Mohon tunggu...
Muthia D. Santika
Muthia D. Santika Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Psikologi klinis. Psikologi Islam. Masih terus belajar. Mengerahkan segala potensi, semoga Allah SWT meridhoi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Saya Sudah Bahagia?

11 Februari 2023   19:30 Diperbarui: 11 Februari 2023   20:49 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Pexels/Natasha Fernandez)

Apa sebenarnya kebahagiaan itu? Dalam psikologi, kebahagiaan mencakup perasaan puas serta memiliki dorongan untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan bertujuan. Termasuk juga di dalamnya adalah membangun hubungan yang kuat dan dapat membantu orang lain. Dalam melalui kesemuanya itu maka individu harus menghadapi pengalaman yang tidak menyenangkan atau menyakitkan—agar dapat terus belajar, tumbuh, dan berkembang.

Dari pengertian tersebut ternyata kebahagiaan tidaklah sesederhana seperti apa yang banyak dari kita pahami. Ternyata kebahagiaan bukan sekedar rasa senang, bukan seberapa sering kita tertawa dan tersenyum. Banyak kesalahpahaman dalam memaknai kebahagiaan. Misalnya saja, menggantungkan harapan kebahagiaan kepada kekayaan, status, kepemilikan, atau terhindar dari perasaan/pengalaman negatif. Sehingga ketika kita tidak memiliki harta, misalnya, maka kita tidak bisa bahagia. Untuk terhindar dari miskonsepsi ini, maka kita perlu mendalami apa itu kebahagiaan sepenuhnya sebelum kita berupaya untuk meraihnya. 


"Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu."
(QS. Al-Hadid: 20)

Banyak penelitian psikologi yang telah membuktikan kuatnya hubungan antara kebahagiaan dan makna hidup (meaning). Makna hidup adalah makna yang memberi pemahaman mendasar tentang keberadaan manusia, seperti apa dunia ini, bagaimana manusia bisa adaptif di dalamnya, dan skema besarnya (Steger, 2012). Makna hidup adalah prinsip definitif yang memuat jawaban atas pertanyaan dari eksistensi/penciptaan manusia (King&Hicks, 2021). 

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” 

(QS. Al-Dzariyat: 56)

Beberapa penelitian yang mencoba menguak mengenai makna hidup sampai pada kesimpulan bahwa makna hidup terdiri atas beberapa aspek. Aspek dari makna hidup adalah:

1. Comprehension/Coherence artinya individu mampu menemukan makna/hikmah dari sebagian besar kejadian yang terjadi dalam hidupnya.

2. Purpose arti sederhananya adalah tujuan, namun berbeda dengan 'goal' yang kita biasa kita rancang di awal tahun. Purpose mengantarkan pada regulasi diri yang efisien, mengarahkan proses pengambilan keputusan, dan menghasilkan komitmen dan keterlibatan jangka panjang demi tercapainya tujuan. 

3. Existential Mattering/Significance adalah keyakinan individu bahwa keberadaannya itu memiliki arti dan memberikan perbedaan signifikan.

Uniknya, selaras dengan definisi kebahagiaan, individu yang memiliki kebermaknaan hidup bukan berarti hidupnya dipenuhi oleh emosi-emosi positif dan pengalaman yang menyenangkan. Sebuah riset menunjukkan bahwa dalam proses pemenuhan makna hidup bisa jadi memunculkan emosi negatif, namun hal itu dapat menumbuhkan resiliensi (ketahanan terhadap stress) yang lebih kuat dan well-being (kesejahteraan) dalam jangka panjang. Yang mana dua hal ini berkaitan dengan kemampuan adaptasi. Contohnya seorang revolusioner yang berjuang dengan berbagai macam ancaman, kesulitan hidup, bahkan dapat mengancam nyawa namun mampu mencapai kepuasan hidup yang tinggi juga memberikan manfaat bagi orang di sekitarnya. 

Sebaliknya, emosi positif berkorelasi lemah dengan fungsi adaptif jangka panjang, berelasi negatif dengan optimisme dan berkorelasi positif dengan surpresi (penekanan) emosi. Aspek-aspek makna hidup berkorelasi positif dengan sebagian besar aspek adaptasi. Proses mental seperti Coherence dan Mattering berkorelasi sangat kuat dengan grit (ketabahan/ketekunan dalam mencapai tujuan jangka panjang). 

"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,"

(QS. Al-Baqarah: 155)

Kebahagiaan dan makna hidup memang dua hal yang berbeda, namun dua unsur ini dapat menghasilkan kesejahteraan hidup yang optimal.

Semakin banyak makna yang kita temukan dalam hidup, semakin bahagia kita rasakan, dan semakin bahagia yang kita rasakan, semakin sering kita merasa terdorong untuk mengejar makna dan tujuan yang lebih besar lagi. 

"Years of research on the psychology of well-being have demonstrated that often human beings are happiest when they are engaged in meaningful pursuits and virtuous activities.” 

(Penelitian selama bertahun-tahun tentang psikologi kesejahteraan telah menunjukkan bahwa sering kali manusia paling bahagia ketika mereka terlibat dalam proses pencapaian tujuan yang bermakna dan aktivitas yang bajik/shaleh.)

-Todd et Al.

Mari kita tutup tulisan singkat ini dengan sebuah renungan, apakah kita sudah bahagia?Apa sebetulnya makna dari keberadaan kita di dunia? Apa yang harus kita lakukan untuk mencapainya? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun