Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Babah (Cermin -55)

30 Juli 2012   23:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:25 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13436912341444050482

[caption id="attachment_197303" align="aligncenter" width="473" caption="Grafis MWA-Cermin 55"][/caption]

(1)

Satu keluarga yang terdiri dari suami-istri dengan 10 anak, memang agak menonjol --- yang umum pada jaman itu, yah, 5 sampai 6 orang anak. Uniknya kepala keluarga itu dipanggil ‘Babah’ --- anak-anak tetangga pun ikut-ikutan memanggil ‘Babah’ kepada Pak Cun, ayah anak-anak itu.

Ada gossip bahwa Pak Cun keturunan Cina, sedang isterinya Orang Jakarte (waktu itu disebut Orang Betawi) --- perawakan Pak Cun tinggi kurus, kalau diamati kulitnya yang kuning dengan mata sipit --- memang besar kemungkinan ia Keturunan Cina.

Tetapi Nek Pelawi, emaknya Pak Cun berkulit hitam seperti rata-rata penduduk kampung, dan suaminya, bapak Pak Cun, konon malah perantau dari Minangkabau. Orang dari Bonjol.

Selain mempunyai anak banyak, Babah beken di antara anak-anak kampung --- ia suka memotret sewaktu-waktu berjumpa anak-anak sedang bermain-main di mana saja --- terutama kegiatan pertandingan sepak bola di Lapangan Borsokai.

Biasanya beberapa hari kemudian ia akan menunjukkan hasil pemotretan, mereka yang tampak di foto, pasti diberikannya gambar itu --- foto waktu itu hanya berwarna hitam-putih --- anak-anak juga sangat menyukai terkadang foto itu, berwarna kecoklatan-putih. Ukurannya pun hanya lebih kurang setengah poskaart.

Di kampung Babah menjadi Orang Terpandang, karena ia berjiwa sosial, pengurus Panti Sosial dan Perguruan Al Jam’iatul Washliah --- dan kembali lagi, ia favorit karena kegemarannya memotret, dan membagi-bagikan foto.

Ia pensiunan Deli Mij --- perusahaan perkebunan tembakau di Medan Deli, konon ia memulai kariernya sebagai Opas di kantor Deli Maatscappij (yang di depan kantor itu ada patung Jacobus Nienhuys sebagai pelopor Orderneming Tembakau di Pesisir Timur Pulau Sumatera --- pada tahun 1867) --- setelah Indonesia Merdeka, dan PerusahaanPerkebunan di-nasionalisasi banyak Orang Indonesia berpengalaman yang naik pangkat. Termasuk Babah diangkat menjadi Asisten Kebun.

(2)

Setelah 3 anaknya menikah dan meninggalkan rumah Babah sepertinya merasa rumahnya bertambah sepi --- maka ia mengangkat ‘seorang anak yatim-piyatu’ sebagai asuhannya. Nama anak itu Mustafa Pasaribu, belakang ia beken menjadi asisten pemotretan --- waktu itu jarang Orang Indonesia yang mempunyai toestel --- tetapi si Mus sudah menenteng alat pemotretan itu, toestel itu model boks --- untuk mengintai sasarannya dilihat dari atas. Sungguh aksi si Mus.

Satu lagi, Babah mempunyai ‘kamar gelap’ untuk memproses hasil pemotretan menjadi foto --- yang istimewa ia juga menyiapkan cairan kimiawi yang menjadi bahan untuk memproses kertas foto setelah disorot oleh alat penyinar negatif film.

Nah, mengerjakan penyampuran bahan-bahan kimiawi itu --- banyak anak kandung Babah yang tidak tahan, baunya menusuk hidung.

Baunya tajam sekali. Hanya si Mus yang tahan dan setia mendampingi Babah --- menyiapkan bahan maupun memproses foto.

(3)

Ada satu lagi ciri khas Babah, ia mengendarai speda Fonger hitam yang sangat bersih dan mengkilap --- dia sendiri yang mengurus dan membersihkan speda itu --- Babah selalu memboncengkan si Mus apabila mereka akan pergi memotret di perhelatan atau ada undangan.

Babah dalam pembicaraan dengan kawan-kawannya sangat membanggakan kelakuan, kerajinan dan kecerdasan si Mus.

Suatu saat Babah mengalami kecelakaan lalu lintas --- kebiasaannya setiap sore berbelanja ikan atau rajungan di Pasar Glugur. Terutama ia membelikan rajungan karena anak-anaknya sangat menyukai sup rajungan untuk berbuka puasa atau sahur.

Speda Fonger Babah terlempar, ia, Babah melompat untuk menangkap tiang listrik --- ternyata ia cidera, bahkan setelah sembuh kecelakaan itu meninggalkan cacat, pinggang Babah agar bengkok ke kiri.

Ketika Babah meninggal tahun 1990, tiga anak lelakinya dan si Mus-lah yang memangku jenazah Babah, ketika dimandikan --- si Mus yang memangku kepala Bapak Angkatnya itu. Si Mus berurai air mata selama mayat Babah dimandikan ---ia telah menangis sepanjang perjalanan dari Bandara Polonia menuju ke rumah duka --- Glugur Darat, tempat ia diasuh dan dibesarkan oleh Babah.

Luar biasa pelayat datang bertakziah ke rumah Babah, almarhum Pak Cun --- berganti-ganti jamaah men-sholatkan Almarhum, salah satunya jamaah sholat dengan Ir. Mustafa Pasaribu, anak angkatnya sebagai imam.

(4)

Sepulang dari pemakaman jenazah --- berlinang air mata si Mus, membayangkan ia pernah terharu menatap wajah Babah berlinang air mata, saat menghadiri Wisudha si Mus, sebagai Insinyur Kimia. Orang Tua itu mengusap rambut dan kepalanya, kemudian saling menatap mata, seraya, ……………….. “ Kau telah pula diterima di Pertamina, bekerjalah yang baik --- jangan kau memakan uang suap dan korupsi, ……… ini bukan amanat babah seorang tetapi ……………. Amanat seluruh Rakyat yang menggajimu !”

[MWA] (Cermin Haiku -55)  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun