Pagi menjelang, saatnya bekerja. kali ini saya menengok aktivitas Pilkada di Tentena, salah satu kecamatan di Poso yang letaknya cukup jauh dari kota namun berdekatan dengan Danau Poso yang fenomenal.
Oke kita fokus ke pilkada dulu, baru cerita ke danau itu. Nah, jadi saya sengaja ditempatkan di Tentena bukan di Poso Pesisir. Saya pun menanyakan latar belakang pemilihan ini. Sederhana jawabnya, keamanan. Katanya kalau saya nekat mau ke Poso Pesisir maka mereka harus repot menjaga saya, membekali saya dengan segambreng perlengkapan perang. Mulai rompi anti peluru sampai helm.
Baiklah. Di Tentena, pilkada diselenggarakan di suatu SD. Semua berlangsung tertib dan antusias. Tentu saja saya bahagia apalagi selepas ini saya ditraktir makan gurami di pinggir danau Poso.
Danau ini merupakan salah satu danau yang paling besar di Indonesia. Ternyata menghasilkan ikan gurami yang segar-segar. Alhamdulillah. hehe...sampai saya bisa menghabiskan 2 ekor gurami ukuran besar. Super sekali hahaha...
Dari Poso kita kembali ke Palu dengan kecepatan super karena jalanan makin greget, pak polisi nekat menggantikan sopir yang dianggapnya kurang cepat. Hahaha... maka kecepatan mobil ke Palu pun makin menjadi. Secepat kita akhirnya melepaskan lelah di malam itu. Ya, saya pikir tugas kami telah tuntas. Lelah bakal berganti dengan istirahat yang cukup. Makanya malam itu, saya keluar makan malam di Palu hanya pakai sandal hotel. Sementara teman-teman saya bercelana pendek santai.
Hingga dering telepon seketika memacu adrenalin kami. Ya, ada pembakaran kantor kecamatan yang menampung puluhan kotak suara di Donggala. Pak Kapolda sudah meluncur. Kami bimbang, melaju ke sana atau membiarkan semuanya. Bukan militan namanya kalau begitu, makanya meski cuma pakai baju tidur dan sandal hotel saya bersama teman saya secepat kilat mengejar momen pembakaran itu.
Teman-teman menyebar tak keruan. Api mulai padam, saya tunggu Pak Kapolda memberi pernyataan dan itu sudah menunjukkan pukul 1 malam. Setelah selesai semua, kami kembali hampir subuh dan keesokannya harus kembali ke Polda lagi.
Andrenalin demi adrenalin perlahan menyusut saat kami diberi kesempatan untuk menyantap nikmatnya kaledo. Sop kaki lembu yang disantap dengan singkong dalam porsi yang super besar. Makannya pun harus pakai sedotan dan sum-sumnya subhanallah surga dunia banget hahaha...
Tak sampai di situ, dua ibu PNS dengan baik hati juga mengantar kami ke puncak perdamaian. Untuk mencapai ke sana harus menanjak dengan jalan yang belum mulus. Sebagian juga masih berupa lahan liar sehingga kita kerap ketemu gembala kambing hahaha..
Sampai di atas beberapa spot masih dipagari karena belum selesai di bangun. Kita naik tepat di atasnya dan memandangi bukit kehijauan yang sudah mulai botak namun masih cantik, tak lupa juga pemandangan kota Palu dari ketinggian. Di sekitarnya juga ada gong perdamaian yang ditempeli dengan simbol keagamaan. Saya paham ini jadi pertanda kesepakatan damai antar ormas agama pascakonflik beberapa tahun lalu.