Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Televisi Rusak dan Ayahku

18 Desember 2020   15:18 Diperbarui: 19 Desember 2020   18:06 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pixabay.com

Televisi Rusak dan Ayahku

di ruang tamu rumahku
sunyi

tak ada kegaduhan
dari dua kubu yang berseberangan
adu pandangan
sebuah kebenaran

hanya ada ayah
leyeh-leyeh di bawah kipas angin sambil menikmati kopi

Ia seperti pemburu 

kehilangan senapan 

tak bersenjata juga kuasa

padahal sehari sebelum ini
Ia sering menembak
mereka yang duduk di kursi-kursi
di kantor-kantor
di jalan-jalan
bahkan di tempat-tempat sakral

"Semua sama, berani bicara saat di bawah panggung. Setelah tiba gilirannya ia menjadi wayang-wayang tanpa hati," teriaknya di akhir acara atau jeda pariwara.

"Penyakit Lupa memang berbahaya. banyak manusia lupa Tuhan-nya," lanjutnya setelah menghisap dalam nikotin dalam rokok lintingan.

Ah, ayah.
Kau pun lupa bahwa suaramu hanya angin lalu
berharga ketika berada di bilik suara
setelahnya hanya tangga yang tak berguna
setelah Lift menggantikan perannya

"Damai negeriku sekarang
tak ada kebisingan," kata Ayah lagi sambil memeriksa tombol televisi yang mati.

Ah, ayahku memang selugu itu

Gambar Pixabay

Ruji, 18 Desember 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun