka sudah tak asing lagi dengan aplikasi yang bernama, 'Zoom'. Mungkin karena saking seringnya di kantor menggunakan aplikasi itu dan disebut-sebut dalam kehidupan sehari-hari.

"Ayo, Het, buruan gabung, semua udah di Zoom!"

Begitu kalimat Whatsapp yang saya terima dari sepupu saya beberapa hari yang lalu saat hari Idulfitri. Karena terpisah jarak dan adanya larangan mudik dari pemerintah, akhirnya, keluarga besar kami menggunakan 'Zoom Cloud Meeting' untuk saling menyapa saat hari raya. Apakah hal ini pernah saya bayangkan beberapa tahun yang lalu? Tidak pernah. Sama sekali.

Tak perlu ragu lagi, sudah sewajarnya kita berterima kasih pada teknologi yang bisa membantu kita menyambungkan silaturahmi antarmanusia. Jika sebelumnya, hanya kenal Skype, Google Hangouts, sekarang semakin banyak pilihan. Seolah tidak akan ada alasan lagi bagi kamu untuk tidak terkoneksi dengan orang. 

Walaupun demikian, kemajuan teknologi juga harus diikuti dengan tuntutan 'open minded' dan senantiasa belajar agar bisa terus sejalan. Enggak lucu, teknologi sudah mencapai X, tapi kemampuan kita masih di bawah standar untuk bisa mengoperasikannya. Hal ini justru sering kita jumpai pada orang-orang yang terlahir dengan perbedaan rentang waktu yang panjang. Beda generasi, katanya. Yang lebih tua, langsung mendapatkan label 'gaptek' (gagap teknologi) dan yang muda mendapat gelar 'digital savvy'. Padahal, tidak melulu seperti itu, lho!

Sekali lagi, dengan segala hal yang baik yang bisa dijembatani oleh teknologi, ada banyak hal yang harus kita ingat untuk menjaga relasi dengan orang lain. Salah satunya, adalah 'empati'. Saat manusia mulai mengandalkan teknologi dalam segala aspek hidupnya, ada kecenderungan untuk tidak sabar pada proses dan ingin serba cepat. Selain itu, manusia juga menjadi lebih asyik dengan dirinya sendiri di dunia maya ketimbang dalam kehidupan sosial nyata. Jika, mereka tidak bisa membangun batasan-batasan, teknologi bisa menjadi hal buruk dalam relasi antarmanusia. 

Jadi bagaimana agar bisa tetap 'sehat' dalam berelasi dengan orang lain melalui teknologi? Pada dasarnya, tidak jauh berbeda dengan aktivitas bertemu/bertatap muka langsung. Walau 'hanya' dilakukan via layar, empati harus dibangun. Hubungan timbal balik didengar-mendengar, disimak-menyimak, dilihat-melihat harus seimbang. 

Sumber gambar:

businessillustrator

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun