Mohon tunggu...
Gus Candra Kunjorowesi
Gus Candra Kunjorowesi Mohon Tunggu... -

"Pondok Pesantren adalah Syurga Duniaku" yang Artinya adalah "Selama Aku Masih Hidup Akan Selalu Mencari Ilmu dan Diamalkan".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Misteri Dibalik Hilangnya Pedoman Manusia, Alat Untuk Mencintai Rosululloh

26 Juni 2017   22:04 Diperbarui: 26 Juni 2017   22:13 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Muhammad Wahyu Candra

Pedoman secara Lughot bisa di artikan patokan, pegangan, dan dalil, secara syar'i pedoman sebagai petunjuk hidup manusia yang didasari dengan kaidah-kaidah fiqhiyah maupun hukum.

Berawal dari "ASADUN" (perjuanagan) yang sangat besar tentu yang utama mengajak masyarakat melestarikan kesenian-kesenian yang ada di Indonesia karena dengan dilakukannya hal tersebut orang baratpun sangat sulit untuk merobohkan kekaya'an hazanah yang ada di negeri kita, sebuah keberuntungan yang sangat besar terutama masyarakat Indonesia yang memiliki minat terhadap kesenian-kesenian yang jerih payahnya di bentuk oleh nenek moyang kita, artinya kita masih peduli dengan kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia.

Sebuah ketentraman dan kedamaian bagi manusia yang meng_ASADUN-kan kesenian-kesenian yang ada di Indonesia, ( Bukan karena mencari nama / ketenaran / menunjukan kepada orang lain kalau kita baik hati / kekayaan kita. Dengan beramal seni dan berdana dengan orang yang membutuhkan akan membuat kita merasa bahagia dan ikut merasakan kebahagiaan orang yang dibantu. itulah ketentraman dan kedamaian yang sesungguhnya ).

Sebuah misteri yang sangat menyeramkan ketika orang-orang yang berjuang dirana seni, maupun budaya yang awalnya ingin mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap menjaga, melestarikan bahkan mengembangkan kesenian tetapi secara logika menjadi sebuah kepahitan, itu salah siapa ! Tapi itu pandangan secara rasio bukan secara haqiqi, secara haqiqi dimana-mana perjuangan pasti sebuah kemanisan/apresiasi tergantung pada orang yang mau menalaah dan menganalisis lebih mendalam.

Gembira, sedih, bangga, dan takut itulah sebuah proses yang dimiliki seseorang ketika berproses, bukan karena berjuang kemudian ingin di puji-puji, tetapi berjuang untuk berdakwah kepada masyarakat yang nantinya kemanfaatan tersebut akhirnya kembali kepada diri kita sendiri, segala tenaga dan fikiran kita dikumpulkan menjadi 1 ( satu ) demi suksesnya pekerja'an atau kegiatan, itu untuk siapa ! jelas untuk masyarakat. Kita tidak pernah mencari gara-gara dengan siapapun tetapi kita hanya ingin memberi semangat kepada siapapun yang selama ini belum pernah / belum 100%  tenaga dan fikirannya untuk dituangkan terhadap  masyarakat.

Sebuah kesedihan yang mandalam ketika kita sudah berjuang tetapi mereka tidak mau menghargai kita dalam arti selalu membicarakan yang tiada kebenarannya terutama di kelompok-kelompok meraka, mekeka selalu berbicara yang tidak ada gunanya minimal  terhadap dirinya sendiri dan itu artinya sebuah provokator terhadap orang lain, padahal mereka-meraka sangat aktif dalam membaca buku tetapi sebuah kata demi kata tidak ada yang di aplikasikan pada perilakunya, kita yang selalu di fitnah tidak pernah marah tapi sedih, dalam kesedihan itu kita tempatkan dalam rana obyek yang artinya kita sedih ketika melihat orang-orang yang selalu menfitnah, mereka-meraka juga mahasiswa yang tidak asing dari latar belakang membaca dan pendiskusi bahkan mereka-meraka adalah keluarga kita dalam perjuangan 1 (satu) kampus.

Sekian banyaknya mahasiswa yang ber-latar belakang seorang pembaca dan pendiskusi tetapi tidak pernah melihat sebuah kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya berarti mereka-meraka malas/buta dalam melihat personal-nya, seseorang yang kepribadiannya  tidak terbuka itu benar atau tidaknya tergantung mereka melihat ancaman pada dirinya besar atau kecil / apakah ancaman pada dirinya bisa ditutupi dengan ketidak terbukaan pada diri seseorang dan sebaliknya, intinya yang menulis artikel ini kalau mendefinisikan hal tersebut banyak sekali sebuah tafsilan mengenai sifat seseorang terbuka atau tidak.

Banyak sekali orang-orang yang berfikir tentang peluang dari kehidupan, pertama mengenai sifat terbukanya seseorang, dimana setiap agenda-agenda yang di jalankan jelas memikirkan bagaimana agenda tersebut bisa sukses, akan tetapi di balik kesuksesan tersebut ada sebuah proses dan proses itu salah satunya di aplikasikan dengan metode SWOT (Kekuatan, Peluang, Kelemahan, dan Ancaman). Sebuah kebingungan pada diri seseorang mulai dari membuat konsepnya kegiatan dan jelas akan di infokan terhadap masyrakaat luas, akan tetapi dari intrauniversiter pun banyak sekali keirian-keirian ataupun menjadi ancaman besar bagi agenda tersebut dan itu merupahan hambatan yang sangat besar bagi setiap agenda, maka dari itu setiap orang yang sudah berfikir sampai tingkat tersebut akan merasakan sebuah ketimpangan-ketimpangan pada dirinya, karena itu sebuah perjuangan ataupun proses bagi seseorang sangat dibutuhkan yang benar-benar dedikasi dan loyalisnya sangat tinggi terhadap organisasi.

Sebuah Ketimpangan pula bagi seseorang yang membuat agenda, demi mengevaluasi dan ingin mengatasi permasalahan tersebut akhirnya seseorang ingin berfikiran yang tertutup / kepribadian yang tertutup, dalam arti seseorang tersebut tidak ingin menginfokan kepada orang-orang intrauniversiter atau orang-orang yang selama ini membuat ancaman pada organisasi dan pengevaluasian tersebut sepertinya lebih parah ketimbang seperti di atas (sifat terbuka), Catatannya adalah setiap agenda kita mungkin harus menginfokan khususnya intrauniversiter "dalam tanda kutip" Informasi yang sekiranya tidak menimbulkan bahan ejekan dari mereka dalam arti setiap membuat agenda kita harus mengesplore perkara / perkataan yang baik-baik tidak dengan informasi yang buruk-buruk dari organisasi tersebut, maka dari itu itulah salah satunya cara untuk menjaga kualitas dan nama baik organisasi agar tidak ada ketimpangan-ketimpangan lagi diantara keluarga sendiri (intrauniversiter)

Dan lebih fenomenanya lagi seseorang yang luar biasanya berkamuflase gagah di depan mripat orang banyak, mereka atau beliau. Hop, yang benar enaknya kita manggil mereka atau beliau apa ya. Tapi mungkin kita orang muslim-muslimah harus tetap tawadu', Oke lanjut, Beliau sangat hebatnya berkamuflase gagah di depan orang banyak ataupun kami bahkan beliau seperti papa kita sendiri tapi papa e siapa yang benar, tetapi siapa sangka meskipun beliau seperti itu kagetnya kami beliau mampu menempuh proses yang sangat luar biasa lulusan S2 tapi kira-kita dimana ya. Lebih ironisnya lagi di belakang kami beliau sama sekali tidak menghargai kinerja kami bahkan setiap detik, jam, hari yang kita abdikan selalu malah menjatuhkan, bahkan mengancamnya ke rana negative. Dan ancaman itu seperti kita bukan siapa-siapa beliau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun