Mohon tunggu...
Mutholibin ulum
Mutholibin ulum Mohon Tunggu... -

Pejuang Tangguh

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kerentanan Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia

16 Februari 2015   00:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:08 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aprilia Mega, S. Psi

Konselor Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Malang

Hak asasi Perempuan merupakan bagian dari Hak asasi manusia. penegakan hak asasi perempuan merupakan bagian dari penegakkan hak asasi manusia. Sesuai dengan komitmen internasional dalam Deklarasi PBB 1993 , maka perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak asasi perempuan adalah tanggung jawab semua pihak baik lembaga-lembaga Negara ( eksekutif, legislatif, yudikatif ) maupun Partai politik dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Bahkan warga Negara secara perorangan punya tanggung jawab untuk melindungi dan memenuhi hak asasi perempuan.

Namun, deklarasi tersebut seakan-akan hanya menjadi “lipstik” belaka dikarenakan kasus-kasus kekerasan yang  terjadi  belakangan ini semakin menjadi-jadi dan seakan-akan tak terbendungkan lagi. Dapat dibanyangkan dalam tahun 2013 seperti yang dilansir oleh Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) tentang Catatan Tahunan (CATAHU) yang dikeluarkan pada tanggal 7 Maret 2014, bahwa:

1.Ada 279.760 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2013, yang terdiri dari 263.285 kasus bersumber pada data kasus/perkara yang ditangani oleh 359 Pengadilan Agama (data BADILAG), serta 16.403 kasus yang ditangani oleh 195 lembaga mitra pengadalayanan, tersebar di 31 Provinsi. Diantaranya 6 Provinsi dengan jumlah kasus yang tinggi, yaitu: DKI Jakarta (2.881), Sumut (2.023), Jabar (1.846), Jatim (1.539), Jateng (1.495), dan Lampung (1.326). Sedangkan lembaga layanan yang banyak menangani kasus yaitu: UPPA (29%), OMS (20%), P2TP2A (16%), dan RS (11%). Lembaga lainnya kurang dari 10%.

2.Seperti tahun lalu, kekerasan yang terjadi di ranah personal tercatat sebagai kasus paling tinggi. Sejumlah 263.285 kasus data Pengadilan Agama seluruhnya dicatat dalam kekerasan yang terjadi di ranah personal yang terjadi terhadap istri. Sementara dari 16.403 kasus yang masuk dari lembaga mitra pengadalayanan, kekerasan yang terjadi di ranah personal tercatat71% atau 11.719 kasus.

Data kasus kekerasan terhadap perempuan diatas, menggambarkan sebuah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), namun kerentanan dan kekerasan yang banyak dialami oleh mereka yang mendampingi korban pelanggaran HAM (seperti lembaga-lembaga yang tersebut diatas) dianggap sebagai konsekuensi yang harus mereka terima karena telah memilih sebagai perempuan pembela Hak Asasi Manusia, padahal esensinya mereka berjuang menegakkan, melindungi dan memastikan terpenuhinya HAM.

Dikehidupan sehari-hari, mereka para perempuan pembela HAM biasa kita kenal dengan sebutan; pekerja kemanusiaan, pekerja sosial, aktivis perempuan, pendamping korban kekerasan, community organizer (CO), pekerja HAM, pengada layanan dan relawan pendamping.

Macam-macam fokus pendampingan yang dilakukan oleh para perempuan pembela HAM diantaranya, perempuan lokal yang memperjuangkan akses masyarakat atas sumber daya alamnya yang diambil alih oleh pengusaha atau investor, Ibu guru yang melawan intervensi penguasa demi mengajarkan kebenaran pada anak didiknya, tokoh agama yang menghadapi intimidasi dari kekuatan fundamentalis karena menyuarakan ajaran yang membebaskan perempuan dari kekerasan dan ketidakadilan, aktivis perempuan yang tidak berhenti memecah kebungkaman tentang pelanggaran HAM  namun ia tidak didukung atau bahkan  dikucilkan oleh lingkungannya, istri korban pelanggaran HAM yang menggugat pertanggungjawaban negara, aktivis NGO yang mendampingi korban untuk menghentikan para pelaku kekerasan rumah tangga. Dan semua perempuan pembela HAM yang memperjuangkan penegakkan HAM secara umum dan hak-hak asasi perempuan secara khusus lainnya.

Kerentanan dan kekerasan

Mereka perempuan pembela HAM menghadapi ancaman- ancaman, seperti :  kekerasan fisik, kekerasan psikis, pembunuhan karakter misalnya disebut sebagai ‘provokator’, dijerat secara hukum oleh pelaku kekerasan ataupun aparat, pengucilan dan upaya pembungkaman, penghancuran sumber kehidupan. Intimidasi pun bertambah karena mereka beridentitas perempuan, mereka rentan dengan intimidasi yang bernuansa seksual, peran ganda perempuan sebagai ibu dan pembela HAM, pembunuhan karakter tentang sosok perempuan yang ideal dengan perempuan yang tak bermoral, pengikisan kredibilitas atas dasar status perkawinan, penolakan atas dasar moralitas, agama, budaya dan nama baik keluarga, diskriminasi berbasis gender, eksploitasi dan politisasi identitas perempuan.

Pelaku kerentanan dan kekerasan terhadap perempuan pembela HAM bisa mencakup siapa saja; aparat negara, pelaku pelanggaran HAM, preman, komunitas profesi, warga masyarakat, keluarga atau bahkan sesama aktivis. Beragamnya pelaku dan sumber ancaman bagi perempuan pembela HAM maka dibutuhkan sistem perlindungan yang komprehensif, multi dimensional dan berbasis masyarakat, yang didasari prinsip tanggungjawab negara.  Sistem perlindungan tersebut harapannya mencakup, penciptaan ruang dan penguatan jaringan solidaritas antar perempuan pembela HAM, kampanye publik untuk pengakuan terhadap perempuan pembela HAM, menyebarluaskan wacana hak pembela HAM atas perlindungan, sistem informasi dan mekanisme perlindungan yang solid, penciptaan kerjasama strategis dengan pihak-pihak yang mempunyai kapasitas memeberi perlindungan, kode etik aktivis pembela HAM yang peka gender, pemberdayaan dan penguatan ekonomi, kesejahteraan dan pemulihan bagi pembela HAM, perumusan peraturan perundangan untuk menjamin perlindungan hukum bagi pembela HAM.

Wacana adanya undang-undang perlindungan pembela HAM inilah yang menjadi harapan dari para pembela HAM (perempuan). Dengan adanya itu, para pembela tersebut akan merasa dilindungi oleh negara dalam mengentaskan atau paling tidak meminimalisir kekerasan pada perempuan Indonesia.

Referensi :

Pradjasto, Antonio dan Roichatul Aswidah. 2011. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Komunitas Indonesia untuk Demokrasi: Jakarta Selatan.

Cahyani, Dewi Yuri. 2007. Perempuan Pembela HAM Berjuang dalam Tekanan. Publikasi Komnas Perempuan: Jakarta

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun