Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Benar-benar Jatuh Cinta (#08)

18 Juli 2012   21:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:48 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_194940" align="aligncenter" width="473" caption="Grafis MWA-puisi ds08"][/caption]

Deru pesawat telah berlalu

Berikutnya

Ini Indonesia --- para calo berjejal menawarkan paranoidisme Indonesia

Pemerasan

Perkosaan

Tipu-tipu, di mana saja begitu

Terduduk di kursi taman, di bawah palmacae dan pohon perdu

Di bangku beton --- duduk berdua, setelah reda amokan para calo di pelabuhan.

Di taksi

Setelah masa perantauan engkau ke Pucong aku di Sarawak

Di taksi, pandangan pertama

Makan soto di Jalan Sungai Deli

Kerinduan berbeca berdua --- terperangkap bising dan macetnya kota

Kukalungkan pelukan mencoba nyaman di kota yang mengembalikan masa remaja.

Di hotel berpelukan, mengembalikan kenangan kau dan aku

Sesudahnya --- bercerita tentang Tatik, Dian dan Alex

Perkebunan sawit dan instrumen-instrumen yang dihasilkan pabrik

Kita pergi.

Di Hotel Omah Sinten duduk bertiga --- minum kopi di Café sambil menunggu kau ke salon

Orang-orang ramah seperti Ida di Yosodipuran, lantas ada Asih di Boyolali

Pabrik mebel --- terkenang akan Paul dan Oemar Effendi antara Gundih dan Keradenan

Kenangan lama seperti kayu jati, baby komodo, baby-box untuk ekspor

Di panas terik mentari antara Pasar Gde dan Karang Pandan

Dalam kepanikan trayek terakhir --- kita berpandangan

Di anduk itu baumu dan bauku bersetubuh

Di bibir gelas di Café Suroloyo --- bibirmu dan bibirku berpagut

Orang membaca puisi --- kita memandang Gunung Suroloyo di Padepokan

Terdiam

Ada hitung-hitungan weton antara kau dan aku --- seperti di Parangkusumo

Jam 3.30 pagi burung mulai berkicau

Jam 6.30 petang travel melaju bergerak, dan aku teringat tempat tidur berkelambu

Antara Yogyakarta dan Kebumen jemari-jemari bersetubuh --- mengintip jendela ada bulan purnama di sana.

Kenangan lama bisa saja berputar-putar kembali seperti masa di depan teras rumah Jalan Ismailiah, atau tempat ujian di rumah Profesor Kertonegoro

Kini

Kita berlari-lari di Bandara --- terkenang tertidur di ranjang dengan balutan sarung

Sarung warna ungu kotak-kotak besar plekat warna ungu-hitam-putih, tidak sadar diri

Dini hari

Jam 3.30 pagi duduk berdua di atas trolley --- cep, ciuman singkat

Sebelum check-in --- cep, ciuman singkat di atas trolley

Cep ciuman kenangan tentang jatuh cinta antara kau dan aku

Antara bibir-bibir dan lidah Ratih dan Kamajaya --- cep nancep ! (singkat sekilas).

[MWA] (Puisi di atas Sofa #08)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun