SEJAKmunculnya kasus Covid-19 di Indonesia pada Maret 2020 lalu , telah membawadampak besar bagi kehidupan. Dampak tersebut diantaranya adalah  perubahan tatanan lingkungan di seluruh elemen,tak terkecuali dunia pendidikan.
Sejalandengan perubahan tersebut, dunia pendidikan di tanah air mengalami"isolasi mandiri." Artinya, pendidikan Indonesia harus diasingkandari kebiasaan sebelumnya.
Prosesbelajar tatap muka di ruang kelas, kampus dan sejenisnya diganti dengan istilahbelajar Daring (belajar via Online/Internet).
Prosesinilah yang kemudian menimbulkan beragam permasalahan. Mulai dari kreatifsiswa, penyalahgunaan alat daring (Hp) hingga dampak buruk lainya.
Adalahbenar adanya, dengan diberlakukannya belajar secara daring, untuk menghindaritertularnya virus pandemik yang mematikan tersebut.
Lantasapakah sistim belajar daring di Indonesia telah efektif. Ataukah pemerintahakan terus mengikuti perkembangan Covid-19 hingga tuntas. Atau proses belajardaring akan dibekukan menjadi sebuah Undang-Undang, peraturan pemerintah.
Sederetpertanyaan itu muncul dengan sendirinya sejalan dengan  perubahan yang terjadi
MATISURI
Duniapendidikan Indonesia sedang mengalami mati suri. Mengapa demikian.
Kitatahu, proses belajar melalui jaringan internet (daring) bukan hanya diperlukanbiaya cukup tinggi. Juga telah merubah dan mengajarkan pada anak didik sekolahtidak efektif.
Biayayang dimaksud adalah, siswa atau orang tua siswa diberi beban untuk menyediakanalat komunikasi berupa telepon genggam atau telepon seluler (HP).
Belumlagi untuk menyediakan kuota,  sebagaisyarat mutlak agar bisa masuk ke jaringan yang dimaksud.
Hallain yang dirasakan adalah, proses belajar daring telah memberikan didikankepada siswa untuk tidak memiliki kreativitas.Â
Denganhadirnya sistem belajar daring, seorang siswa kurang mampu memecahkan salahsatu mata pelajaran yang diberikan oleh gurunya.
Siswayang dimaksud dalam memecahkan kesulitan tidak mau berpikir. Ia hanya memintabantuan pada orang tua atau saudara yang ada di rumahnya. Dan peristiwa ituterus berlanjut.
Iniartinya proses pendidikan Indonesia telah mati suri. Ia tetap bernapas tapitidak terlihat ada tanda-tanda untuk bisa belajar di ruang kelas atau kampus.
Dampakyang lebih buruk lainnya adalah penyalahgunaan media belajar daring. Di mediamasa (cetak, TV atau Online) kerap terdengar anak di bawah umur kecanduan Gadget.
Bahkansaking ketagihannya, ada diantara mereka yang gila hingga melakukan hal di luardugaan dan melakukan tindak kriminal.
Probleminilah yang mencuat ke permukaan serta menjadi sorotan dunia pendidikan.Pemerintah Indonesia pun seakan terancam kehilangan generasi mudanya.
Sadaratau tidak, penerus bangsa adalah generasi muda yang memiliki kemampuan, SDM(Sumber Daya Manusia) yang siap menghadapi tantangan, perkembangan global.
Revolusipembangunan serta revolusi teknologi informasi merupakan sebuah kenyataan yangperlu diimbangi oleh skill individu.
Jikamental, kemampuan generasi penerus bangsa yang kurang. Ini jelas menjadi sebuahancaman bagi kelangsungan sebuah negara yang menguasai derasnya perubahanglobal.
kanhal mustahil Covid-19 yang merubah semua tataan kehidupan, akan menghancurkanpula generasi muda. Mereka dibunuh secara perlahan dengan belajar Online,daring.
Kreativitasyang sedianya dipupuk di dalam ruangan kelas, kampus secara perlahan namunpasti akan hilang.Â
Danini terbukti, dua tahun sudah belajar tatap muka hilang. Dua tahun pula suasanaruang kelas, kampus lenyap. Bahkan senyum, canda tawa saat melakukan jamistirahat waktu belajar tidak terlihat.
Hinggaupacara bendera, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya tiap hari Senin,nyaris tak terdengar.
Bukanhanya itu, lagu-lagu wajib serta pembacaan teks Proklamasi, teks UUD 45 sertateks Pancasila lenyap dengan sendirinya.
Akankahwajah pendidikan Indonesia selama kasus pandemi ini, seperti berada telur diujung tanduk?
Kitaberharap bangsa ini segera menyudahi pandemi yang merajalela di semua tataankehidupan. Bangkitlah Pendidikan Tanah Air. ** Muthiah Muthmainnah