Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Balas Budi kepada Wak Kolok (Cermin-65)

4 Oktober 2012   00:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:17 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1349310528438755111

[caption id="attachment_209608" align="aligncenter" width="473" caption="Grafis MWA-Cermin 65"][/caption]

(1)

Di Jaman Belanda itu jabatan Kepala Stasiun di kota kecil, sudah sangat terpandang --- baik secara sosial di kalangan pribumi maupun oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Keluarga itu memiliki dokar atau sado untuk transpor dalam kota, memiliki jongos untuk urusan rumah tangga, tukang kebun dan tukang air, orang bertugas mengangkuti persediaan air.

Anak-anaknya berhak memasuki Sekolah Belanda atau sekolah untuk Kaum Ningrat atau Golongan Elite --- anak-anak yang masih kecil disediakan pula bedinde, pengasuh atau teman bermain ……………..

(2)

Anak ke-7 Kepala Stasiun itu bernama Syamsu, belakangan mendapatkan teman bermain, anak tukang kebun yang bernama si Kolok --- keistimewaan keluarga tukang kebun ini, ia, dan anak-anaknya berperawakan ala Portugis.

Mungkin mereka memiliki darah Portugis --- yang sebelum Belanda berkuasa di daerah itu, Kolonialis Portugislah yang hilir mudik menyinggahi pelabuhan dekat kota itu. Banyak orang pribumi yang bersuamikan Orang Portugis.

(3)

Syahdan, anak ke-7 itu menjadi pemuda yang terpelajar dan cerdas --- ia menjadi seorang saudagar yang hilir mudik, Palembang-Singapura-Pulau Jawa --- ia sudah menjadi pengusaha yang terpandang pada saat menjelang masa Pendudukan Nippon.

Pada saat Perang Kemerdekaan ia menjadi Pemasok senjata bagi perjuangan mempertahankan Republik Proklamasi --- Semenanjung Melayu dan Singapura menjadi basisnya ………………

Akhirulkalam, jadilah anak ke-7 itu Warga Jakarte yang kaye raye ………… ia teringat pada teman bermainnya, si Kolok --- anak-anaknya dan seluruh keluarganya memanggil orang itu, Wak Kolok.

Tidak tanggung-tanggung, sesuai dengan kemampuan dan bakatnya --- oleh Syamsu di Pengusahe Kaye Raye, wak Kolok dibelikan kebun 4 hektar --- untuk usaha dan hidupnya ………….. lengkap dikawinkan dengan perempuan setempat.

(4)

Untung tidak mudah diraih, malang pun pasti tidak dapat ditolak --- bukan karena kemiskinan struktural, mungkin oleh karena paradigma kemiskinan ……………….. si Kolok Orang Kaya Baru itu tidak cukup lama menikmati kemakmuran.

Ekonominya morat-marit --- keluarganya makin susah makin susah, ia terkena stroke dan mati dalam kemiskinan. Kebun telah lama terjual, sponsor sudah pula capai membantu.

Kemiskinan dan kesialan Wak Kolok disebabkan kebiasaannya berjudi --- ia menikmati hidup dengan berjudi dari gedung bertingkat, ke ruko-ruko, akhirnya ke warung-warung atau semak belukar.

Yang mengerikan…………..dalam silsilah keluarganya yang telah mencapai generasi ke-IV (dari tukang kebun di Jaman Belanda), kini mengalami kembali dalam jabatan : Pembantu Rumah Tangga, TKW, kenek, tukang usung barang, pedagang kaki lima, …………………..dan tidak berpendidikan cukup.

Apakah dosa dan nasib yang disandang keluarga ini, terbawa dari paradigma hidup spekulatif mengandalkan impian dengan berjudi ?

[MWA] (Cermin Haiku-65)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun