Mohon tunggu...
El ZHy
El ZHy Mohon Tunggu... Politisi - Penulis On LIne
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis On Line

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memaknai Kemerdekaan Sejati (Refleksi 74 Tahun Kemerdekaan Indonesia)

12 Agustus 2019   21:28 Diperbarui: 12 Agustus 2019   21:30 3768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kondisi ini semakin memprihatinkan, ketika kita sadari ternyata Indonesia tampil menjadi juara impor untuk keperluan barang-barang pokok: beras, jagung, gula, kedelai dan buah-buahan. 

Sementara itu praktik-praktik KKN terus "menjamur", menjadi budaya bagi pejabat publik di berbagai instansi pemerintah dan sudah menjadi rahasia umum yang semakin menggelikan untuk disaksikan: Institusi DPR terindikasi sebagai industri mafia (anggaran, legislasi, pengawasan). Bahkan praktik-praktik KKN telah menjadi identitas dari bangsa besar bernama Indonesia. 

Bahkan bukan hanya para elit politik dan birokrat yang terjerumus dilembah haram ini, namun sudah sampai kelapisan bawah setara para Ketua-ketua RTpun ikut bermain. Problematika persoalan bangsa semakin diperparah dengan aksi-aksi terorisme, bagai komoditas politik yang asyik dilakoni oleh kelompok-kelompok tertentu.

Di lain pihak, aparat penegak hukum masih tunggang langgang mendiskreditkan hukum dan keadilan masyarakat: Sungguh "jauh panggang dari api". Praktik-praktik kekuasaan yang dipaparkan ini, sejatinya merupakan bentuk kolonialisme gaya baru berjubah demokrasi.
Perjuangan mengisi kemerdekaan macam apa yang dapat kita harapkan, bila perilaku para elite dan pemimpin negeri tanpa landasan moralitas dan tak sensitif terhadap aneka problematika yang menghimpit rakyat kecil dari hari ke hari.

Sementara itu, Bangsa Indonesia saat ini memang sedang krisis jati diri. Mereka kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang berbudi pekerti luhur. 

Dahulu, bangsa Indonesia terkenal akan keramahan, kesopanan, gotong-royong, kaya akan hasil bumi, kerukunan, kaya dan cinta akan budaya dalam negeri, dan sebagainya.Namun, hal tersebut semakin hilang seiring dengan perkembangan jaman dan adanya arus globalisasi dan teknologi yang sudah merajalela dimana-mana. 

Mereka lebih senang dan bangga jika memakai produk luar negeri, mengikuti budaya luar negeri, bahkan sekarang sistem pemerintahan pun tanpa disadari juga mengadopsi dari luar negeri. Anehnya, bangsa luar negeri dapat sukses dan maju seperti sekarang ini karena mengadopsi budaya-budaya yang baik dari bangsa Indonesia.

Masyarakat bahkan seperti menganggap biasa fenomena ini terjadi di sekitar mereka. Sikap permisif dari masyarakat ini tentu sangat berbahaya bagi kemajuan negara ini. Apakah pendidikan kita yang salah? Apakah tontonan kita yang salah? Apakah karena lemahnya penegakan hukum? 

Semua retorika itu sangat mungkin benar. Bangsa Indonesia dapat diibaratkan sekumpulan kepiting yang berada di baskom yang saling menarik ke bawah setiap kepiting yang berusaha untuk keluar dari baskom itu. Tingkah laku kepiting itu mengibaratkan bangsa Indonesia yang tidak memiliki budaya menjunjung atau mendorong setiap anak bangsa yang beprestasi atau memiliki kemampuan untuk maju.

Terdapat beberapa kekhawatiran saat ini, , salah satunya adalah lunturnya kecintaan terhadap kebangsaan dan ke-Indonesia-an di tataran masyarakat pada saat ini yang mana merupakan peringatan awal yang menafikan perjuangan para pendahulu kita dalam menyusun republik yang diberi nama Indonesia, terkhusus dikalangan pemuda dan mahasiswa yang mengagungkan dirinya sebagai Agent of Change and Social Control. Kecenderungan mengikuti role model dari ikon-ikon negara asia timur dan negara barat adalah orientasi kebudayaan kebanyakan masyarakat Indonesia saat ini.

Kemerdekaan Sejati :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun