Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tiang Gantungan; Ribut Lagi Isu Pembangunan Gedung Baru DPR [Paranormal – 11]

2 April 2011   04:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:12 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_98299" align="alignleft" width="300" caption="Hasilkanlah Karya-mu yang memberikan Jalur Budya yang Progresif --- Rakyat dan Negara-mu membutuhkan Lintasan Budaya yang Ambeg Parama Artha. Bumi di mana Indonesia berpijak terancam berbagai Krisis dan Bencana. "][/caption]

Dulmajid kembali gelisah --- ia menerawang menembus bingkai jendela, di kamarnya di lantai dua, menghadap Gunung Salak --- gelap gulita. Hujan baru saja selesai turun dengan lebatnya --- mungkin kota-kota dan desa di bawahnya akan kebanjiran.

Bunyi gelegar guntur dan geledeg masih terngiang --- menggedor-gedor nuraninya. Ia bersimpuh.

Ia tidak menemukan jawaban --- bahkan ia tidak mengerti mengapa Pimpinan DPR, anggota DPR, para Fraksi di DPR, para Pro’s --- bisa begitu belepotan memberikan alasan dan ungkapan yang konyol-konyol.

Seolah-oleh mereka tidak takut pada “Tiang Gantungan”

Memang tiang gantungan tidak pernah dipraktekkan lagi setelah jaman VOC berlalu.

Dulmajid terkenang tokoh pemberontak desanya --- memberontak terhadap Pemerintah Kolonial. Untuk Mencapai Indonesia Merdeka, murah pangan murah sandang.Pahlawan itu digantung Belanda di Kadipaten. Karena menentang Penjajah Belanda.

Ia mati di Tiang Gantungan.

Untuk mencapai Indonesia Merdeka --- di mana Rakyat memilikiPemerintah dan Negara milik sendiri.Mana ?

Kalau gedung baru DPR itu tetap didirikan --- makin banyak gedung sekolah yang ambruk menimpa bocah-bocah, yang ayah-ibu mereka dulu menyumbang “hak-suara” bagi kemakmuran wakil rakyat yang banyak neko-nekonya itu.

Kalau gedung baru DPR itu tetap berdiri --- makin banyak Puskesmas tidak bisa didirikan.Siapa pula yang akan menanggung masyarakat miskin yang berhak berobat, agar tetap sehat ?

Rakyat sehat Negara kuat (kata Angkatan 45).

Tiang gantungan itu ( link kehttp://sosbud.kompasiana.com/2011/01/19/maket-gedung-baru-dpr-ri-kok-seperti-tiang-eksekusi-paranormal-07/) akan menjadi lambang budaya “plagiat” dalam bangsa ini.

Sudah banyak gedung-gedung semacam itu di belahan bumi ini --- mengapa Bangsa ini tidak bisa melahirkan Rancang Bangun yang berlandas pada Budaya Indonesia ?

Yang dilahirkan dari keluhuran Budi dan Daya Indonesia ?

Lihatlah wujud design gedung Conefo di bawah (Gedung Baru itu, nantinya) --- ia berwarna hijau dengan bentuk lambang penyu, penyu lambang hidup dan budaya yang berumur panjang --- terkenang terkaitan Budaya dengan arca Penyu di Candi Sukuh.

Penyu hijau --- lambang kelestarian Suburnya Jiwa dan Badan Indonesia Raya.

Di penerawangan Dulmajid …………terlihat macam-macam slide panoramik : Ratusan pemuda mahasiswa mengacungkan kepalan menuntut Pak Harto lengser. Berkerumun di atasnya yang indah dan ber-sejarah. Dan Pak Hartopun lengser keprabon………..Orde Baru pun digantikan oleh Gerakan Reformasi 1998.

Dulmajid melihat simbahan genangan darah para Pahlawan Reformasi. Tersungkur --- menelungkup mencium Bumi Pertiwi.

Kenang-kenanglah kami --- teruskanlah perjuangan kami.

Ribuan massa di halaman gedung DPR/MPR (settingMei 1998).Seperti semut dengan semangat baja

Di Halaman itu akan didirikan ribuan Tiang Gantungan untuk para Koruptor (terawangan Dulmajid membinar dalam kelamnya langit di atas kotaBogor) . Mengapa ada gelagar guntur lagi setelah hujan reda ?

Dulmajid berdiri di depan tingkap --- memegang erat bibirkusen jendela --- hujan kembali menderu makin lebat, makin lebat.Air mata darah Rakyat mengambang di saentero Jagad Nusantara --- air hujan menjadi darah mengalir jauh ke muara yang kotor dan polutif.

Menjadi gelombang --- suara manusia menjerit-jerit --- saling mengancam. Ingin membunuh sesamanya.

Para Koruptor membunuh dengan uang APBN --- dengan Kerakahan.

Para Elit membunuh dengan kekuasaannya

Para Rakyat membunuh dalam Pola Kebudayaan, berebut remah BBM dan Pangan.

Berebut apem barokah dan BLT --- mengeliat dan tersungkur, megap-megap nyawanya hampir putus.

Mana Premium untuk kami --- mengapa premium habis dalam perjalanan dan dalam antrian di SBPU ?

Beli Pertamax bodoh ! (disparitas harga tidak dihayati oleh para Pimimpin).

Kalau mau premium beli dari botol-botol Rakyat di pinggir-pinggir jalan. (kata Black Market, bila disparitas makin menganga)

Chaos.

Kebijakan yang dangkal akan mendongkrak kemarahan.

Tuan, buatlah Kebijakan yang menentramkan --- yang langgeng dan menenangkan seperti tabiat Penyu. Berenang tenang --- Kalis sambi Kolo.

Nenek papa dan para gelandangan mengais dan menyapu jalanan untuk mengumpul segenggam beras.

Nenek-nenek papa merambah sawah pasca-panen --- untuk memetik setangkai-dua tangkai bulir padi.

Para mahasiswa kesurupan dalam yel-yel yang mematikan.

Mereka mati --- sebagai martir dalam ironi Tiang Gantungan.

Mati, baru berarti (Chairil Anwar).

Dhalang Tukidjan memainkan lakon “Wisanggeni merebut Pulung”.Rakyat meratap merindukan Negarawan atau siapapun yang hadir menjadi Ratu Adil.

Gelarkanlah Kekuasaan yang berlanjut, seperti tingginya luhur budi para Punakawan ; “Ngelungguhi klasa Gumelar “, kata Kang Semar.

--- Menduduki tempat yang sudah teratur segalanya. Menggantikan kedudukan pendahulu, yang sudah teratur, tertata melanjutkan misi Nasional --- Masyarakat yang Adil Makmur, Gemah Ripah Loh Jinawi --- Tata tentrem Kerta Raharja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun