Mohon tunggu...
Mustiana
Mustiana Mohon Tunggu... Penerjemah - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis dan penyuka traveling

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Singapura, Modernitas Tanpa Batas

11 Juli 2019   11:45 Diperbarui: 11 Juli 2019   11:52 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Sampai di Changi ternyata pesawat berangkat jam 21.00 bukan jam 19.00 duh salah lagi, akhirnya saya habiskan untuk eksplore Changi tapi lagi-lagi semua terasa biasa saja. 

Meski ada mall, taman di dalam sana, tapi saya merasa tidak terlalu bernafsu rasanya semuanya fana. Mungkin satu satunya yang berkesan di Changi adalah alat pijatnya haha. 

Setiap ke Changi pasti saya selalu mengincar alat pijat ini. Alat pijat ini menyediakan berbagai mode getaran plus rasa hangat enak banget kan dan pas buat kalian yang habis eksplore Singapura dengan berjalan kaki.

Sampai di Indonesia saya merasa semakin mencintai Indonesia, negeri kita lebih indah dari manapun salah satunya Singapura. Saya beruntung bisa memiliki Indonesia lengkap dengan serba serbi penduduknya. 

Dimana semua masih terlihat normal, orang tidak bicara dengan teknologi, atau tidak memperlakukan kakek nenek sebagai babu. Meski teknologi dan modernisasi minim saya tetap ingin tinggal di sini dibanding harus tinggal di Singapura. padahal Singapura termasuk majemuk juga tetapi tidak seperti negara kita. 

Mereka tampak baik di belakang dengan suku-suku lainnya, tapi jika kalian perhatikan amat jarang si India bergaul dengan Cina atau dengan Bugis.

Sepertinya memang pemerintah sudah memisahkan mereka dengan keberadaan  distrik dengan satu komunitas tertentu, seperti Bugis street, China Town dan Little India. Begitu juga dengan sekolah mereka. Sampai suatu ketika pemerintah mengkampanyekan persatuan lewat program yang isinya pernikahan antara si Cina dan India lewat salah satu program TV.

Semua tampak baik kelihatannya tapi menurut saya pemerintah Singapura menyimpan api dalam sekam. Saya juga pernah mendengar bahwa ada beberapa diskriminasi ada di sana. 

Misal yang Chinese selalu menjadi pejabat atau orang penting, sementara orang-orang Tamil pekerja kasar. Fuh, ketidaksetaraan, SARA pasti akan jadi pemicu bentrok selanjutnya di Singapura. 

Belakang itu pernah kejadiannya selepas saya dari Singapura, apalagi bukan konflik di Little India yang melibatkan konflik ras juga.  Jadi bisa saja ini akan terulang kembali jika pengkotak-kotakan tetap terjadi.

Oke sekian pendapat dan perjalanan panjang saya soal Singapura. Kalau ada yang mau tukar pendapat silakan isi kolom komentar, dan hikmah dari perjalanan ini saya jadi makin mencintai Indonesia seutuhnya :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun