Mohon tunggu...
Mutiara Fhatrina
Mutiara Fhatrina Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, Berkarya, Bermanfaat

my personal blog www.mutiarafhatrina.com bookstagram @bibliomutiara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penyejuk Hati Amak

2 Desember 2021   23:01 Diperbarui: 2 Desember 2021   23:28 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ustad Hidayat pun mengangguk dan mempersilakan Ismail untuk memberikan pertanyaan. "Ustad, bagaimana apabila salah satu atau kedua orang tua kita telah tiada, bagaimana cara kita berbakti kepadanya?" Ismail bertanya dengan mimik wajah yang serius.

Ustad Hidayat memberikan senyuman. Beliau mengerti betul, Ismail bertanya seperti itu karena ayahandanya telah tiada. Ismail benar-benar ingin menujukkan kesungguhan dalam berbakti kepada orang tua. Dengan bijak Ustad Hidayat memberikan jawaban kepada Ismail. "Nak Ismail dan yang lainnya.

Berbakti kepada orang tua hukumnya wajib. Bahkan ketika orang tua kita telah tiada. Lalu pastilah awak semua nak bertanyo bagaimana cara kito berbakti. 

Ustad nak menjelaskan, walau orang tua kito telah meninggal patutlah kito tetap berbakti kepada mereka. Salah satu cara awak nak berbakti kepada orang tua adalah dengan belajar ilmu agama sebaik-baiknya, amalkan ilmu yang awak miliki dengan baik, banyak bersedekah untuk orang tua, serta banyak-banyaklah membaca dan menghapalkan Al-Qur'an. Disampaikan oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Salam yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim. 

Bacalah dengan hatimu "Siapa yang membaca Al-Quran, mempelajarinya, dan mengamalkannya, akan dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan) yang tidak didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, 'Mengapa kami dipakaikan jubah ini?' Dijawab, 'Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al-Quran."

Ismail dan santri lainnya mengangguk tanda paham. Semangat dalam diri Ismail untuk dapat menghapal Al-Qur'an begitu kuat, begitu ingin Ia memakaikan jubah kemuliaan kepada Apak dan Amak. Ustad Hidayat pun mengakhiri tausiyahnya, santri-santri kemudian membentuk lingkaran untuk dapat membaca Al-Qur'an bersama-sama. 

Hari mulai gelap ketika Ismail sampai dirumah. Dilihatnya amak masih ada di dapur kecil rumah mereka, mengaduk-aduk masakan diwajan untuk makan nanti malam. "Benar kata pak ustad, haruslah kito berbakti samo amak dan apak. Mulai saat ini, Ismail nak cubo hapalkan Al-Qur'an dan amalkannyo," Ismail berujar dalam hati. Setelah mengucapkan salam pada amak dan mencium tangannya, Ismail duduk dekat Amak yang sedang memasak.

"Ailah anak bujang Amak, lah balek kau dari mushola?" Tanya Amak.

"Sudah Amak, ini Ismail lah ado didepan Amak," Ismail berkelakar. Amak pun tertawa kecil.

Senang hati Ismail melihat Amaknya dapat tertawa. Amak memang murah senyum, tapi semejak kepergian Apak, senyum itu seakan-akan hilang entah kemana. 

"Ai, anak bujang dak bolehlah ngelamun. Cepat sana kau ambil nasi itu, dan lauk-lauknya. Taruh di meja tengah, mari kito makan sama adik-adik kau lainnya. Kasihan mereka sudah lapar, lamo menunggu." Amak bergegas menyiapkan nasi beserta lauk sederhana mereka. Ismail pun membantu Amak membawa lauk tersebut ke ruang tengah dan memanggil adik-adiknya, kemudian ramai-ramai mereka makan bersama Amak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun