Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mini Cerpen (16) Tangan yang Gemetar

2 Februari 2010   21:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:07 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pesta yang meriah. Perkawinan putri pamannya. Biasa di lingkungan keluarga mereka. Orang Mandailing menikah dengan Keturunan Pakistan. Seperti kali ini. Meriah.

Begitu masuk ke ruangan perhelatan --- dekorasi yang indah, dan lagu-lagu Melayu Deli memanjakan telinga. Tetamu banyak berpakaian batik dan ada pulaberpakaian dan berkebaya Melayu. Menyenangkan-lah memandang mereka..

Setelah acara sambut menyambut --- dan memperkenalkan latar belakang kedua mempelai, yang sebelumnya kuliah di Australia. Berpacaran di Australia. Dan kini menikah di Indonesia.Memang banyak di sana para alumni Australia. Tiba di acara mengucapkan selamat ---- panjang antrian acara salaman itu.

Lebih baik antri makan dulu, pikir Hamid. Tergoda dengan “Gubug Kambing Guling”. Antrian panjang juga.Kira-kira sampai ke meja pelayanan ada 15-an orang.

Eh ada seorang tua dengan hidung mancung, rambut masih cukup banyak hitamnya. Ia ingin menyalip, orang di depan Hamid rupanya temannya.

Berpandangan sekilas. Hamid sebenarnya toleran, tetapi orang itu mengurungkan niatnya. Ia beralih ke belakang Hamid.

Lagu Melayu terus menghiasi suasana, setelah lagu “Mak Inang Pulau Kampai” disusul lagu “Sri Mersing”. Aduh seronok nian, suasana pesta itu terasa di Medan-lah.

Antrian beringsut perlahan. Berdiri lagi. Berhenti

Terasa sentuhan lembut di lengan kiri Hamid, agak menggayuti lengan pakaian ala Pakistan-nya.Ingin di-kuiskan Hamid tangan yang bergetar itu. Tidak sampai hati.

Tangan yang bergetar itu --- terasa nyilu di tulang bahu Hamid. Orang ini Parkinson barang kali, dalam hatinya. Getaran itu tidak membebani, tetapi sangat peka terasa ke kulit dan menjalar ke bahu. Parkinson !

Tidak terasa antrian beringsut kembali. Tangan itu masih menggayut di lengan kiri Hamid. Rupanya sekedar untuk mengimbangi beban gravitasi atau justru sopan santun untuk keakraban (pikir Hamid). Tetapi getaran gemetar itu sangat nyilu, kini menjalar ke susunan tulang belakang. Parkinson ?

Parkinson adalah penyakit tua yang mengganggu fungsi otak ---- lantas Dementia. Ampun !

Giliran pikun, jangan-lah ya Allah ( doa Hamid dalam hati).Ia teringat, baru saja adiknya mengabarkan , “ Bang Udin kini mulai pikun, cepat dan parah kali pikun-nya ! "

Bang Udin itu sepupu, kira-kira lebih tua empat tahun --- ya, Bang Udin kira-kira berusia tujuh puluh tahun sekarang.Sudah pikun dia. Hi !

Tangan itu masih tetap di sana . Antara menyentuh kulit dan tidak. Lembut saja intermiten-nya. Tetapi kalau di rasa-rasa menggigil sejak dari tulang di bawah tempurung kepala sampai ke tulang ekor. Ih, nyilu terasa. Beringsut lagi antrian.

Pesta ini banyak opsi. Mau hidangan full kolesterol ikut di sini --- hidangan menu Jawa juga ada. Ada antrian Gudeg di tengah sana. Oh mau menu Sunda yang ada lalapan, ada juga --- tetapi repotlah, lalapan baru asyik kalau makan pakai jari jemari.

Tangan itu masih tetap mentransfer getaran ke sendi-sendi tulang belakang. Nyilu.

Orang yang mengalami gejala Parkinson selalu ditandai dengan tangan bergetar, atau goyang kepala dan bibir.Wah serem banget melihat mimik orang yang kepalanya bergetar lembut, bibir bergetar. Yang parahnya liur pun mengences.  Wah !

Ampun, jijik benar asosiasi dalam pikiran Hamid.

Lagu sudah tidak terdengarnya lagi.

Dulu salah satu bossnya mengalami Parkinson sebelum usia pensiun. Terkadang masuk kerja terkadang diberi dispensasi tinggal saja di rumah. Tetapi barangkali boss itu tidak enak suasana di rumah --- masih merasa lebih aman tetap datang, dan berdiam diri di dalam kamar kantornya.

Tetapi kasihan benar.Kalau ada dering telepon. Ia sukar sekali untuk mengambil pesawat telepon tersebut.Tangannya tidak bisa dikomando untuk meraih telepon dengan tepat.Selalu meleset !

Tangannya seperti menggapai-gapai saja. Ngeri banget deh.

Orang di belakang ini mungkin baru tingkat tremor saja  ( pikir Hamid lagi dalam hatinya ). Antrian maju --- Hamid mengambil sendok garpu, piring dua , satu untuk istri, mungkin istri ingin mencoba kambing guling juga.(pikirnya)

Tamu yang di belakang juga dengan cekatan telah mengambil bagiannya.

Ternyata istri-nya telah selesai menyantap hidangan , hanya makan sup dan buah. Plus kini ia menikmati es krim. Aroma kambing guling itu memang sangat menggoda. Rasa nikmatnya bukan main. Hanid melupakan kalesterol --- Parkinson dan Demensia.

Lagu-lagu Melayu Deli lanjut mengiringi kenikmatan lezatnya hidangan --- Hamid ingat satu menu lagi yang akan diincernya, Roti jala dengan kari kambing. Hidangan orang Medan. “Jangan , sudahlah !” kata istrinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun