Mohon tunggu...
muttaqien khalilulloh
muttaqien khalilulloh Mohon Tunggu... -

book writer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mencoba Belajar Memahami Rahasia Wangsit Siliwangi

30 Juli 2015   14:05 Diperbarui: 11 Agustus 2015   23:39 15554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keturunan kita enak tertawa, tapi tertawa yang terpotong, (Belanda pergi, namun Jepang datang, kita belum bisa tertawa lepas) sebab ternyata, pasar habis oleh penyakit, sawah habis oleh penyakit, tempat padi habis oleh penyakit, kebun habis oleh penyakit, perempuan hamil oleh penyakit. Semuanya diserbu oleh penyakit. Keturunan kita takut oleh segala yang berbau penyakit. Semua alat digunakan untuk menyembuhkan penyakit sebab sudah semakin parah. Yang mengerjakannya masih bangsa sendiri. (Inilah zaman yang penuh dengan penyakit, sawah diserang penyakit, pasar pun menjadi sumber penyakit karena jorok, kebun pun terserang hama, wanita hamil pun tak luput dari penyakit kekurangan gizi. Banyak bangsa ini yang menjadi dokter, tenaga medis untuk menghadapi penyakit yang makin banyak, alat-alat kedokteran untuk mengatasi penyakit pun makin banyak)

Banyak yang mati kelaparan. (Kasus kekurangan gizi menyebar ke Nusantara di zaman Jepang) Semenjak itu keturunan kita banyak yang berharap bisa bercocok tanam (kondisi pertanian yang susah mendorong masyarakat untuk bercocok tanam) sambil sok tahu membuka lahan. mereka tidak sadar bahwa jaman sudah berganti cerita lagi. (Namun ilmu bercocok tanam dari para leluhur sudah ditinggalkan)

Lalu sayup-sayup dari ujung laut utara terdengar gemuruh, burung menetaskan telur. (Inilah jatuhnya Bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki) Riuh seluruh bumi! Sementara di sini? Ramai oleh perang, saling menindas antar sesama. Penyakit bermunculan di sana-sini. Lalu keturunan kita mengamuk. (terjadilah perang di Surabaya) Mengamuk tanpa aturan. Banyak yang mati tanpa dosa, jelas-jelas musuh dijadikan teman, yang jelas-jelas teman dijadikan musuh. (Banyak yang berkhianat saat Republik ini berdiri, mereka bersekutu dengan musuh) Mendadak banyak pemimpin dengan caranya sendiri. Yang bingung semakin bingung. Banyak anak kecil sudah menjadi bapa. (Banyak anak menjadi yatim piatu dan mesti menghidupi adik-adiknya) Yang mengamuk tambah berkuasa, mengamuk tanpa pandang bulu. Yang Putih dihancurkan, yang Hitam diusir. Kepulauan ini semakin kacau, sebab banyak yang mengamuk, tidak beda dengan tawon, hanya karena dirusak sarangnya, seluruh nusa dihancurkan dan dikejar. Tetapi…ada yang menghentikan, yang menghentikan adalah orang sebrang. (Perang pun usai, dihentikan oleh sekutu)

Lalu berdiri lagi penguasa yang berasal dari orang biasa. Tapi memang keturunan penguasa dahulu kala dan ibunya adalah seorang putri Pulau Dewata. (Inilah Soekarno, Ibunya berasal dari Pulau Dewata/Bali) Karena jelas keturunan penguasa, penguasa baru susah dianiaya! (Soekarno susah sekali dianiaya, dibunuh dan dibom) Semenjak itu berganti lagi jaman. Ganti jaman ganti cerita! Kapan? Tidak lama, setelah bulan muncul di siang hari, disusul oleh lewatnya komet yang terang benderang. Di bekas negara kita, berdiri lagi sebuah negara. Negara di dalam negara dan pemimpinnya bukan keturunan Pajajaran. (Disinilah munculnya Orde Baru, negara kita didikte oleh asing, hasil bumi Emas di Freeport dijual murah kepada asing)

Lalu akan ada penguasa, tapi penguasa yang mendirikan benteng yang tidak boleh dibuka, yang mendirikan pintu yang tidak boleh ditutup (ini adalah gambaran orde baru, dengan bentengnya, dengan pasukannya, laksana benteng) membuat pancuran ditengah jalan, (akan muncul kolam-kolam air di tengah jalan, taman-taman) memelihara elang dipohon beringin (elang adalah simbol hewan yang matanya tajam mengawasi, beringin adalah simbol partai Golkar, itu semua terjadi waktu Orde Baru, mereka mengawasi semua gerak-gerik rakyat). Memang penguasa buta! Bukan buta pemaksa, tetapi buta tidak melihat (Penguasa zaman orde baru banyak yang buta mata hatinya), segala penyakit dan penderitaan, penjahat juga pencuri menggerogoti rakyat yang sudah susah. (Inilah wujud kondisi negeri ini di awal orde baru, banyak penyakit, menderita, banyak kejahatan dan koruptor bermunculan)

Sekalinya ada yang berani mengingatkan, yang diburu bukanlah penderitaan itu semua tetapi orang yang mengingatkannya (Mereka yang menegur penguasa, mengkritik penderitaan rakyat justru malah ditangkap, ini terjadi pada kelompok Petisi 50). Semakin maju semakin banyak penguasa yang buta tuli (Penguasa yang tidak peduli dengan hati nuraninya, karena sudah buta dan tuli), memerintah sambil menyembah berhala (rakyat pun tahu, pemimpin di negeri ini banyak menyembah, harta, tahta dan wanita). Lalu anak-anak muda salah pergaulan (banyak anak muda yang kebablasan, gadis-gadis hamil sebelum menikah, terjadi aborsi dimana-mana), aturan hanya menjadi bahan omongan (hukum di negeri ini sekadar omongan tanpa penerapan), karena yang membuatnya bukan orang yang mengerti aturan itu sendiri (Inilah potret anggota Legislatif DPR RI/DPRD Prov/DPRD Kota/Kab yang banyak di Indonesia hari ini, bukanlah orang yang mengerti tentang hukum) Wajar saja bila kolam semuanya mengering (Banyak situ dan danau yang karena pembangunan, banyak sampah, salah izin tentang pengembangan lahan seperti sawit, yang dampaknya membuat danau mengering), pertanian semuanya puso, bulir padi banyak yang diselewengkan (beras miskin pun tak disalurkan kepada yang miskin), sebab yang berjanjinya banyak tukang bohong (banyak penguasa yang hanya janji saat kampanye, saat berkuasa lupa dengan janjinya), semua diberangus janji-janji belaka, terlalu banyak orang pintar, tapi pintar kebelinger.

Pada saat itu datang pemuda berjanggut (simbol orang-orang tua yang masih kukuh memegang prinsip), datangnya memakai baju serba hitam sambil menyanding sarung tua (pakaiannya sederhana saja). Membangunkan semua yang salah arah, mengingatkan pada yang lupa, (pekerjaan orang tua itu menjadi pengingat bagi banyak orang) tapi tidak dianggap. (namun sayang masyarakat sudah tidak peduli lagi dengan sosok pemuda yang berjanggut ini) Karena pintar kebelinger, maunya menang sendiri. (Karena gelar sudah banyak, ilmu pun merasa sudah tinggi)

Mereka tidak sadar, langit sudah memerah (simbol banyaknya asap, menjadikan langit berubah menjadi merah, ini kita rasakan dengan banyaknya kebakaran hutan), asap mengepul dari perapian (Gunung sudah banyak meletus). Alih-alih dianggap, pemuda berjanggut ditangkap dimasukan kepenjara. (Yang menyampaikan kebenaran banyak dibungkam) Lalu mereka mengacak-ngacak tanah orang lain (banyak orang yang mengkavling tanah orang lain dan mengacak-acak aturan yang sudah ada, sengaja diperkarakan sampai ke tingkat yang lebih tunggi MA/Mahkamah Agung), beralasan mencari musuh tapi sebenarnya mereka sengaja membuat permusuhan. (Inilah simbol dari semakin banyaknya persoalan muncul hanya gara-gara tanah)

Waspadalah! sebab mereka nanti akan melarang untuk menceritakan Pajajaran (Kebenaran Pajajaran ini akan dilarang untuk diungkap). Sebab takut ketahuan, bahwa mereka yang jadi gara-gara selama ini. (Para penguasa takut terbuka kartunya, bahwa mereka menyembunyikan hakekat Pajajaran sesungguhnya) Penguasa yang buta, semakin hari semakin berkuasa melebihi kerbau bule, mereka tidak sadar jaman manusia sudah dikuasai oleh kelakuan hewan. (Rezim berkuasa sudah lebih jahat dari Belanda, rakyat semakin susah hidupnya, perilaku mereka sudah laksana hewan yang sekadar memuaskan nafsu syahwat semata)

Kekuasaan penguasa buta tidak berlangsung lama (Tak akan lama lagi derita rakyat Pajajaran usai), tapi karena sudah kelewatan menyengsarakan rakyat yang sudah berharap agar ada mukjizat datang untuk mereka. (Rakyat hanya berharap kepada Gusti Alloh semata, bahwa mereka akan merubah kesengsaraan yang ada) Penguasa itu akan menjadi tumbal, tumbal untuk perbuatannya sendiri. (Kejahatan penguasa kepada rakyatnya, yang membuat rakyat susah, akan menimpa dirinya sendiri)

Kapan waktunya? Nanti, saat munculnya anak gembala! (Si anak gembala, yang ladangnya dipenuhi tanaman hias dan obat, orang perkotaan namun hidupnya sederhana, jago dalam tulis menulis)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun