Mohon tunggu...
Hety A. Nurcahyarini
Hety A. Nurcahyarini Mohon Tunggu... Relawan - www.kompasiana.com/mynameishety

NGO officer who loves weekend and vegetables

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan Saat Pandemi (Lagi), Sebuah Catatan Personal

14 April 2021   23:45 Diperbarui: 15 April 2021   00:14 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisa bertemu lagi dengan Ramadan adalah hal yang harus disyukuri. Itulah hal yang paling menancap di kepala dari berbagai konten agama yang saya follow di Instagram. Bersyukur, bersyukur, bersyukur, katanya. Jelang bulan Ramadan, linimasa Instagram banjir konten tentang puasa dan ibadah-ibadah penyerta, ya tarawih, ya berbagi takjil, ya berbagi buka puasa, ya baca Alquran, ya doa-doa, dan lainnya. 

Dari semua, kalau diingat-ingat, konten favorit saya adalah tinjauan puasa dari aspek kesehatan. Sebenarnya, enggak cuma edukasi, saya merasa termotivasi sendiri karena puasa, nyatanya, berkontribusi positif untuk kesehatan. Sesederhana, mengistirahatkan organ-organ pencernaan selama beberapa jam selama 30 hari. Pokoknya, isinya hanya membuat saya mengucap Masyaallah, Masyaallah, Masyaallah. 

Sebagai anak rantau, kalau ditanya, ini bukan Ramadan saya yang pertama jauh dari keluarga. Sejak memutuskan 'berpetualang', keluar tanah kelahiran, ini menjadi Ramadan kesekian yang dijalani sendiri. Eh, at least, di sini saya bersama teman-teman. Walau mungkin enggak sesempurna iklan sirup atau mie instan yang menampilkan kehangatan keluarga saat Ramadan, percayalah, Ramadan selalu punya cara mempertemukan kita dengan hal-hal membahagiakan lainnya. Sekali lagi ya, betapa istimewanya Ramadan.

Walaupun begitu, sejak tahun lalu, Ramadan memang benar-benar beda. Pandemi COVID-19 yang masuk ke Indonesia pada bulan Maret 2020, membuat mobilitas dan interaksi langsung antarmanusia terbatas. Semua diatur, termasuk kegiatan ibadah di masjid. 

Saya enggak bisa lupa, beneran deh, Ramadan tahun 2020, saya sama sekali tidak tarawih di masjid, full di rumah aja. Say goodbye sama yang namanya buka puasa bersama. Semua serba take away alias dimakan di rumah.

Dengan semua keterbatasan itu, banyak kemudian yang mengatakan bahwa Ramadan saat pandemi adalah ajang refleksi. Yang semula selalu buka puasa di luar sampai solatnya keteteran, jadi lebih 'khusyuk' karena di rumah aja, bersama keluarga, enggak bisa ke mana-mana. Worth it, kan?

Nampaknya, ini tetap harus kita jaga. Setahun berselang, pandemi COVID-19 masih ada dan tad-daa .. babak kedua Ramadan saat pandemi. Mungkin ada yang sudah mengira tapi ada juga yang masih enggak menyangka. 

Di Ramadan tahun 2020, banyak yang berdoa agar pandemi ini cepat mereda. Cukup satu tahun. Memohon, bertobat dan berharap ujian dari Allah ini segera diangkat dengan kuasa-Nya. Nyatanya, Ramadan kali ini, kita masih ada dalam suasana pandemi. Apakah Allah sayang dengan kita? Apakah Allah (masih) marah dengan kita?

Yang jelas, tidak ada yang namanya kebetulan. Selalu ada alasan. Ada alasan kita dipertemukan kembali dengan Ramadan tahun ini. Pun, saat pandemi, di mana mungkin tidak semua orang bisa mengalami. Banyak yang sudah sudah berpulang. Allah ingin kita paham. Allah ingin kita belajar. Walau mungkin enggak sekarang. Endingnya, kita, manusia, berproses untuk mengambil pelajaran. 

Belajar dari Tahun Lalu

Lagi-lagi hanya bisa bersyukur. Tahun lalu, kalau diingat, benar-benar tidak ada kegiatan buka puasa dan salat tarawih di masjid. Pembatasannya ketat. Bahkan, untuk jual-beli makanan takjil yang biasanya 'tumpah' di jalanan. Pedagang banyak yang gulung tikar. Ramadan saat pandemi benar-benar menciptakan khasnya sendiri. 

Jujur, kala itu, saya sempat berpikir? Apa iya ini Ramadan?

Siapa sangka semua terlewati. Ramadan bukan tentang suasana. Tetiba album religi banyak di putar di mall, tentang iklan sirup sekian seri yang selalu tayang di prime time, tentang pengurangan jam masuk kantor, tentang kolak dalam plastik yang banyak dijual. Bukan. 

Ramadan tentang bulan full ibadah, di mana banyak pengampunan, banyak rizki, banyak berkah. Jadi, sayang sekali jika kita enggak bisa 'egois' di bulan ini untuk beribadah kepada Allah. 

Kini, 2021, sejak beberapa hari yang lalu, saya mulai mendengar khutbah dan bacaan salat tarawih imam dari speaker masjid yang jaraknya sekian ratus meter dari rumah saya. Satu jam sebelum sahur, ada suara-suara yang membangunkan orang sahur. Jalanan yang tahun lalu lenggang, mulai banyak lagi orang yang jual-beli makanan takjil. Berangsur-angsur, walau tak 100% sama. Apakah masih tidak bersyukur dengan tahun lalu?

Saya hanya bisa berkata dengan diri saya lagi. Bersyukur, bersyukur, bersyukur. Bagaimanapun keadaan Ramadan, jangan sampai yang didapatkan hanya rasa haus dan lapar. Ramadan tidak sedangkal itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun