Lho ? Monarki dan feodalisme adalah dua hal yang tabu dalam Republik ini --- tidak ada ruang hukum untuk kedua hal tersebut --- Monarki masih mungkin dilegalkan dengan Konstitusi atau perundang-undangan landasan hukumnya --- kalau Feodalisme .........wajib dibasmi siapa pun yang mempraktek-kannya. Ada praktek feodalisme di Republik ini --- Oo terang benderang. Praktek Budaya Korupsi, penghisapan rente ekonomi, manipulasi politik dan ekonomi, serta semua tindakan melawan hukum dan tidak legal adalah praktek feodalistis.
Laku dodok --- para abdi dan kawulo terhadap Raja, Sultan atau Petinggi yang kharismatik secara budaya --- bukan praktek Monarki --- itu kini secara budaya sama saja dengan Sikap sempurna atau Salut prajurit kepada Atasan. Begitu pula " Tabek Tuan " dari kawula kepada Bos. Begitu pula 'tembakan salvo" , itu budaya !
Raja atau Sultan yang mendapat otoritas dari Konstitusi bukan Monarki --- ia terikat pada Undang-undang dan Ketentuan Manajerial Pemerintahan. Apa lagi ? Apalagi seperti halnya Ke-Sultanan Nyayogyakarto Hadiningrat dan Paku Alaman --- ia secara historis dan konstitusional telah lebur di dalam Republik Indonesia --- lebih-lebih praxis-nya selama ini secara Ke-Negara-an, Pemerintahan dan Sosial --- di sana itu persis sama dengan di NAD, atau Jawa Tengah atau propinsi-propinsi di Papua. Apa ke-Istimewaannya ?
Itu tadi, historis. Daulat Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam  VII telah menyerahkan "kedaulatannya" kepada Republik Indonesia yang telah di proklamirkan pada 17 Agustus 1945.
Bahkan beliau turut dalam menyusun Konstitusi dan memberikan dukungan secara militer dalam mempertahankan Proklamasi NKRI --- yang sangat menguntungkan dalam perjuangan diplomasi internasional pada awal kemerdekaan --- PBB tidak akan bereaksi keras dan cepat, seandainya tidak ada tindakan militer Jenderal Soedirman, Sultan Hamengkubuwono IX dan Mayor Soeharto. Eksistensi Republik Indonesia tidak diperhitungkan lagi. Perjuangan Haji Agus Salim dan Sutan Sjahrir tidak akan berhasil mendorong tindakan PBB dan delegasi Amerika Serikat --- Yang menguntungkan Republik Indonesia. Eksistensi !
Hasilnya penyerahan, "Penyerahan Kedaulatan" (baca, bagi Indonesia itu berarti Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia" ).  Jadi kemenangan Indonesia dalam menghadapi Agresi Kolonialis Belanda itu --- karena peranan Sultan Hamengkubuwono IX, Jenderal Sudirman, Mr. Sjafruddin Prawiranegara (Presiden Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Bukit Tinggi Sumatera), Sutan Sjahrir dan Delegasi Indonesia di PBB. Jayalah Indonesia di penghujung tahun 1949. Itulah faktanya sejarah.
Sultan Hamengkubuwono IX mempertaruhkan daulatnya dan Rakyat mempertaruhkan nyawanya untuk menegakkan Kemerdekaan Indonesia.
Lho. Monarki ?  Sudah 65 tahun Republik Indonesia secara Konstitusional tidak memberi ruang gerak pada Monarki dan Feodalisme.
Ke-Sultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Pakualaman adalah Republiken dan Konstitusional !
Oo, begitu hebat reaksi Rakyat di Yogyakarta terhadap antitese SBY --- salah dipahami ?
Lihat lembut dan demokratis-nya Sultan Hamengkuwono X --- dengan bahasa tubuh yang sederhana beliau hanya menjawab dengan "pertanyaan" --- antitese dijawab dengan pertanyaan.