Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Selaras dan Serasi --- bukan saja Kau dengan Aku, saling kontradiksi. (KN 37)

4 Februari 2012   12:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:04 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13283593491214596047

Polisi jangan sembarang main tembak mati --- Pemerintah jangan hanya mau Kuasa saja, ingat Kewajiban menyelenggarakan Kesejahteraan, Birokrat jangan ingin mempunyai pendapatan sampai muntah, tetapi harus melakukan kontra-prestasi ‘memuaskan pelayanan’ publik.

 

Ini Negara Republik, bung !

 

Akibat tidak selaras dan serasi --- Rakyat tidak mempercayai Pemerintah dan fungsional ke-Negara-an lainnya. Karena Negara telah menjadi Lembaga pemeras dan penghisapan secara Sistemik.

 

Melalui apa ?  Rancangan dan Program, kemudian dijabarkan menjadi APBN dan APBD atau Anggaran Pemasukan dan Pengeluaran Bank Indonesia …………. Begitulah kira-kira semua Pelaksana Pengguna Anggaran bisa menggunakan Otorisasi yang diberikan, untuk memakainya dengan cara dan maksudnya.

Tidak boleh Melanggar Wewenang --- melanggar berarti Kriminal, berarti melanggar Sumpah Jabatan, berati melanggar Konstitusi.

 

 

NKRI adalah Negara Hukum, bung !

 

 

 

Siapa yang memberikan Otorisasi ?  Rakyat NKRI-lah yang memberi Amanat untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pelayanan masyarakat sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945 Amandemen, Undang-undang Pelaksanaannya, sampai Sistematika-nya.

 

Sistem yang terbangun harus Selaras dan Serasi. Kalau tidak ?

 

Kalau tidak, ya seperti keadaan………. Indonesia saat ini.

 

  1. Yang Kaya tambah kaya, yang Miskin tambah miskin
  2. Aparat menjadi pelindung ‘Kaum vested-interest’, yang memegang senjata menembak mati Rakyat yang memperjuangkan aspirasinya.
  3. Buruh memperjuangkan nasibnya dan keluarga --- melakukan aksi dengan eskalasi yang merugikan Sosial-ekonomi yang lebih besar.
  4. Pemegang Amanat melakukan Korupsi dengan Jaringannya terhadap Rancangan yang ditetapkan, apakah dengan mark-up atau pemalsuan data secara fiktif --- demikian rusaknya Indonesia, bahkan proses koruptif sudah bisa di-uangkan --- dipanjari oleh ‘si Penyuap’ --- sebelum pelaksanaan, karena Sistem Gelap itu telah terpercaya.
  5. Nomenklatur Jabatan, pakaian dinas dan atribut, stempel dan kantor, meja dan suara --- semuanya bisa berubah menjadi Wewenang melakukan ‘Pungutan Liar’ atau Surat Keputusan yang, menyebabkan kerugian Masyarakat, Bangsa, bahkan Negara.
  6. Apalah lagi di dalam Implementasi, sudah bertahun-tahun fakta koruptif ditemukan --- Sistem tidak berdaya melakukan ‘cybernatics’ ---  Management mengumpan-balik ‘masukan’ dari Fungsi Controlling.
  7. Kalau Sistem Koruptif itu diterima Masyarakat, ditolerir Masyarakat, dimanfaatkan Oleh Yang Berwewenang untuk memperoleh pendapatan haram ---- masyarakat tidak berdaya --- sistem itu telah menjelma menjadi Budaya Korupsi.

 

Selaras, artinya ada Kekuasaan yang menjadi Sistem yang menghasilkan ke-Serasian --- karena Negara dan Masyarakat itu terdiri dari ber-aneka ragam Kepentingan.

 

Jangan terjadi Antagony, tetapi suatu Harmony Kehidupan.  Setiap pribadi menyadari bahwa dia sebagai Mikro selaras-serasi dengan Lingkungan Makro --- di dalam bingkai Falsafah Pancasila.

 

Indonesia akan menjadi Negara Tertinggal (atau Gagal) apabila “tiada daya Cybernatics untuk memperbaiki” keadaan ini.  Biar ada Lembaga Internasional atau Lembaga Pemeringkat menyatakan “mencapai Grade tertentu” --- Indonesia tidak akan mampu memanfaatkannya.

 

Mereka-lah yang memanfaatkan kondisi Indonesia --- seperti Pemerintah Kolonial Inggris dan Belanda mempertukarkan Semenanjung Melayu dengan Bengkulu --- agar Imperialisme dan Kolonialisme berbagi keuntungan dari Selat Malaka dan Nusantara.

 

 

 

[MWA] (Kesadaran Nasional – 36/02)  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun