Mohon tunggu...
Mutiara
Mutiara Mohon Tunggu... Mahasiswa Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya

Jadilah seperti tetesan air yang dapat melubangi batu

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dana Desa Cair Tiap Tahun, Tapi Kami Masih Jalan Kaki di Jalan Rusak

22 Mei 2025   14:50 Diperbarui: 22 Mei 2025   14:49 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sudah sepuluh tahun jalan utama di Desa Kadu Belakang, Pandeglang, Banten, hanya jadi kubangan lumpur saat hujan turun. Warga sudah berkali-kali mengajukan permohonan perbaikan ke pemerintah, tapi tak pernah ada jawaban pasti. Akhirnya, mereka pun patungan, mengumpulkan iuran dari tiga kampung demi menambal jalan rusak yang jadi urat nadi desa. "Nunggu dari kabupaten sudah berapa kali ajukan perbaikan jalan, nggak ada info kejelasannya. Akhirnya masyarakat inisiatif swadaya nambalin yang bolong parah," kata Inung, salah satu warga. Bagi mereka, memperbaiki jalan bukan sekadar soal kenyamanan, tapi demi keselamatan setiap hari di tengah janji-janji dana desa yang selalu terdengar, tapi tak pernah benar-benar terasa (news.detik.com).

Di berbagai penjuru desa, kondisi fasilitas publik seperti jalan, saluran air, dan bahkan sekolah, tak kunjung membaik. Warga Dusun Tanjung Baru 1, misalnya, sudah lama mengeluhkan jalan rusak yang tak pernah disentuh pembangunan, padahal setiap tahun desa menerima dana desa dari pemerintah. "Jalan kami sudah lama rusak dan tidak ada pembangunan di dusun kami, padahal setiap tahun desa itu menerima dana desa. Kalau tidak adanya pembangunan dan jalan masih banyak yang rusak, kemana dana desanya?" keluh seorang warga, menyoroti minimnya perhatian pemerintah desa terhadap kebutuhan dasar masyarakat (babelterkini.com).

Di Desa Legokkalong, Pekalongan, cerita serupa terdengar. Jalan berlubang dan berlumpur menjadi penghambat utama aktivitas warga, mulai dari anak-anak yang berangkat sekolah hingga petani yang mengangkut hasil panen. "Kami sudah sering menyampaikan keluhan ini dalam forum desa, tapi sampai sekarang belum ada perbaikan. Seolah-olah dibiarkan begitu saja," kata seorang warga setempat (www.wartadesa.net). Tak sedikit warga yang akhirnya memperbaiki jalan secara swadaya, karena pemerintah belum juga mengambil tindakan nyata.

Padahal, alokasi dana desa dari APBN terus mengalir setiap tahun. Tahun 2025, misalnya, pemerintah menyalurkan dana desa hingga Rp58 miliar hanya untuk satu kabupaten di Sulawesi Tenggara, dengan tujuan utama mempercepat pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa (sultra.disway.id). Namun, fakta di lapangan menunjukkan masih banyak desa yang tertinggal secara fisik dan sosial.

Pertanyaannya, ke mana sebenarnya dana desa itu mengalir? Dugaan warga bermunculan: mulai dari proyek fiktif, pengurangan volume pekerjaan, hingga minimnya transparansi dari pihak pemerintah desa. Kasus korupsi dana desa bahkan beberapa kali terungkap, seperti di Bengkulu Selatan, di mana kepala desa diduga mencairkan dana tanpa pertanggungjawaban dan memalsukan dokumen, menyebabkan kerugian negara ratusan juta rupiah. Di Indramayu, minimnya transparansi pengelolaan dana desa juga menjadi sorotan, dengan anggaran lebih dari Rp1 miliar yang tidak jelas penggunaannya dan laporan publik yang tidak pernah dibuka kepada warga (krimsus.dailypost.id).

Warga desa hanya ingin kehidupan yang lebih baik. Dana desa seharusnya jadi harapan, bukan sekadar angka di spanduk proyek atau laporan pertanggungjawaban yang sulit diakses. Transparansi, pengawasan, dan keberpihakan pada kebutuhan nyata masyarakat mutlak diperlukan agar dana desa benar-benar dirasakan manfaatnya oleh seluruh warga, bukan hanya segelintir elite di desa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun