Mohon tunggu...
mutiara ramadhon
mutiara ramadhon Mohon Tunggu... -

ilmu komunikasi '15 universitas sriwijaya palembang

Selanjutnya

Tutup

Politik

E-KTP menghambat hak pilih warga

11 September 2016   20:15 Diperbarui: 11 September 2016   20:22 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia merupakan negara kesatuan dan persatuan yang memiliki ideologi pancasila dan konstitusi undang-undang dasar 1945, sepertinya yang kita ketahui warga negara yang tinggal di indonesia harus dan wajib memiliki kartu identitas untuk menunjukan kalau memang dia adalah warga negara indonesia. Kartu identitas tersebut ialah KTP (Kartu tanda penduduk).\

Dimana jika orang tesebut telah memiliki KTP berarti dia adalah warga negara indonesia asli.semakin berkembang nya zaman KTP telah berkembang yang dulunya KTP memiliki masa berlaku hanya 5 tahun yang nantinya harus diperpanjang sekarang semua itu tidak lagi, sekarang pemerintah telah mengubah KTP menjadi e-KTP (kartu tanda penduduk elektronik) yang itu artinya kita tidak perlu lagi memeperpanjang KTP karena sekarang masa berlakunya telah berubah menjadi seumur hidup.

Sekarang e-KTP sedang menjadi perbincangan bahwasan nya e-KTP menjadi salah satu syarat yang harus terpenuhi masyarakat jika ingin mengikuti pemilu atau melakukan hak pilih, namun sekarang masih banyak msayarakat yang belum memiliki e-KTP,hal inilah yang akan saya bahas di artikel kali ini.

Sebanyak 5 juta pemilih yang tersebar di 101 daerah pemilihan kepala daerah (pilkada) 2017, tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Hal ini diungkapkan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan, para pemilih itu diketahui belum merekam data identitasnya ke sistem e-KTP, sehingga urung memiliki identitas tunggal tersebut.

“Dia belum merekam berarti dia belum punya. Yang sudah merekam pun belum tentu sudah dikeluarkan, karena kita mendengar kurang ini itu,” kata Hadar di sela acara Asian Electoral Stakeholder Forum (AESF) III, di Kuta, Bali, Selasa (23/8/2016).

Memang tidak dipungkiri terkadang kinerja kepala daerah sangat tidak memuaskan masih banyak kepala daerah yang sering memperhambat pembuatan E-KTP,ada saja alasan nya yang mereka kemukakan yang tadinya pembuatan hanya memakan waktu 1 minggu jika kita tidak kenal dengan pejabatnya bisa saja dibuat menjadi 1 bulan sampai  e-KTP tersebut benar-benar kita miliki ditangan kita.

Menurut Hadar, harus ada upaya nyata dari pemerintah untuk menuntaskan permasalahan ini. Apalagi dari 5 juta pemilih itu merupakan bagian dari 41,8 juta calon pemilih yang masuk dalam daftar penduduk potensial pemilih pilkada.

Sebanyak 5-7 juta warga yang terancam kehilangan hak pilih gara-gara tak punya e-KTP ini bukan jumlah yang kecil. Di DKI saja jumlah pemilih tetap pada pilkada 2012, sebanyak 6.996.951 orang. Artinya, yang kehilangan hak suara itu hampir setara jumlahnya dengan pemilih di DKI. Andai semua berasal dari DKI, pilkada bisa dinilai tidak legitimated, karena peran serta masyarakat sangat kecil.

Ketika perhitungan suara dilaksanakan, calon yang didukungnya dinyatakan kalah, apalagi dengan selisih suara yang tidak banyak. Mereka tentu bisa menuding pilkada tidak fair. Pemutakhiran data pemilih hanya dengan e-KTP bisa dituding sebagai skenario untuk menyisihkan calonnya. Lalu marah dan membuat onar. Kejadian yang seperti inilah yang nanti ujung-ujungny membuat semuanya menjadi rumit, yang awalnya hanya masalah kecil bisa jadi besar jika telah tersentuh hukum dan terekspose media.

Keinginan DPR dan Pemerintah yang ngotot menggunakan e-KTP dalam pemutakhiran data pemilih ini, sesungguhnya tidak punya dasar hukum yang kuat. Sebab, Pasal 200A Ayat 4, UU No. 10/2016 tentang Pilkada, menyebutkan Syarat dukungan calon perseorangan maupun sebagai syarat terdaftar sebagai pemilih menggunakan Kartu Tanda Penduduk Elektronik terhitung sejak bulan Januari 2019.

Itu artinya, keinginan KPU untuk memudahkan calon pemilih yang ingin berperan serta sebagai pemilih, dengan menunjukkan KK atau paspor, sebenarnya tidak melanggar UU. Malah keinginan DPR dan pemerintah yang melampaui ketentuan UU. Namun hal ini tetap tidak bisa terkadang para panitia pilkda tidak memperbolehkan masyarakat untuk ikut memilih jika mereka tidak memiliki E-KTP dan hal itu berujung dengan tidak ikut berpartisipasi nya masyarakat dalam pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun