Hal serupa juga dialami oleh Pak Rustam (45th) selaku pengemban usaha panti pijat untuk penyandang disabilitas, tunanetra di Balecatur, Sleman, Yogyakarta. Usaha ini sudah dikembangkan sejak lama dengan nama ‘Kube Matahati’ yang juga merupakan binaan Dinas Sosial (Dinsos) kota sejak tahun 2015.
Kube Matahati dibuka untuk mereka yang selama ini termaginalkan dan dipandang rendah tidak mampu dengan kekurangannya sehingga terdorong untuk bisa berkehidupan secara layak melalui potensi yang ada.
“Usaha ini sangat bermanfaat bagi kesejahteraan mereka. Meskipun mereka tuna netra, keberlangsungan pendidikan untuk anak-anak mereka bisa sampai tingkat SMA bahkan ada yang sampai ke perguruan tinggi,” ungkap Rustam yang peduli akan keberadaan penyandang disabilitas.
Tantangan yang dihadapi di tengah ketidaksempurnaan, tidak menyurutkan semangat mereka untuk terus bekerja. Meski usaha ini sempat berhenti ketika pandemi Covid-19 karena, tidak memungkinkan bagi mereka untuk memijat dan berkontak fisik secara langsung.
Tetapi, mereka kini sudah mulai berjalan kembali, apalagi sekarang juga sudah didudukung dengan adanya software khusus untuk tuna netra yang sudah disesuaikan dengan keterbatasaan mereka. Mereka berharap kolaborasi yang sudah dijalankan bersama LSM disabilitas, keluarga, masyarakat sekitar, dan pemerintah kota/kabupaten terus berlangsung untuk bisa bertahan dan bersaing dengan usaha lain.
Tak kalah, generasi muda juga mengambil peran dalam Presidensi G20 ini. Mereka memiliki kesempatan untuk menndorong ekonomi inklusif di tengah-tengah masyarakat. Kaum muda yang digadang-gadang sebagai penerus bangsa sudah mulai terlibat aktif dalam strategi pembangunan ekonomi.
Salah satu kaum muda yang peduli akan perkembangan ekonomi inklusif ialah Agata (22th), seorang mahasiswi yang membuka usaha secara mandiri. Agata membuka usaha jajanan makanan seperti donat, risol mayo, roti, dan aneka snack. Ia memulai membuka usaha makanan sejak pandemi COVID-19, dengan alasan untuk mendapatkan uang demi bertahan hidup sekeluarga yang berdomisili di Monodokan, Klepu, Ceper, Klaten.
“Sebagai generasi muda, harus dapat sekreatif mungkin untuk mengembangkan usaha demi pertumbuhan ekonomi. Karena kan, generasi muda kitalah yang akan meneruskan perjalanan ekonomi di masa mendatang dan menentukan perekonomian apakah akan inklusif atau eksklusif,” ungkap Agata.
Bonus demografi di Indonesia yang didominasi oleh kaum muda, tentunya akan memberikan dampak yang positif jika mereka mendapatkan dorongan sosial, serta dapat memanfaatkan fasilitas media sosial untuk memperkenalkan produk yang tengah mereka kembangkan.
“Semoga ke depannya generasi muda semakin melek akan pertumbuhan ekonomi, khususnya ekonomi inklusif sehingga dapat berperan dalam membantu memajukan perekonomian bangsa. Dari usaha kecil oleh kaum muda seperti makanan, baju, atau skincare nanti lama-lama akan menjadi besar,” tambah Agata.
Keterlibatan para perempuan, penyandang disabilitas, dan generasi muda dalam pertumbuhan ekonomi inklusif tentu akan semakin maju dengan adanya dukungan kolaborasi dari para pihak yang terlibat dalam Presidensi G20 khususnya, juga dukungan dari Bank Indonesia.